act twelve

2K 346 5
                                    

"Hyungie?"

Sejemang setelah matanya terbuka, Taehyung kenali pemandangan di sekitarnya. Dinding berwarna cokelat muda, layar besar teve di hadapan ranjang, pun aromaterapi citrus penuhi ruangan. Tak perlu menebak dua kali, kala figur Yoongi duduk diam di sebelahnya; kaki terjulur dan buku di pangkuan.

Sang kakak sepupu bergerak cekatan begitu nada lemah Taehyung sapanya. Ambil air di nakas dan betulkan posisi.

"Syukurlah, Taengie ...."

Panggilan itu beri senyum di bibir sang model. Sudah lama sejak Yoongi gunakan nama itu.

Awalnya adalah kata julukan waktu Taehyung duduk di sekolah menengah; when almost all his classmates used to call him names. Tapi Yoongi, ever his hero, putar balikkan fakta tersebut. Katakan bahwa tak ada arti sebuah julukan, if you stay the way you are. Fuck them all, katanya. Nobody rocks skirts the way you do.

Betulkan selimut yang ditarik hingga dada adiknya, Yoongi perintahkan Taehyung berbaring lagi. Gerakan kikuk, kadang terpeleset. Letakkan gelas di bibir meja hampir jatuh.

There's an elephant in the room, Taehyung paham. Yoongi pastilah ikut andil di sini. Seseorang yang baru saja mengenalmu tak mungkin bisa tahu alamat kakak sepupumu begitu saja, kan?

Pun sejak tadi, Yoongi tak sekali pun balas pandangnya. Larikan pasang manik serupa hikori ke tiap sudut apartemennya.

"Ada yang hyungie sembunyikan." Taehyung berkata fakta. Pembawa acara di teve tutup laporannya hari ini dengan senyum dan slogan biasa.

Jika saja Taehyung punya lebih dari sepasang mata, dia bisa saksikan kakak sepupunya menegang sejemang. Ekspresi sulit terbaca pun sekilas kekecewaan. Seolah ada janji yang tak ditepati diri sendiri. Karena Yoongi selalu seperti itu—Taehyung sudah hafal.

"Hyung panik waktu tahu kamu baru kena serangan panik di tempat ramai, Taehyung." Yoongi berkata pelan, kentara sembunyikan rasa takut ceritakan ulang. "Hyung pergi ke alamat yang dikasih, dan—kalau bukan Jeon Jeongguk yang waktu itu ada di sebelah kamu—"

"Hyung kenal—?"

Yoongi hela napas pelan. Dia masih sembunyikan pandang. Duduk melipat kaki di sebelah Taehyung; ekspresinya seperti seorang anak sekolah dasar sedang dimarahi. Masih menunduk. Tak berani temui kontak hazel lawan bicaranya.

"Ada alasan kenapa waktu itu hyung nggak percayakan kamu dengan Seojoon."

Iya. Taehyung ingat.

Di antara orang-orang yang dulu beri selamat padanya, Yoongi adalah satu-satunya yang terlihat tak senang. Not that dia tidak bahagia ketika adik sepupunya hendak menuju jenjang pernikahan. Hanya; tidak rela, mungkin? Habiskan hampir separuh masa remajanya buat keputusan untuk Taehyung, biarkan si adik kecil berjalan dengan pilihannya sendiri munculkan rasa aneh di dada Yoongi.

Even Jimin dan Mia sekalipun; more than ecstatic saat dengar beritanya. Mereka pergi ke luar, makan barbekyu, dan minum.

Yoongi tak pernah cerita tentang keberadaan Jeon Jeongguk, tak sekalipun. Fakta yang saat ini ciptakan tanda tanya besar di kepala Taehyung.

"Dia junior hyung di universitas, walaupun jurusan kami berbeda. Hyung kenal Jeongguk karena dia selalu ingin tahu apa yang dilakukan klub musik di auditorium." Yoongi menjelaskan setelahnya. "Orangtuanya miliki rumah sakit besar, di sini. Dan dengan alasan itu, mereka ingin Jeongguk menapak jalan yang sama. Walaupun di baliknya, Jeongguk lebih cinta musik. Hyung akui, dia punya bakat untuk itu."

"Dan hyungie berpikir untuk ...."

Yoongi amini pertanyaan non-verbal Taehyung. Mereka berdua tahu maksudnya.

Bahwa, ya, Yoongi berpikir ke arah sana. Pun ketika sekarang sang junior sudah meniti karir jauh dari impiannya, tak jarang mereka atur janji temu di studio. Karena somehow, Jeongguk masih belum ingin melepas cita-citanya secara penuh. Walaupun karyanya kebanyakan anonim, atau gunakan Yoongi sebagai perantara.

"I have so much respect for him, Tae. So does hyung have for you."

Sesungguhnya, Yoongi takut akan respons Taehyung. Tak ingin kecewakan adik sepupunya karena sekali lagi, Yoongi diktekan sesuatu untuknya.

Dia sudah berjanji pada diri sendiri. Akan lepaskan Taehyung dan biarkan adiknya tentukan pilihan hidup sendiri. But then again, growing up together and practically taking care of him for so long, buat Yoongi terbiasa jadikan Taehyung tanggung jawabnya.

(Dia tak berhenti salahkan diri sendiri waktu Taehyung berpisah dengan Seojoon, karena menurutnya, dia tak bisa halangi adiknya dalam membuat keputusan yang salah.)

Lantas, keduanya diam.

Jika boleh berpendapat, Taehyung akan tertawakan takdirnya. Bagaimana cara Lady Fate permainkan bidak individu di dunia. Haha.

Pun Taehyung selalu miliki soft spot untuk Yoongi. Agaknya mengerti apa yang tengah berkecamuk di pikiran kakak sepupunya.

"Hyung minta maaf."

Hazel Taehyung bergerak nyalang. Nada suara Yoongi terdengar malang.

Taehyung kenali ekspresi itu—salahkan diri sendiri akan hal yang terjadi di luar kendali. Dia habiskan masa remajanya jadi saksi bagaimana Yoongi kerahkan seluruh kemampuan jaga adik kecilnya. Berikan tempat untuk Taehyung bersandar ketika kasih sayang orang tua berhenti di umur tak wajar. Pasang badan di depan Taehyung kalau-kalau penghuni panti yang lain mulai lemparkan kata julukan menyakitkan.

Lantas dia ulurkan tangan. Raih jemari Yoongi yang kala itu remat seprai.

"Aku mengerti niat baik hyungie," jelas Taehyung; pelan. "Tapi aku mohon untuk jalani ini sesuai kemampuanku, ya? Aku takut terlalu cepat melangkah, hyungie—"

"Taehyung." Yoongi potong kalimat adiknya. "Sekarang semuanya ada di tangan kamu, oke? Hyung janji nggak akan interfere apa pun lagi. Kalaupun kamu mau sudahi semuanya sama Jeongguk, hyung akan bicara dan jelaskan maksudnya."

Gerak pelan; Taehyung cari pelukan kakaknya. Sesekali gelengkan kepala. Kurang lebih tak setuju akan janji Yoongi yang lain.

"Biarin aku yang selesaikan, hyungie," katanya. "Aku sudah mengerti sekarang. Biar aku yang ambil alih."

Yoongi hela napas lega. Dalam diam anggukkan kepala dan peluk balik adik sepupunya.

[✓] And I'm Afraid I'll Miss You Forever • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang