act eleven

2.1K 368 40
                                    

Taehyung bertemu Jeongguk lagi seminggu setelah the latter dinyatakan stable enough untuk tak perlu kunjungi konsul.

Waktu itu Rabu siang. Sesinya dengan Sejeong typically standar; bahas kegiatan baru Taehyung, dan tentu, the upcoming comeback yang sudah direncanakan. Sejeong was beyond happy about this. Kerling matanya tunjukkan bangga; dan tak berhenti tepuk bahunya. You did good, Taehyung, katanya.

Seharusnya, dia pulang naik subway siang ini. Rencanakan mampir ke grocery store demi isi kulkas mulai menipis. Langit tak begitu terik; perfect time buat nikmati waktu jalan-jalan di luar.

Dan, ya. Rencana Taehyung buyar dalam bentuk Jeongguk—yang kala itu duduk tenang di lobi. Entah hanya perasaannya saja atau lelaki itu kini terlihat lebih ... well, lebih-lebih yang bagus di mata Taehyung.

(Dia bahkan tercenung sesaat sebelum sapa Jeongguk dengan nada terbata.)

(Iya, oke. Jantungnya skipped a beat waktu Jeongguk angkat wajah dan tersenyum ke arahnya.)

"Hai, Tae."

Sejak kapan Taehyung gelagapan seperti ini, ya Tuhan. Jeongguk bahkan cuma menyapa dan itu normal.

"Hai—um, Sejeong ada di ruangannya, by the way. Katanya jadwalnya kosong setelah ini. Kamu terlambat, atau?"

Senyum Jeongguk kecil; dia garuk tengkuknya canggung. Sosok tingginya terlihat outstanding di tengah lobi yang sepi. Nona resepsionis sedang terima telepon di balik meja tinggi.

"Oh, nggak, Taehyung. Saya sudah nggak ada jadwal di sini, ingat?" tanyanya dengan nada hati-hati. Seolah tak ingin lemparkan fakta ke wajah Taehyung bahwa sang model masih harus work something with himself. "Uh, jadwal kamu sudah selesai, kalau begitu?"

"I guess?"

Haha. Siapa pun tolong ingatkan dua orang ini karena, hei—mereka berlaku seperti baru kenal kemarin sore. Obrolan panjang di chat, dan bukti video call bersama Haru sah-sah saja jika ingin mengejek.

"Well, then. Mau makan siang denganku, Taehyung?"

Taehyung biarkan ribuan tanya meledak di kepala.

Atas dasar apa? Ada acara apa? Apakah hari ini ulang tahun Jeongguk? Atau ulang tahunnya? (Eh, tapi, Taehyung bahkan belum beritahukan sebegitu detail tentang dirinya pada Jeongguk, oke skip.)

Dan yang paling buat alisnya berkerut adalah, ke mana Haru? Biasanya si kecil selalu ikut ke mana pun ayahnya pergi. Well, kecuali ke balik meja operasi, tentu.

Spasi mobil Jeongguk terasa lebih sempit bagi Taehyung, kecanggungannya mencekik. Pun Jeongguk tunjukkan itu lewat ketukan alpa di permukaan setir, serupai nada dari radio. Mereka seperti kembali ke titik pertama, di mana semuanya terasa tak familier. Chatting time panjang sebelum ini terasa seperti sisa manisan di mulut yang kian menghilang.

"Kamu suka masakan tradisional?" Jeongguk bertanya tiba-tiba, suara serak lantaran ini adalah pertama kalinya dia buka mulut semenjak bukakan pintu penumpang untuk Taehyung.

Yang ditanya mengangguk pelan. "Ya, tentu," balasnya tak kalah kikuk.

Agaknya Jeongguk lihai dalam membaca situasi, dia lantas keluarkan hela tawa. Buat Taehyung menoleh tanpa suara. Tujuan mereka sudah di depan mata. Jeongguk pikir, lebih baik obrolkan ini secepatnya.

Lagi. Jeongguk bahkan tarikkan kursi untuk Taehyung. Apabila dia tak ingat status masing-masing, Taehyung akan menganggap bahwa tindakan Jeongguk adalah an act for a flirting. (Pendapat tak berdasar, Taehyung tahu.)

"I'm sorry if I make you uncomfortable, Taehyung." Jeongguk memulai. Nada yakin, berkebalikan dengan Taehyung yang justru sembunyikan wajah. "It's just—ini kali pertama kita benar-benar makan siang hanya berdua, kan?"

Sang model anggukkan kepala.

"I think I—do what I've did wrong in the past all over again." Hela napas pelan terdengar, Jeongguk seolah buat ancang-ancang untuk hal penting. "Orang-orang bilang bahwa saya selalu, um, falling too fast, too deep. Dan kadang, pada orang yang salah."

"Jeongguk—"

"Ya, Taehyung. Saya tahu ini terlalu cepat—"

"I can't."

Jemari Taehyung gemetaran sekarang. Kepalanya mulai mainkan hal-hal aneh lagi; seperti rol film kusut dan keluarkan suara-suara berisik. Ingatkan Taehyung akan ruang kecil, gelap, dan pengap; dan kamu ada di dalamnya sendirian. Duduk meringkuk di sudut ruang. Seseorang paksamu menonton acara teve yang menjadi sumber phobia. Ingin menjerit, namun kamu dibekap. Ingin halau pandangan, namun suaranya saja sudah mampu gambarkan visual di belakang kepala.

Dan hal selanjutnya sungguh di luar kendali.

Napas Taehyung kian pendek. Peluh sebesar biji jagung penuhi dahi. Tak ada pegangan; Taehyung hanya bersandar pada tiap rematan ujung pakaian.

Dia hanya ingat Jeongguk mengumpat sebelum pandangannya gelap. Wangi cologne Jeongguk, pun sentuhan ringan di sekitar tubuhnya. Sayup-sayup rasakan permukaan empuk sapa dirinya.

Entah ada di mana, Taehyung tak paham.

Dia cuma ingin mimpi buruknya menghilang. Bayang-bayang kebersamaannya dengan Seojoon, kata-kata cinta yang diuraikan padanya, dan permintaan Seojoon di hari-hari terakhir pernikahan mereka. Tak mau ingat ekspresi mantan pasangannya waktu meminta maaf dan balikkan tubuh. Tidak akan pernah kembali lewat pintu yang sama.

Bayang Jeongguk muncul kemudian, namun hati Taehyung belum bisa terimanya.

Ketakutannya lebih besar. Kalahkan sisi rasional di kepala. Karena pada dasarnya, Taehyung takut bahwa Jeon Jeongguk mungkin adalah personifikasi Park Seojoon yang lain.

[✓] And I'm Afraid I'll Miss You Forever • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang