Semarang
Tengok kanan, tengok kiri, hilir mudik orang-orang naik dan turun kereta, hal serupa yang jadi pemandangan rata-rata di stasiun. Suasana ramai orang pergi dan pulang. Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Khanza sampai di Semarang juga.
Kak Anya tadi sempat mengabari kalau ia sudah sampai di lokasi. Sementara Tim-nya, tim promosi yang beranggotakan lima orang telah sampai kemarin malam, ia pecah tugas menjadi tiga bagian. Tidak termasik Sari.
Sari, asisten pribadinya sekaligus managernya ia suruh untuk mencari penginapan yang bagus. Setidaknya abangnya bisa dengan nyaman tinggal . Tak lupa juga menjemputnya di stasiun. Sebenarnya ia sudah ada konsep kali ini. Alam yang asri. Tapi ia tak mungkin tega membiarkan bos perusahaan papanya -abang tercintanya tidur di villa yang dingin.
"Sar, lo dimana? Gue udah sampai. Lo bawa mobil kan?"
"Bawa, kenapa sih biasanya juga kalau gue jemput pakai motor? Tumbenan lo minta mobil."
"Gue bawa buntut, mana muat kalau pakai motor."
"Bang Bagus ikut?"
Khanza maklum Sari begitu menyukai Bagus. Kadar ketampanan cowok itu memang tak kira-kira. Dulu ia, Sari, dan Bagus satu universitas. Kenal dekat dengan Sari karena punya hobi yang sama, sama-sama suka karate, sama-sama suka lukis. Cewek itu satu-satunya cewek antik yang pernah ia temui. Tipe cewek tomboi yang suka banget potong rambut laki. Suka ngajakin ribut kakak tingkat yang sok-sok an. Pernah baku hantam sama mahasiswa rese yang suka gangguin adik tingkat. Pokoknya dia paling ditakuti dulu baik kubu perempuan maupun laki-laki. Padahal aslinya baik banget.
Tapi melihatnya sekarang sudah jauh berbeda. Katanya ia menemukan inspirasi untuk menjadi perempuan tulen. Tahulah siapa dari percakapan mereka tadi.
"Kenapa lo? Girang banget."
"Calon jodoh gue ikut, ya kali gue ga seneng."
"Pacar gue jangan lo embat." Ya, semalam Khanza menceritakan kejadian memalukan itu pada Sari. Tahu apa reaksinya? Gini katanya, "Mampus, ketulah kan lo."
"Belum sah, juga. Gue di depan nih. Lo buruan keluar deh."
"Bentar." Khanza kembali ke tempat duduknya, menghampiri dua manusia yang saling diam duduk berjarak. "Yuk, ke depan. Sari udah jemput."
Tanpa menunggu ia menggeret kopernya keluar stasiun diikuti dua laki-laki itu. Di depan sana Sari melambaikan tangan. "Za, di sini."
"Siapa dia, dek?"
"Teman gue, ayo buru masuk. Kita anterin lo ke penginapan bang."
"Gue, sendiri?"
"Nanti Bagus nyusulin lo, gue mau jalan dulu sama pacar."
"Ga mau," tolak Bagus mentah-mentah. Bahkan cowok itu memilih masuk mobil lebih dahulu.
"Lo tidur dimana?"
"Di villa dekat lokasi."
"Gue ikut."
"Tapi lo kan ga bisa dingin bang?"
"Ya udah sih. Lo kira gue cowok apaan?!" Katanya tak terima.
"Akibat tanggung sendiri ya. Sar, langsung lokasi ya. Kak Anya udah nunggu di sana."
"Siap, bu bos. Buru gih masukin barang-barang lo. Dan untuk lo bang, kenalin gue Sari."
"Jefri."
"Halo bang Bagus," sapa Sari pada Bagus.
"Halo Sar,"
Khanza bergegas memasukkan kopernya ke Bagasi. Sialan Bagus, cowok itu sedang berleha tanpa ada niat membantu. Sedangkan Sari sepertinya tertarik dengan abangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA KHANZA
ChickLitKisah rumit si pengembara! Khanza Monalise Sabara, anak seorang pengusaha terkemuka yang mendedikasikan 3 tahun pertama dari dua persepuluh abad umurnya [re: 3 dari 23th] dengan berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Tentu saja kisah ini tentang...