Edan, Asu, Bajingan

795 119 50
                                    

Suatu ketika di halaman rumahmu, tempatku dulu kehilangan hati; kau sedang memandikan motor kesayanganmu. Yang ratusan kali wira-wiri melalui rute yang itu-itu saja; dari Kotagede menuju Kasongan.

Dari rumahmu ke rumahnya. Mengambilnya, mengantarnya keliling kota, dan memulangkannya. Mengambilnya, mengantarnya ke kampus, makan di angkringan, dan memulangkannya. Mengambilnya, singgah di kopi jos dekat tugu—ah, sudahlah. Kenapa ritualmu dan dirinya, saya bisa se-hafal ini?

"Hei, mau ke Alun-Alun Lor?" tanyamu.

Aku memperhatikanmu, mencari hatiku yang telah lama hilang, yang tidak sengaja jatuh kepadamu; yang siapa tahu sudah dipungut olehmu,

"Ayo minum ronde," ajakmu.

"Baiklah,"

"Kalau begitu, ku tunggu nanti malam,"

Ku tunggu?
Tunggu?
Tunggu dulu.
Kenapa saat kita bepergian, selalu aku yang menghampirimu? Seolah usahaku harus lebih besar; apa tak cukup cinta yang sebesar ini telah didedikasikan untukmu?

"Ayolah, kita kan teman,"

Apa harus menjadi selain teman, agar diperlakukan lebih nyaman?

Bagaimana jika aku murka? Lalu, dunia ini akan ku luluhlantakkan; dunia tempatmu dan dia berpelukan,

Tapi ya kau tau, aku tak punya  kekuatan super; hanya ada semacam keputus-asaan. Tentu saja, bencana yang kuanggap sebagai keajaiban mustahil jadi kenyataan. Tapi sungguh, dunia tempatmu dan dia saling berdekapan; sungguh-sungguh harus ku bumi hanguskan.

Kau boleh memanggilku edan, asu, bajingan.
Silahkan.

Karena begitulah,

Mencintaimu aku dipaksa kelewat edan,
Jika tak jadi asu mustahil bertahan,
Kenyataan membuatku jadi bajingan,
































--tapi boong :p

Meracik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang