HAA 1: El Fishawy Cafe

1.1K 126 47
                                    

Bismillah.

"Cake adalah suatu hal yang sangat aku cintai setelah Allah, Rasull, dan orang tuaku. Dan bisakah kamu menggantikan posisi cake itu?"

~Humaira Aghata Asilla~


***

Senja sore yang begitu indah membuat setiap mata jatuh cinta. Sayangnya senja tak abadi, karna memang tiada yang abadi kecuali Allah. Dibawah senja indah itu, seorang gadis cantik dibalut dengan ghamis orange dan jilbab lebar yang senada dengan ghamisnya, hampir sama dengan warna senja itu.

Gadis itu berjalan seorang diri menuju sebuah cafe yang ia tahu, baru kemarin diresmikan. Sebagai penggemar cake lovers, gadis itu seolah punya kewajiban untuk mendatangi cafe baru itu yang dengar-dengar banyak menyajikan cake.

Matanya berbinar menelusuri tiap sudut cafe itu, yang aesthetic sekali, pas untuk anak muda. Dan lagi, nama cafe itu pun unik. El Fishawy Cafe.

Tring...

Lonceng cafe berbunyi, menandakan ada seseorang yang masuk. Hampir semua pengunjung mengalihkan pandangannya menuju pintu. Aghata merasa risih bila menjadi sorotan seperti ini. Ia hanya tersenyum tipis lalu mencari tempat duduk yang kosong.

Benar dugaannya. Kafe ini memang aesthetic dan sangat cocok untuk anak muda. Terbukti dari banyaknya pengunjung yang didominasi anak muda.

Dan ya, sepertinya hanya Aghata yang kemarin seorang diri. Yang lainnya, bersama teman atau pun pacar. Sedangkan ia sendiri. Biarlah. Lagi pula tak ada larangan untuk datang seorang diri.

Aghata memang bisa dibilang tidak punya sahabat. Meski tak punya sahabat, tapi ia punya teman, ya meski sekadar teman, tidak terlalu dekat. Mungkin, karna Aghata tipe cewek pendiam, jarang main, jarang nongkrong, jarang curhat, dan ngomong cuma yang penting-penting saja. Bagi Agatha, cukup Allah yang menjadi teman curhatnya.

Seketika seorang pelayan menghampirinya membawa buku menu. Aghata menyambut nya dengan tersenyum, kemudian ia mengambil buku menu itu dan membolak-baliknya.

Banyak jenis cake yang belum pernah ia coba, banyak pula kopi yang belum pernah ia tahu, karna memang Aghata tidak doyan kopi. Dikafe ini pun tidak hanya menyajikan cake dan coffe, tapi juga makanan lain.

"Mbak, ini nama kuenya unik-unik ya?" ucap Aghata pada sang pelayan membuat pelayan itu sedikit terkekeh.

"Katanya nama-nama kuenya ini diambil dari Mesir mbak." Aghata manggut-manggut. Kemudian ia memilih beberapa cake yang membuatnya penasaran, dipadu dengan milk shake chocolate. Setelahnya, pelayan itu pergi.

Sembari menunggu, Aghata memilih untuk memfoto bagian-bagian di cafe
Ini. Meski disana juga ada tempat khusus untuk berfoto, tapi ia enggan. Karna, Aghata tak suka berfoto ria.

Sejenak, pesanannya datang. Aghata tersenyum lalu pelayan itu kembali pergi. Sebelum makan, Aghata lagi-lagi memfoto pesanannya. Bukan untuk di upload disosmed, ia tak se-eksis itu. Hanya untuk kenang-kenangan saja. Jika kalian lihat isi galerinya, dipenuhi dengan banyak foto cake.

Ia memesan lima jenis cake yang ia lupa namanya, juga satu milk shake chocolate. Perut kosongnya sudah siap untuk melahap. Satu demi satu ia coba, rasanya enak. Bahkan, sudah ludes tak tersisa. Dalam hati, Aghata berjanji insya Allah ia akan kembali kesini lagi.

Aghata beranjak dari duduknya menuju kasir. Untungnya kasir sedang tidak ramai, jadilah ia tak perlu mengantre. Disana ada seorang cowok sekirany seumurannya, atau satu tahun lebih tua darinya, sepertinya ia yang menjaga kasir.

"Mas, itu punya saya berapa totalnya?"

"450.000 mbak." Aghata mengangguk, ia merogoh tasnya, mencari-cari dompetnya. Tapi, tidak kunjung ada. Sekali lagi, ia mencarinya, tetap saja nihil.

Aghata menepuk jidatnya teringat akan suatu hal. Dompetnya pasti masih dibawa adiknya--Haura-- tadi saat Haura meminta dibayarkan taxi, dan ia lupa meminta dompetnya kembali.

Aghata menatap penjaga kasir itu sembari mengigit bibir bawahnya. Matanya mondar-mandir seolah berpikir.

"Emm  ...mas, maaf saya lupa bawa dompet," ucap Aghata sembari memejamkan matanya dan mengigit bibir bawahnya. Ia sudah berpikir bahwa ia akan diminta membersihkan toilet, atau mencuci piring, atau bahkan diamankan disini sampai  makanannya itu lunas. Lelaki itu tersenyum melihat tingkah gadis dihadapannya ini.

"Tidak apa, mbak. Saya yang akan membayarnya." Aghata membuka matanya kaget. Ia melihat lelaki itu tengah mengeluarkan uang seratusan empat lembar dan lima puluh ribu satu lembar dari dompetnya, kemudian ia simpan ditempat penyimpanan uang.

"Eh  ...aduh! Em  ...tapi mas, saya enggak enak sama mas. Insya Allah, nanti saya balik kesini ya buat bayar, saya bolehkan pulang dulu?"

Lelaki itu terkekeh sejenak. "Silakan pulang. Jika mau kembali pun silakan. Tapi, uangnya tidak usah diganti."

Aghata semakin tidak enak dengan lelaki ini. Ia saja tidak mengenalnya, dan malahan merepotkan. Memangnya berapa juga gaji pelayan disini? Aghata takut uang lelaki itu habis karnanya.

"Anggap saja nafkah dari saya untuk, mbak."

***

Humaira Aghata Asilla[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang