Bismillah
***"Ketika aku tak bisa menyampaikan rindu ini secara nyata padamu, maka jalan yang ku pilih hanyalah menyampaikan rindu ini pada Illahi."
-Humaira Aghata Asilla-
!?!
Sepertinya merindukan seseorang itu tidak mengenakkan, rindu yang sudah terpendam selama dua minggu lamanya. Perjuangan menjaga cinta, perjuangan bersabar untuk menahan gejolak rindu. Itu sulit untuk gadis cantik bernamakan Aghata.
Dilain sisi, Aghata legah karna setidaknya ada Haidar yang bisa menjaga adiknya selama di Kairo. Syukur Haidar lulus ujian dan Haura pun mau untuk kuliah di Kairo. Dengan begitu, Aghata tak perlu terlalu cemas.
Aghata merasakan rindu pada pemilik kaos hitam oblong yang kini ia peluk. Apa kalian ingin aku ceritakan mengenai bagaimana kaos itu ada pada Aghata? Baiklah, mari!
Ketika itu, tepatnya dua minggu kemarin, ketika di Bandara, tempat di mana terakhir kalinya Aghata melihat batang hidup pria itu. Sebelum pria itu menaiki pesawat, secara mendadak pria itu berlari ke arah Aghata.
Pria itu mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tas ranselnya. Dengan ragu, Aghata menerima kotak itu. Pria itu kembali lagi berbisik, tak ingin orang lain tahu apa yang pria itu ucapkan.
"Simpan baik-baik. Peluk jika kamu merindukan saya. Saya akan kembali! Itu pasti!"
Kalimat itulah yang terakhir kali Aghata dengar dari mulut pria itu. Bukankah memikirkan seseorang yang bukan mahramnya itu tidak boleh? Sulit untuk Aghata melupakan pria itu.
Jika kalian pernah mendengar kata 'semakin aku ingin melupakanmu, semakin aku mengingatmu' mungkin seperti itulah Aghata kini.
Ketika pergi ke kafe, penjaga kasir dengan senyum manisnya itu tak lagi ia temui. Meski kini penggantinya pun ramah dan murah senyum, tapi bukan senyum itu yang ia cari.
Jika di perkirakan, berapa tahun lagi Haidar kembali? Berapa lama rindu ini terpendam? Mampukan Aghata bersabar? Oh Allah, bantulah mereka.
"Astagfirulah. Haura, kamu kenapa?"
Aghata langsung terpekik kaget melihat layar ponselnya yang kini menampilkan sosok adiknya yang terbaring di ranjang dengan wajah pucat. Di samping adiknya itu, ada seorang lelaki yang ia rindukan.
"Haura hanya kelelahan. Kamu tidak perlu panik, ada saya di sini." Aghata cukup legah mendengar kalimat yang muncul dari Haidar. Entah bagaimana bisa Haidar ada bersama adiknya. Padahal tadinya ia ingin vidiocall dengan sang adik, mengapa wajah Haidar yang muncul. Bahkan kini mereka saling bertatap layar.
"Tolong jaga adik saya, mas. Dia bandel." Haidar terkekeh mendengarnya, dengan cepat Haidar mengangguk serta memberi hormat seolah berkata 'siap'. Memangnya mengapa tidak? Toh, Haidar sendiri pun sudah menganggap Haura adiknya sendiri.
"Saya juga minta tolong. Tolong jaga hati kamu untuk saya."
Aghata cepat-cepat mematikan sambungan telfon. Entah di sana Haura mendengarnya atau tidak. Atau mungkin setelah mereka kembali dari Kairo, mereka akan menjadi teman dekat dan Haura akan melupakan mana kakak kandungnya.
Tanpa Haidar minta pun tentu Aghata akan melakukannya. Cinta yang selama ini ia jaga untuk Allah, Rasullulah, orang tua dan keluarga, kini hatinya pun harus ia jaga untuk Haidar. Nama indah yang terpaku dalam hatinya.
!?!
Al-Azhar, Kairo ...
Senja sore mengingatkan Haidar akan Aghata, di mana di bawah senja sore kala itu, cintanya terungkapkan. Rasanya ia sangat ingin menarik gadis itu kemari. Menggenggam erat tangan gadis itu agat tetap stay dengannya. Tapi kenyataannya ia harus bersabar.
Berapa tahun lagi Haidar bisa menghalali gadis itu? Berapa tahun lagi Haidar bisa tertawa riang berduaan dengan gadis itu? Jika Haidar harus merelakan cita-citanya demi cintanya itu pun sulit. Merelakan cita-cita sejak dulu, bahkan sejak sebelum ia mengenal Aghata. Tak semudah itu.
Di sini pun, Haidar mesti kerja untuk sekadar menunjang hidup, tak jauh beda dengan pekerjaannya di Indonesia, menjadi pununggu kasir. Sayangnya, pelanggan yang ia inginkan tak ada.
"Bang?"
Sentakkan itu membuat Haidar menoleh, terdapat figur Haura dengan balutan gamis dan jilbab segi empatnya yang masih bergaya syar'i. Haura ikut duduk di kursi panjang yang tersedia di taman, untungnya kursinya panjang, jadinya masih ada jarak lumayan jauh.
"Abang nggak ada niatan buat halalin Kak Aghata?" Haidar terkekeh mendengar celetukan dari Haura. Niat? Bahkan Haidar sudah sangat ingin meminang kakak dari Haura itu.
"Kak, boleh pinjam ponsel?" Haura itu suka sekali mengganti-ganti topik. Padahal Haidar baru akan mendekati Haura untuk membantunya.
Segera Haidar mengeluarkan ponselnya. Haura seperti mengetik nomor ponsel seseorang. Setelah dirasa urusan Haura selesai, Haura segera mengembalikkan ponsel Haidar.
"Terima kasih, abang. Assalamualaikum." Haura segera berlalu pergi meninggalkan Haidar. Haidar setelah menjawab salam, ia mengcek ponselnya.
Terlihat ada nomor baru yang tersimpan di WhatsApp milik Haidar. Segera Haidar membuka roomchat itu.
Me:
Assalamualaikum, kak. Ini aku, Haura pakai hp nya bang Haidar. Maaf tadi hp aku mati. Nggak usah panik sampai lebay!Humaira Aghata:
Cepetan balikin hpnya! Nomor kakak jangan di save di hp Mas Haidar!Me:
Bawel!
Eh kak?Humaira Aghata:
Apalagi? Cepetan balikin!Me:
Dikangenin Bang Haidar!Read.
Haidar tertawa membaca isi chat kakak beradik itu. Dan menguntungkannya, Haidar kini punya nomor ponsel Aghata. Meski Haura berkata nomor Aghata tidak akan di simpan, ternyata sudah tersimpan.
Setidaknya Haura sudah membantunya untuk mengungkapkan rindunya, ya meski tidak di tanggapi oleh Aghata. Tapi, Haidar yakin betuk jika Aghata pun sama rindunya seperti ia.
"Makin gemas ih! Ya Allah, cepatkan waktunya, agar bisa cepet nikah sama Aghata."
***
Ada yang rindu sama doi kah? Wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira Aghata Asilla[Selesai]
Teen Fiction[Sekuel dari Jodohku ya Kamu] [SELESAI.] Gadis berparas cantik yang begitu mencintai Allah Ta'ala. Sampai karna cintanya kepada sang Rabbi, ia malas untuk memikirkan perihal jodoh. Meski pun umurnya sudah menginjak usia 22 tahun. Ia pasrahkan jodoh...