act nine

2.1K 386 41
                                    

Semesta mulai mainkan peran dalam hidup Taehyung lewat pertemuan sang model dengan Jeon Jeongguk selanjutnya; di supermarket, dan tengah berdiri di hadapan rak penuh susu bayi. Si kecil Haru duduk di troli; mainan plastik yang sama kini tinggal setengah. Lautan makanan instan di sekelilingnya buat dia ceria.

Taehyung perhatikan punggung pria itu. Fokus akan pencarian. Satu menit dia baca bagian belakang satu produk; lantas pindah ke produk selanjutnya sesaat kemudian. Hingga akhirnya mengangguk pelan dan taruh itu di troli belanjaan.

Dan saat itulah onyx miliknya tangkap figur Taehyung.

Di sisi lain, sadar presensinya diketahui, Taehyung lempar senyum. Berbekal keranjangnya sendiri, dia meniti langkah. Jeongguk dalam pakaian non-formal cukup buat terpana.

"Taehyung, hai."

Sang model bohong kalau tak tiba-tiba merasa gugup dan geli di perut. "Halo, Jeongguk. Dan Haru ...." Sebelah tangan terulur elus pipi si mungil; hadiahkan dia pekik kecil penuh ekstasi.

"It seems like he really loves meeting you." Jeongguk berkomentar; betulkan hoodie anak lelakinya yang miring. "What brings you here? Buat ukuran belanja bulanan, keranjang kamu terlalu kecil."

Taehyung pasang wajah offended yang dibuat-buat. Lenguh tawa terdengar sarat. "Well, um, aku bukan fans belanja sekali banyak, you see. Dan kebetulan, stok kebutuhanku ternyata masih tersisa banyak."

"Yeah? Jadi seorang lelaki dewasa yang kutemui di supermarket ternyata sibuk penuhi keranjang belanjanya dengan chips?"

"Hey, everybody love chips!" Taehyung memotong. Suara tawa Jeongguk terdengar ringan dan lepas. "Oh—aku lupa kamu seorang dokter. Um, yeah? Mungkin ini nggak sehat?"

"Taehyung, saya minum soda kelewat dari batas wajar kalau stress."

"Are you really?"

Anggukan yang diberi Jeongguk; serta senyum lebarnya lakukan hal lucu pada Taehyung. Kesan serius dan kaku hilang sudah. Diganti dengan Jeon Jeongguk being all free, bertindak manusiawi, pun candaan garing yang satu, dua kali terlontar.

Mereka yang sebelumnya belanja sendiri-sendiri, sekarang jalan bersisian. Taehyung di kiri gunakan keranjang, dan Jeongguk dorong pelan troli di kanan. Rasanya mudah; topik pembicaraan mengalir begitu saja. Pun waktu Haru mulai merasa bosan dan merengek, Taehyung letakkan keranjangnya otomatis di lantai. Angkat tubuh si mungil dan coba tenangkannya.

Tak awas akan sepasang onyx perhatikannya. Rasa hangat dan entah apa buat dada si pemilik onyx berdesir.

Sebuah pemandangan domestic. Jeongguk sukainya.

Jam makan siang sapa Taehyung dengan duduk berhadapan di sebuah burger joint. Bersama Jeongguk dan Haru. Dimana si mungil sibukkan dirinya mainkan french fries; sesekali digigit sedikit. Pekik tawanya buat Taehyung senang. Diam-diam bayangkan bagaimana pasangan orang tua anak itu di rumah.

Haha.

Jeongguk yang kenakan pakaian rumahan, dan Haru di gendongan. Mungkin si ayah akan sibuk di pantry masakkan sarapan, dilanjut siapkan bubur bayi. Lalu keduanya akan duduk di sofa tengah; tayangan kartun berputar sebagai latar belakang.

Sebenarnya, ini masih terlalu pagi untuk makan siang. Namun diterjang onyx Haru yang membulat—seakan paham bahwa ayahnya tengah mengajak seseorang, Taehyung tak kuat. Sesimpel itu. Jadi, mereka bertolak ke burger joint.

"So, um ... I don't know if it's the right time to tell you or not." Jeongguk memulai pembicaraan; setelah sebelumnya, mereka dikejutkan oleh Haru yang tiba-tiba melonjak dan menunjuk-nunjuk spiral fries di hadapan Taehyung. "But Sejeong deemed me that I'm ready to end the consultation."

Ada tiga hal yang lantas berkecamuk di pikiran Taehyung kala itu.

Satu, mereka akan kembali menjadi stranger. Dua, wow, sebegitu mudahnya untuk Jeongguk lanjutkan hidupnya. Dan tiga, insekuritinya menyerang kembali. Apakah betul dia akan benar-benar terjebak dalam kungkung masa lalunya? Apakah sesulit itu lupakan mantan pasangannya? Apakah—

"Taehyung—"

Onyx Jeongguk saratkan kekhawatiran. Tak paham berapa lama dirinya away dalam pikiran.

"Are you okay?"

Masih tak fokus. Taehyung anggukkan kepala—pelan. Tak yakin. Bahkan, Haru seolah rasakan pergumulan emosi dari dua orang dewasa di sekitarnya.

"I'm—"

"Taehyung. Apa pun yang ada di kepala kamu, itu nggak benar, oke?" Jeongguk berkata lagi, nadanya pelan dan hati-hati. Dia lipat kedua lengannya di permukaan meja. Inginkan Taehyung dengar tiap perkataannya. "Saya ... nggak paham situasi kamu, but, di kasus saya—katakanlah, saya sudah prediksikan ini. Dan, awalnya pun, ini bukan persetujuan dua belah pihak. Orangtua kami yang paksanakan semuanya. Maka, waktu, um, Jiyeon layangkan surat cerai—saya justru merasa lega."

"Benarkah?"

Jeongguk senyum kecil. Berharap Taehyung tangkap maksudnya. "Iya, Taehyung. Dan sungguhnya, dia pun miliki orang yang sudah dia cintai."

Bukan pukulan telak yang Taehyung dapatkan—the fact bahwa sedikit banyak ada akar masalah yang sama di cerita ini. Melainkan remedy; kejelasan. Mungkin Seojoon pun begitu? Mungkin Seojoon hanya merasa kasihan padanya—di awal; hingga akhirnya dia mengalah, walaupun hanya untuk sekian waktu. Mungkin—

"Siapa pun yang lepaskan kamu harusnya menyesal, Taehyung." Jeongguk lirihkan. Kalimatnya seolah buka tabir dalam diri Taehyung. Perutnya rasakan sensasi aneh; he's falling in an unfamiliar state.

—sebelum Haru tiba-tiba memekik dan tangisan pertamanya muncul.

Jeongguk buru-buru raih si mungil. Tepuk pelan punggungnya sementara Haru bergelung di pangkuan ayahnya.

"Dan Taehyung?" Kali ini, senyum Jeongguk lebar. Ada maksud di balik ekspresinya. "You won't get rid of me easily."

[✓] And I'm Afraid I'll Miss You Forever • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang