Bab 5: Pak Kuno

15K 1.6K 29
                                    

Perjalanan menuju kampus terasa sangat panjang, tidak ada pembicaraan hanya di penuhi suara klakson dan kendaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perjalanan menuju kampus terasa sangat panjang, tidak ada pembicaraan hanya di penuhi suara klakson dan kendaraan. Jika berangkat dengan Vena perjalanan yang memang relatif lama karena macet, akan terasa menyenangkan. Akan tetapi, paginya kali ini di temani oleh Arthur.

"Apakah teman kampus kamu menyenangkan?" tanya Arthur, sebenarnya dirinya begitu gugup untuk membuka pembicaraan. Namun, sebagai orang tua rasanya canggung jika tetap berdiam saja.

"Ya."

"Syukurlah." Keadaan kembali hening sampai mobil yang mengantar Dyah sampai di fakultasnya.

"Terima kasih, pak," ujar Dyah pada supir. Lalu, keluar dari mobil. Arthur yang melihat hal itu langsung ikut keluar.

"Dyah!" Langkah gadis itu terhenti, membalikkan badan untuk menatap papanya.

"Bisa kita bicara nanti sepulang kamu kuliah?" sambung Arthur setelah mendekati sang putri.

Dyah menatap ragu pada Arthur, menilai apakah ucapan papanya itu benar atau tidak. Kalau berakhir seperti kemarin, rasanya percuma mereka berbicara.

"Papa akan menunggu sampai pulang, lalu kita bicarakan masalah ini. Papa minta maaf, tidak akan ada paksaan kali ini," ujar Arthur yang mencoba menyakinkan sang putri.

"Pulang saja, kita bicara di rumah," jawab Dyah, lalu kembali melangkah ke arah gedung.

Di sana Dyah telah ditunggu oleh temannya semasa Ospek. Sama-sama keturunan asing membuat obrolan mereka nyambung. Namanya Vepita Harzle, kalau Dyah panggil saat gadis itu tengah jail.

"Tadi, siapa?" tanyanya pada Dyah, ya tidak sengaja dia melihat percakapan temannya itu dengan laki-laki berumur, tapi masih terlihat tampan.

"Papa," singkat jawaban yang membuat seseorang di sampingnya itu melongo, bahkan perjalanan mereka menuju kelas terhenti karena temannya itu berhenti.

"Kenapa?" tanya Dyah melihat tingkah temannya itu.

"Wah! Pantas saja kau cantik, papamu saja setampan itu." Dyah mengernyitkan dahinya.

"Setampan itu?" Ya, memang Dyah akui jika papanya itu terlihat tampan di usia 40 an.

"Bahkan tadinya aku kira beliau pacarmu dari Jerman, kau tau sendirikan sekarang trend memiliki pacar lebih tua dari kita." Penjelasan dari Pita membuat Dyah menggeleng gemas, setidak mirip itu dirinya dengan Arthur?

"Kalian masih ingin terus berbicara di sini!" seruan dari arah belakang keduanya membuat Dyah dan Pita terjengat. Dosen pengampu hari itu berada di belakang mereka. Sosok yang Dyah anggap menyebalkan.

"Maaf pak, ini kami masuk," ujar Pita sembari menyeret Dyah agar cepat-cepat masuk.

"Tumben Pak Kuno baru masuk, biasanya juga udah nangkring di dalam kelas sebelum jam masuk," cecar Dyah begitu mereka mendapatkan tempat duduk.

VilvatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang