HAA 43: Dia Siapa?

343 47 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahim allahummasholi alaa Muhammad
•••

Haidar sekarang benar-benar kalut pada pilihannya. Keduanya begitu berharga, Haidar tidak mungkin memilih salah satunya.

Haidar tidak mungkin meninggalkan Aghata, tapi ia tidak mungkin egois. Ia tahu Bundanya begitu ingin ayahnya kembali. Dan ini adalah kesempatan untuk ayahnya kembali.

Tapi, apa Haidar harus melepaskan Aghata? Haidar baru menikah dengan Aghata. Terlalu menyedihkan jika mereka harus pisah secepat ini.

Mereka saja belum sempat mempunyai anak. Kebahagian mereka benar-benar belum lengkap. Pilihan Haidar nanti pasti akan melukai salah satu pihak. Dan Haidar tidak bisa memilih.

Haidar benar-benar tidak mengerti mengapa ayahnya seperti itu. Apapun masa lalu ayah dan bundanya, tetap saja Pak Ali adalah ayah kandungnya.

Haidar benar-benar ingin sekali memiliki keluarga lengkap. Sejak kecil ia hanya hidup bersama bunda dan adiknya. Berbeda dengan teman sebaya lainnya.

Impian Haidar sejak kecil itu hampir terwujud. Hanya saja, jika Haidar benar-benar ingin impian itu terwujud. Tentunya ia harus merelakan cintanya.

Mendapatkan Aghata bukan hal mudah. Tapi, kehadiran ayahnya juga hal berharga.

Setelah menemui ayahnya tadi, Haidar tidak langsung pulang. Haidar tetap berada di taman. Ia belum siap pulang, apalagi bertemu dengan Aghata dan bundanya.

Haidar mengusap wajahnya kasar. Dihadapi pilihan yang sangat sulit baginya. Berkali-kali Haidar istigfar, ia ingat perkataan bundanya. Bundanya bilang, saat sedang dirundung masalah, maka ingatlah Allah agar hati tenang.

"Nih." Haidar sedikit terkejut tiba-tiba ada seseorang yang menyodorkan minuman kearahnya. Haidar menoleh dan Haidar sangat terkejut di sampingnya sudah ada seorang gadis dengan rambut panjang dan pakaian ketat. Gadis itu tersenyum lebar kearah Haidar.

Haidar refleks berdiri, Haidar menatap dalam gadis itu. Gadis yang samar-samar Haidar ingat.

"Hai, Haidar. Apa kabar hem?" tanya gadis itu lembut. Haidar mengalihkan pandangannya seray beristigfar. Haidar tidak menyangka gadis itu kembali hadir.

Haidar kembali duduk sembari memalingkan wajahnya dari gadis itu. Dengan lancangnya gadis itu duduk di sebelah Haidar. Bahkan, gadis itu mepet-mepet.

Dengan refleks Haidar berdiri. Ia menatap tajam gadis itu. Gadis itu tetap seperti tadi, tersenyum lebar. Gadis itu ikut berdiri dan mendekati Haidar.

"Masih ingat aku? Indira Clarrisa?"

Haidar membuang wajah. Nama itu benar-benar membuat Haidar muak. Sekarang Haidar yakin, masalahnya akan semakin bertambah dengan kedatangan Indira.

Otak Haidar serasa akan meledak. Masalah pertamanya saja belum selesai. Ditambah sekarang Indira hadir. Haidar yakin, kehadiran Indiran pasti ada tujuan yang akan membuat Haidar semakin dililit masalah.

"Mau apa kamu?" tanya Haidar dingin seraya menatap tajam Indira. Gadis itu masih tersenyum lebar, benar-benar tidak peduli dengan tatapan Haidar.

"Mau ... em apa ya?" jawab gadis itu enteng. Haidar semakin menggeram, batinnya terus beristigfar. Menghadapi gadis seperti Indira hanya butuh sabar.

Indira menatap Haidar dengan senyuman menggoda. Indira memainkan rambut panjangnya. Membuat Haidar langsung mengalihkan pandangannya.

"Mau ... ke hotel yuk?" ajak Indira dan hendak menarik tangan Haidar. Tapi, sebelum tangan Indira benar-benar menyentuh tangan Haidar. Haidar sudah lebih dulu menjauh.

Haidar tahu betul gadis seperti Indira ini. Jika berlama-lama dengannya hanya akan menguras energi.

"Gue harap ini pertemuan terakhir kita!" Haidar menegaskan pada Indira dengan tatapan tajam. Bahkan Haidar mengubah bahasanya. Itu tandanya Haidar benar geram.

Indira mengangguk-angguk paham. Ia berbalik akan pergi, tapi baru juga melangkah sekali. Indira berbalik dan mengedipkan matanya. Haidar langsung buang muka.

Dan seketika Haidar merasakan sebuah serangan. Haidar menoleh dan mendapati Indira tengah memeluknya.

Haidar melotot, cepat-cepat ia mendorong tubuh Indira sampai gadis itu tersungkur. Indira menatap Haidar, menampilkan raut yang dibuat sesedih mungkin.

"Aw ... Haidar, kok kamu jahat sih? Aku--" Haidar langsung pergi meninggalkan Indira yang masih belum berdiri.

Kepergian Haidar tidak membuat Indira kesal. Indira malah senang, karena kedatangannya berhasil mengusik Haidar.

"Sampai jumpa lagi, Muhammad Haidar Gibran."

•••

"Astagfirulah, Mas. Kamu ke mana aja?" Haidar baru masuk kamar dan disambut kepanikan dari Aghata.

Haidar benar-benar kalut dalam masalahnya. Haidar tidak siap menceritakan semuanya pada Aghata. Ia tidak ingin Istrinya jadi kepikiran.

Untuk sementara ini, biarlah hanya Haidar sendiri yang memikirkannya. Haidar tersenyum lebar mencoba baik-baik saja di hadapan Aghata.

Seketika Aghata mendekat dan hendak memeluk Haidar. Tapi, Haidar segera mencauh. Haidar tahu jika aroma tubuh Indira masih menempel di tubuhnya.

"Ja-jangan." Aghata mengernyit bingung. Aghata mencoba memikirkan kesalahannya, sampai-sampai Haidar tidak mau dipeluk.

"Aku bau ... aku mandi dulu ya," ucap Haidar menenangkan Istrinya. Keduanya tersenyum. Haidar langsung masuk ke kamar mandi.

Haidar berendam dan menenangkan dirinya sejenak. Apapun pilihannya nanti, Haidar hanya berharap semuanya akan baik-baik saja.

"Semoga saja."

•••
Jangan lupa pencet bintang sebelah kiri ya^^
Hayo Indira siapa tuh?

Humaira Aghata Asilla[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang