act seven

2.3K 403 12
                                    

Jika pertemuan pertama Kim Taehyung dengan Jeon Jeongguk takes place di meja resepsionis; di mana the latter berusaha sekuat tenaga tenangkan bayinya, maka pertemuan kedua mereka miliki setting hampir sama. Cuma bedanya, kali ini terjadi di ruang tunggu luar kantor Sejeong dan si kecil merajuk di pangkuan ayahnya. Mainan yang tempo hari terlempar masih ambil andil. Ujung sayap pesawat pecah; Taehyung layangkan tatap maklum.

"Haru, please, dengar Ayah?" Yang dibalas tangis lebih kencang. "Ayah sayang Haru. Haru sayang Ayah, kan?"

Oh, dear.

Taehyung hampir ingin berlari ke sana dan gendong si mungil dalam dekapannya. Bukan, bukan. Taehyung tak salahkan si ayah dengan kapasitas "tenangkan bayi yang menangis"—nya yang kecil. Tidak sama sekali.

"Um—"

Dan di deret kursi tersebut, Jeon Jeongguk berjengit waktu sadari presensi orang lain. Wajah terkejutnya meleleh kemudian, digantikan dengan a look of a hopeless man trying to calm his baby son down.

"I'm a helpless father, am I?"

Butuh waktu sekitar lima belas detik bagi Taehyung, sampai dia sadar bahwa Jeon Jeongguk baru saja ajak dia bicara. Berdiri canggung di ujung deret kursi tunggu buatnya kehilangan pikiran rasional.

Di sisi lain, Jeon Jeongguk masih fokus lantunkan kalimat rendah. Mungkin sembari berharap pada deities above supaya ada keajaiban dan si mungil berhenti menangis.

Pelan, Taehyung langkahkan kaki. Dia berhenti dan ambil posisi selang dua kursi kosong antaranya dan Jeongguk. Satu tempat diisi tas bayi gemuk berisi perlengkapan A hingga Z. Dan satunya ... Taehyung hanya ingin berlaku sopan.

"Saya ingat kamu dari fiasco meja resepsionis tempo hari." Jeongguk memulai lagi; perhatian terbagi antara si mungil dan Taehyung. "Well—terima kasih untuk waktu itu. Saya ... um, nggak berpikir sejauh itu bahwa—yah, mungkin Haru benar-benar kangen ayahnya?"

Hazel Taehyung melebar sejemang. Oke, bagus, dia baru saja discouraging seseorang.

"I—I'm sorry ...." Taehyung berujar lirih. "Aku punya kebiasaan jelek untuk—um, asal bicara? Well, uh, maksudnya ... bilang sesuatu yang ada di kepala tanpa dipikir."

"No, no, it's okay." Jeongguk buru-buru tambahkan. "Denger pendapat kamu kemarin, saya sadar, saya nggak bisa selalu ada buat Haru. Consider pekerjaan saya yang haruskan ada di rumah sakit di waktu-waktu nggak wajar sekalipun. Dan lagi ... Haru sedang ada di umur yang butuhkan banyak perhatian." Selanjutnya ada lenguh napas berat; ujung ibu jari bersihkan sisi bibir Haru yang basah. "Menyewa nanny, atau pengasuh, atau suster—nggak akan banyak membantu. Haru tetap butuh saya."

"Of course, you're the father after all." Taehyung berkomentar, sebelum sadar akan apa yang dia katakan, dan refleks tutup mulutnya dengan telapak tangan. "Sorry again ...."

"Hey, it's okay." Jeongguk katakan ringan; onyx-nya tangkap bagaimana pasang mata sang lawan bicara kini terfokus pada Haru yang sesekali masih merajuk. "Want to hold him?"

"H—huh?"

Kali ini giliran Taehyung yang tergagap bingung. Di hadapannya, Jeon Jeongguk tawarkan pelan. Hilang sudah first impression Taehyung yang sempat berpendapat bahwa mungkin Jeongguk adalah orang yang dingin dan teritorial. Hell. Dia terkecoh dengan pembawaan pria itu.

"I have this funny feeling that you must adore kids so much?" Jeongguk berucap lagi, bahunya mengedik pelan. "Maaf, saya bener-bener masih keinget gimana kamu bisa sekali tebak soal Haru tempo hari."

Dengar penuturan si lawan bicara, Taehyung terkikik pelan. "Well, um, let's say that I learned from experience?" jelasnya, lantas lontarkan senyum yang lain. "And yes, I would like to hold him."

Yang Taehyung takutkan pada detik di mana Haru berpindah tangan, agaknya tak terjadi. Dia letakkan pegangan solid di bawah lengan si mungil, angkatnya pelan, dan perhatikan perubahan ekspresinya. Kalau-kalau Haru benci orang asing, atau, yeah, simply jauh dari ayahnya. Dudukkan Haru di pangkuan, Taehyung takjub akan kemiripan onyx yang serupa, dan lengkung bibir sama, serta surai sewarna jelaga. Hangat tubuh si makhluk kecil hantarkan perasaan nyaman ke ulu hati Taehyung.

Fokuskan atensi pada Haru yang terlihat nyaman di pangkuan, Taehyung sadari Jeongguk lontarkan kekeh kecil.

"He likes you," komentarnya, seolah bangga akan putranya. "Kamu percaya kalau Haru butuh genap seminggu buat familier dengan nanny di rumah?"

"Is he?" Taehyung bertanya balik.

Si lawan bicara anggukkan kepalanya, yakinkan. Sembari berkutat dengan mainan Haru yang berantakan. "Haru benar-benar nggak mau lepas dari saya. Waktu itu ... um, kurang lebih dua minggu sejak hak asuh Haru official jatuh ke saya. Jujur, saya bingung. Yang terpikir pertama kali adalah sewa nanny untuk jaga Haru selama saya tugas di rumah sakit.

"Saya seneng—lega, karena Haru bisa sepenuhnya di bawah hak asuh saya. Itu yang kasih semangat, sebenernya. Ngeluh? Sangat. Haru ini suka ngerjain saya dengan bangun malem dan tiba-tiba lapar." Jeongguk utarakan ceritanya panjang lebar; disela tawa kecil sambil cubit pucuk hidung si mungil. "Saya ... nggak bisa bayangkan kalau hak asuh Haru jatuh ke ibunya ...."

Taehyung sungguhnya penasaran. Jika raut wajah Jeongguk yang tiba-tiba muram mampu jelaskan sesuatu, pastilah alasan di baliknya kuat. Dan lagi, mereka sudah dikaruniai Haru.

Sebelum Taehyung sempat suarakan kata penenang apa pun, pintu terbuka di kejauhan. Ada riuh rendah suara Sejeong bicara di telepon; terdengar tengah berdebat akan sesuatu. Hampiri keduanya sembari tekan ponselnya ke dada; minimalisasi lawan bicara di telepon ikut dengar.

"Sepuluh menit, oke? Orang-orang di keuangan kadang buat sakit kepala," katanya—lalu larikan pandang sejenak pada Haru yang kala itu masih duduk di pangkuan Taehyung. Senyum penuh makna, sebelum akhirnya Sejeong jalan cepat tuju pintu lift.

Jeongguk buka suara setelah itu. Intermezzo diisi Sejeong yang akhirnya ringankan suasana.

"Saya nggak percaya baru aja cerita panjang lebar, sementara saya baru tahu nama kamu kemarin. Itu pun bukan dari pemiliknya sendiri." Ada hela tawa dilempar; si pemilik marga Jeon garuk tengkuknya yang tak gatal. "Jeon Jeongguk—saya dokter spesialis bedah dan miliki seorang anak bernama Haru."

Taehyung tertawa rendah; terima tangan Jeongguk lantas menjabatnya balik. "Kim Taehyung—atau mereka bilang, V. Um—mungkin sebelum ini, kamu pernah lihat mukaku dipajang di sekitaran kota," katanya; tiba-tiba wajahnya menghangat. Tanpa sebab. Untuk saat ini, entah kenapa pekerjaannya sebagai model sama sekali tak mampu obati insekuritinya.

Dan pikirannya sejak kemarin kembali lagi.

Jeongguk pastilah tangkap kesan berbeda saat ini; karena saat Taehyung longgarkan pegangan, dia justru kejarnya perlahan. "A model then, the best one may I tell you," lirihnya. Senyum tulus—dan kirimkan detak jantung lebih cepat ke dada Taehyung.

"Is that a compliment?" Sang model bertanya pelan.

Anggukkan kepala, Jeongguk mengiakan. "Consider it as one."

[✓] And I'm Afraid I'll Miss You Forever • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang