Katanya suka? Ketemu orangnya pura-pura ga ada rasa. Gimana sih?!
-Khanza-Suasana kereta memang memberikan sensasi tersendiri bagi Khanza. Pemandangan yang indah, tenang di waktu tertentu juga bising yang tiba-tiba datang. Setidaknya ia perlu memikirkan hal-hal menyenangkan untuk sekarang ini. Apapun itu. Semoga hari ini merupakan hari baik untuknya.
Khanza berusaha fokus dengan pekerjaannya, men-sketsa beberapa model anting-anting lucu untuk project baru toko onlinenya. Tak banyak yang tahu, hanya beberapa orang tertentu seperti Bagus, Kak Anya, tim kerja, serta abangnya yang suka ngomel ga jelas kalau ia sedang berpergian. Ya meskipun kata mamanya ia adalah 'PENGABDI' alias Pengangguran Abadi tapi ia punya penghasilan yang bisa dibilang lumayan. Wajar saja mamanya menganggap begitu. Fakta Khanza hobi kelayapan, pulang hanya untuk menyapa sang mama dan berjumpa dengan kasur lalu besoknya ia kembali menghilang adalah kebenaran yang nyata. Itu juga alasan Abangnya yang suka marah-marah.
"Sempit banget, geser dong," gerutu seorang laki-laki berpakaian kantor lengkap yang duduk di sebelahnya. Khanza mendengus. Ini tak sesuai rencananya. Sungguh, ia ingin duduk sendiri, tenang menikmati pemandangan sepanjang perjalanan yang dilakoninya. Sayang, tidak bisa ia lakukan sekarang. Untuk kesekian kalinya kakak laki-lakinya itu merecokinya.
Khanza memasukkan sketch book-nya ke dalam tas, akan lebih baik ia tak melanjutkan. Ia butuh konsentrasi untuk menghasilkan suatu inovasi baru. Mencoba mengalah, ia lalu menggeser duduknya sedikit. "Lagi. Pantat gue cuma sebelah nih yang dapat kursi empuk." Bersabar, Khanza kembali menggeser duduknya merapat ke orang di sebelah kirinya.
"Pantat lo aja yang kegedean," sahut laki-laki di dekat jendela tepat sebelah Khanza.
Khanza tahu, ini pasti ulah mamanya. Seharusnya ia bisa mengira ini terjadi, sebab sikap mamanya kemarin saat ia pergi tanpa pamit bersama Bagus, yang biasanya mamanya akan mengadakan ceramah lokal dengan tenggat waktu lebih dari tiga jam dan bisa berujung dengan pengurungan di dalam kamar selama dua hari atau parahnya mama ngambek ga mau bicaraa dengannya selama seminggu, justru semalam bersikap manis.
Tapi melihat Bagus juga turut serta, besar kemungkinan ini karena sogokan cowok itu semalam, klepon dan kopi mang Dadang. Hendak protes ke mama dengan minta bantuan papa, papa justru berpihak pada nyokap. Rasanya Khanza jadi korban manipulasi mamanya.
Menahan geram, ia menarik napas. Ia harus menambah stok kesabaran yang luar biasa banyak. Khanza tahu dua manusia di sampingnya tak pernah akur. Dan ia tahu, perjalanan kali ini tidak akan tenang seperti perjalanan sebelumnya.
"Pantat lo itu, geser dong." Bang Jefri kembali mendorong yang ditanggapin Bagus dengan aksi yang sama.
Cukup sudah ia menahan. Kalau tidak melihat suasana kereta yang ramai, sudah pasti ia akan mengoceh panjang lebar atas kelakuan dua laki-laki di sampingnya ini. Mengatur nafasnya, Khanza mencoba berkata dengan nada serendah mungkin. Rendahnya orang yang sedang marah, tahu? "Kalian berdua kalau mau nyiksa gue, jangan gini caranya. Sakit tahu, lo berdua gencet. Lo pikir gue plastisin yang bisa melar?"
"Temen lo itu, suka cari gara-gara."
"Abang lo yang kurang kerjaan ngikutin kita."
"Eh, ini amanah ya? Lagian gue gak percaya adik gue pergi bareng lo, lo kan pejahat ke-."
"Kalian kalau ga bisa diam, gue pindah aja. Pusing gue lama-lama." Khanza berdiri, melihat kursi kosong di belakang matanya berbinar. Akhirnya ia bisa duduk dengan tenang. Ia membawa turut serta tasnya, duduk di bangku belakang, hanya berjarak satu kursi dari tempatnya semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA KHANZA
ChickLitKisah rumit si pengembara! Khanza Monalise Sabara, anak seorang pengusaha terkemuka yang mendedikasikan 3 tahun pertama dari dua persepuluh abad umurnya [re: 3 dari 23th] dengan berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Tentu saja kisah ini tentang...