Bab 3: Jejak Mama

16.3K 1.7K 50
                                    

Baru kali ini Dyah bangun kesiangan, jika di Jerman pagi-pagi sekali dirinya sudaha berlatih panahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru kali ini Dyah bangun kesiangan, jika di Jerman pagi-pagi sekali dirinya sudaha berlatih panahan. Meskipun tujuan utamanya adalah menunggu papanya pulang kerja.

Dyah melangkah menuju lantai dasar, menemui Vena yang sedang menikmati tehnya. Melihat cucunya menghampiri Vena tersenyum, menyeduhkan air putih untuk Dyah.

"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Vena.

"Nyenyak oma," setelah berucap Dyah meminum air putihnya.

"Ingin berjalan-jalan atau di rumah?" tanya Vena takut Dyah masih lelah jika langsung mengajaknya jalan-jalan.

"Aku ingin berjalan-jalan di sekitar rumah oma, boleh?" Vena mengangguk sebagai jawaban.

"Mandilah, lalu kita sarapan." Dyah awalnya protes mengapa Vena menunggu dirinya untuk sarapan di jam 10, wah Dyah merasa bersalah telah bangun siang.

Beginilah jika tidak membawa alat-alat panahnya. Dyah hanya bisa duduk memandangi taman yang apik, rasanya begitu bosan. Akhirnya Dyah memilih berbaring di sofa, menatap langit-langit rumah sekaligus pintu kamarnya yang memang terlihat dari ruang keluarga.

Tak sengaja netranya menatap pintu di lantai 2, tidak jauh dari kamarnya. Dyah tau kamar itu milik siapa, dengan rasa tertarik yang penuh dirinya beranjak menuju kamar mamanya dulu.

Derit pintu terdengar waktu Dyah masuk ke dalam kamar yang tampak rapi. Sedikit berbeda ketika dirinya kemari dulu, seperti seprai yang telah di ganti dan perabotan yang beberapa sudah terganti. Dyah membuka tirai agar cahaya bisa masuk.

Tangannya membuka kait jendela, yang langsung menyajikan taman bunga, sama seperti yang Dyah lihat dari ruang keluarga. Asri sekali, apalagi struktur jendela menyatu dengan sofa, jadi siapapun yang duduk di sana bisa merasakan udara segar sekaligus pemandangan yang apik.

Dyah mengamati semua yang ada di kamar mamanya dan netranya terfokus pada satu benda yang berada di atas rak buku. Terlihat tua, unik dan mengesankan. Dyah meraih sebuah kursi dari meja rias untuk menggapai kotak dengan ukiran rumit.

Asik mengambil kotak tersebut panggilan dari Vena membuat Dyah mau tidak mau menjawab.

"Kamu sedang apa?" tanya Vena begitu melihat Dyah duduk di lantai kamar sembari berjinjit untuk meraih sesuatu.

"Aku menemukan kotak, oma tau itu kotak apa?" tanya Dyah sembari menunjukkan kotak yang masih belum dirinya ambil.

Sebenarnya mudah untuk mengambilnya ditambah tinggi Dyah yang lumayan, tapi kotak tersebut berat, membuatnya kesusahan.

"Itu sudah lama berada di sana, oma juga tidak tau apa isinya," ujar Vena yang semakin membuat Dyah ingin tau apa isinya.

"Apa tidak masalah jika aku buka?" tanyanya sebelum benar-benar kembali meraih kotak tersebut.

Vena hanya mengangguk dan menaruh map yang dirinya bawa di atas ranjang. Membantu cucunya itu menahan beratnya kotak.

"Wah, berat sekali padahal kotaknya tidak terlalu besar," ujar Vena. Keduanya kini duduk di lantai kamar, meneliti dari mana letak kait dari kotak tersebut.

VilvatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang