act five

2.5K 445 28
                                    

"Itu normal, kok. Bukan salah kamu sepenuhnya, cuma memang, trauma kamu sedikit lebih berat." Sejeong jelaskan penyebab break down Taehyung beberapa hari lalu dengan nada tenang; maklum. Pikirnya, dia sudah terbiasa selama beberapa bulan ini, tapi alam bawah sadarnya masih simpan memori terdalam yang seperti bom waktu. Bisa meledak kapan pun. "Jangan nyerah, oke? Banyak reason kenapa kamu belum sepenuhnya pulih. Ingatan bahagia kamu terlalu banyak; terlalu manis. Waktu semuanya berbalik, kamunya yang kewalahan. Semuanya butuh waktu, Taehyung, dan kamu nggak perlu malu tentang itu."

"Tapi bukannya ini terlalu lama?"

Sejeong bubuhkan senyum.

Hari ini dia suguhi teh chamomile dan kue jahe untuk Taehyung. Pun kini mereka tak berada di kantornya—Sejeong ajaknya mengobrol di kafetaria. Masih sepi lantaran arloji tunjukkan pukul sepuluh pagi.

"Kapasitas tiap orang pastinya berbeda, Taehyung. Kamu nggak bisa paksakan diri buat ikuti pace orang lain. Let it roll how the way your body and mind want to—semua yang dikejar nggak selalu berakhir baik." Sejeong jelaskan lagi; bunyi ting kecil waktu wanita itu letakkan cangkir.

Penjelasannya barusan tentang kejadian memalukan Taehyung hari sebelumnya tenangkan; setidaknya. Pun gurat khawatir Yoongi masih tergambar jelas di ingatan.

Taehyung benci repotkan orang. Para staf maupun designer yang bekerja dengannya kadang kala entah berterima kasih terlalu banyak atau justru kesal. Taehyung tak tega lihat mereka wara-wiri sebelum picture taking atau gilirannya di catwalk; maka Taehyung usahakan bantu sebisa mungkin.

"Ini pekerjaan kami, Tae, kamu nggak perlu merasa bebani kami," senyum salah satu staf suatu hari. Hell, waktu itu sang model ikut struggle pasangi bulu-bulu sintetis yang akan tutupi setengah tubuhnya. Terlalu banyak tangan yang ikut campur jadinya.

Dan seperti yang sudah-sudah, atau saat jadwal Sejeong lumayan kosong, mereka akan gunakan sisa waktu lemaskan kaki di taman belakang.

Sejeong bilang, dua consultee hari ini batalkan ijin temu. Hanya ada satu orang setelah ini. Kira-kira setengah jam ke depan. Jika beruntung, mungkin mereka akan berpapasan di lobi.

Sejeong berikannya list lagu yang mungkin bisa bantu tenangkan pikiran.

Lo-fi.

Di mana Taehyung mengangguk semangat. "Aku dengarkan lo-fi saat sedang make-up," jelas Taehyung, binar ekstasi terpancar pertama kali sejak kedatangannya pagi ini. "Para stylist kadang komentar: kenapa kamu sukai jenis musik yang tak berlirik. Well, itu buatku tenang, Sejeong, terima kasih. Aku akan buka lagi koleksi lo-fi milikku."

"Yep. Aku ingat kamu tertegun sekian detik di pintu waktu pertama kali datang ke kantor," tembak Sejeong; dan memori Taehyung berputar. Iya. Sungguh, dia hanya terkejut ada orang lain yang setidaknya sepikiran. "Setelah ini ... kamu kembali ke flat?"

"Yeah, mungkin." Taehyung angkat bahu. "Dan penuhi kamarku dengan lo-fi."

Sejeong lemparkan senyum. "Itu rencana yang bagus. Ah. Eunwoo akan jemput aku siang ini," katanya, sebutkan nama suaminya. Taehyung pernah dengar—Cha Eunwoo, dokter spesialis anak yang kadang diwawancara di channel kesehatan. Taehyung ikuti langkah Sejeong; tuju lobi. Waktu kunjungnya hari ini hampir habis. "Ingat consultee setelahmu? Kupikir aku akan ajaknya ke kafetaria. Duduk di ruangan sementara langitnya bagus; it's a waste."

Taehyung anggukkan kepalanya setuju.

Lantai kayu di bawah kakinya berderit, pintu kembar penghubung taman belakang dengan gedung utama terbuka. Semburan angin AC sapa wajah Taehyung, pun aroma citrus pewangi ruangan.

