"Memories bring back, memories bring back you." -Maroon 5
***
Helaan nafas lelah lagi-lagi terembus keluar. Dua minggu terakhir adalah minggu yang cukup menguras mentalku yang sudah tinggal secuil ini. Setelah diberi cuti lumayan, aku sampai lupa kalau Pak Adam itu sebenarnya tipe bos yang agak killer. Diberi proyek baru di Semarang, seminggu yang lalu aku sempat berangkat ke sana untuk melihat sitenya langsung. Kemudian, memikirkan desain yang sesuai dengan kemauan klien dan kondisi lapangannya. Sitenya yang banyak cela berbenturan dengan keinginan klien membuat agak sulit mencari pemecahan masalah, jadinya lumayan cukup memakan waktu.
Lagi-lagi, Sabtu dan Minggu aku tidak pulang ke Bandung. Belakangan ini Mama jadi lebih sering menelpon, menyuruh pulang dan membantu Mbak Marwa mengurus Nature aka. memintaku untuk resign saja dari Fabulous. Aku sempat kok memikirkan hal yang sama, tapi ada banyak hal yang membuat Fabulous sulit untuk kulepaskan. Walaupun gajinya sebenarnya tidak lebih besar dari pendapatanku di Nature, tapi menjadi arsitek adalah impianku sejak kecil.
Dan...
Fabulous adalah yang pertama yang membuatku merasa menjadi arsitek sesungguhnya. Sejak magang waktu kuliah dulu, rencana awalnya hanya 6 bulan berlanjut sampai sekarang dimana kurang lebih sudah 5 tahun berjalan. Kecocokan dengan Pak Gani di 3 tahun awal bekerja membuatku betah, sedangkan 2 tahun belakangan dengan Pak Adam yang menggantikan Pak Gani sebagai CEO membuatku sering ingin keluar. Hanya terhambat dengan perpanjangan kontrak selama 2 tahun yang kulakukan tahun lalu. Jadi mungkin aku akan memikirkan untuk resign betulan setelah kontrak selesai dan memillih freelance saja.
"Tiya, dipanggil Pak Adam tuh ke ruangannya," ujar Yuni dan duduk di kubikel yang berada tepat disebelahku.
Aku memijat pelipis stress, tapi tetap berdiri juga untuk menghadap ke si Pak Bos.
"Semangat, Tiya! Moodnya Pak Adam nggak sampe mau makan orang, kok," sahut Yuni terkekeh.
Aku mencebik. "Iya moodnya bagus, gue masuk langsung ambyar kemana-mana itu mood."
"Pak Adam sama lo itu beda banget loh, Ya," celetuk Yuni jelas bercanda.
"Sama gue sering marah-marah nggak jelas, suka kasih proyek yang rumit-rumit, suka ngatur, suka maksa, suka nyuruh-nyuruh gue. Ini aja lembur juga nggak tahu doi mau nyuruh apalagi," nyolotku nggak santai.
"Itu karena dia yakin sama kinerja lo."
"Yakin-yakin mata lo juling?"
"Udahlah Tiya, tenang aja. Gue tungguin sampe lo kelar," tenang Yuni tidak berhenti tertawa. "Cepetan masuk, dia marah siapa yang tau kita bakal dicincang hidup-hidup. Mana kantor tinggal kita bertiga doang."
Aku mengangguk membenarkan. Membesarkan hati, sudah siap kalau semisal kena semprot karena proyek yang kukerjakan nggak lancar seperti ekspektasinya. Lagian siapa suruh juga suruh aku yang mengerjakan proyek yang rumit-rumit, sementara ada Bang Elo yang lebih berpengalaman. Bukan masalah tidak mau juga sebenarnya, tapi kadang-kadang aku merasa nggak enak sama senior yang kadang merasa dianak tirikan.
Berjalan mendekat ke pintu ruangan Pak Adam, lalu mengetuk pelan.
"Masuk, Ya," sahut Pak Adam dari dalam.
Membuka pintu pelan-pelan dan masuk ke ruangan minimalis serba putih milik Pak Adam. Ruangannya memang yang jadi paling adem seisi kantor ini, kontras dengan kepribadiannya yang berbeda 180° derajat.
"Bagaimana perkembangan desainnya Bu Chandra? Masih kesusahan?"
"Tinggal masalah ramp dan pemasangan jendela untuk sisi belakang saja, Pak. Bu Chandra masih kekeuh mau rampnya di desain melingkar, sementara space untuk itu terlalu besar dibanding ukuran sitenya. Apalagi beliau mau ramp standar yang landai. Bangunan kastil yang memang ada di halaman belakang juga nutup akses matahari dari barat, sehingga kesulitan untuk penuhin keingin beliau untuk ruang melukis ke arah matahari terbenam. Tapi, mungkin saya bakal saranin untuk kastil di lantai paling atas saja yang dijadikan ruang melukis, jembatan bakal jadi penghubung biar lebih memudahkan akses."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita yang Dulu| REMAKE
ChickLitAtiya Tatjana Almira sudah lama meninggalkan perasaannya untuk Arvalio Ghifary Atmawardoyo- teman sekaligus pria yang ia sukai saat SMP. Meninggalkan perasaan termasuk juga meminimalisir segala kemungkinan yang bisa membuatnya kembali bernostalgia d...