Derak sepatu Sejeong menggaung. Dibandingkan suasana pagi tadi, saat ini sudah mulai ramai. Para konsultan yang berlalu lalang, beberapa pengunjung di ruang tunggu. Gedung ini tak terlalu besar. Tapi, konsep minimalis interior datangkan kesan luas.

Dan di sana, berdiri dekat meja resepsionis, Taehyung daratkan pandang. Berdiri tegak di hadapan seorang balita yang teriakkan tangis, mainan di tangan terselip dan ciptakan bunyi bising saat menabrak lantai.

Senyum nona resepsionis haturkan maklum. Bantu tenangkan si kecil yang saat itu didudukkan di meja tinggi; dekat pot bunga buatan. Taehyung khawatir si mungil raih benda itu dan melemparnya asal karena tengah rewel.

Taehyung tahan diri untuk tak pergi ke sana. He loves kids, okay, and he needs to restraint himself to coos at them; or worse, taking matter into his hand himself.

"Oh. Ya ampun. Haru sepertinya tak bisa ditinggal."

Kalimat Sejeong lantas ambil perhatian Taehyung. "Haru?"

Sembari langkah mereka beriring, Sejeong munculkan kalimat yang buat Taehyung mengangguk mengerti. "Dr. Jeon Jeongguk; dia teman seperjawatan Eunwoo. Dan itu, Haru. Aku ikut bahagia karena Jeongguk yang mendapat hak asuh atasnya."

Oh, ya. Mereka ada di kapal yang sama kalau begitu.

Taehyung baru akan lakukan satu kebiasaan buruknya—bertanya tanpa tahu tempat—ketika suara bariton diselimuti frustrasi sapa rungunya. Jeon Jeongguk hela napas pendek berkali-kali; kentara hanya ingin anak mungilnya hentikan tangis.

"Haru, hei? Dengar Ayah? Kita akan bertemu Sejeong, yang punya mainan banyak di ruangannya, hm? Jadi, Haru harus berhenti menangis dan jadilah anak baik, oke?" Di sini, si kecil justru memekik, tinju mungil serang dada ayahnya. "Haru, please?"

"Um—mungkin, dia ingin digendong."

"Apa—"

Kala pasang onyx itu tuju dirinya, Taehyung baru sadar akan kalimat yang lolos begitu saja. Sejeong bahkan tertegun di tempat; simply lempar pandangan pada Jeongguk sedetik kemudian. Tak ada salahnya dicoba, katanya, beri semangat.

Si makhluk mungil—Haru—mulai kehilangan suara. Taehyung meringis. Pastilah dia sudah menangis terlalu lama.

(Taehyung tak rasakan hatinya berdesir saat pasang ibu jari sang ayah usap area bawah mata anaknya yang masih sesenggukan, tidak.)

"I'm sorry, I'm—"

"It's okay." Taehyung berkata lagi; masih terkejut dengan bagaimana dia bisa lontarkan sugesti itu tiba-tiba. "Kamu dudukkan dia di kereta bayi sepagian ini, eh?" tanyanya, tanpa bisa berhenti.

Anggukan kepala kecil. Mengedik pada kereta bayi berwarna navy polos dengan gantungan plastik warna pastel di sekitar tudungnya. Tas bayi yang mungkin berisi keperluan susu, makanan, baju ganti disesakkan di keranjang bawah. Botol dot terisi setengah tergeletak lupa.

"Dia—um, hanya ingin digendong. People said that, your heartbeat calms them—kids. So make sure to ... place them close to your chest."

Iya.

Haru hanya sesenggukan kecil sekarang, tempelkan telinganya ke dada si ayah. Jemari-jemari kecil remas kemeja dark grey yang mulai kusut, dan Taehyung tak lewatkan bagaimana onyx sewarna malam itu mulai mengatup sedikit-sedikit. Mereka miliki warna mata yang sama. Sesuatu dalam diri Taehyung meleleh karenanya.

"T—terima kasih, really ...." Bahkan si ayah tercengang sendiri. Canggung. Berikan gerakan kecil agar bantu si mungil tertidur. "Saya—entah. Haru rewel sejak pagi. Dan pengasuhnya bilang dia sudah seperti itu sejak kemarin. Saya terpaksa tinggalkannya pagi-pagi, karena jadwal operasi mendadak. Bawanya ke tempat tidur pun sulit."

"He misses you." Taehyung berkata lagi. Dia berlutut, raih mainan yang entah kapan sempat dilempar. Letakkannya di saku kereta bayi; sebagian menyembul keluar. "Carry him around today, dia akan senang."

Ini rahasia. Namun Sejeong yang amati interaksi tersebut dalam diam, mulai berdoa akan suatu keajaiban.

[✓] And I'm Afraid I'll Miss You Forever • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang