HAA 2: Berani

757 93 53
                                    

Bismillah.
***

***

Kembali lagi, senja sore yang begitu indahnya, menemani gadis berparas cantik yang kerap tampil dengan balutan gamis dan khimar senada.

Kali ini, Aghata menghabiskan sorenya dengan bersantai dirumahnya yang terdiri dari dua lantai dan cukup luas, sembari menonton tv, juga untuk menunggu waktu berbuka puasa.

Aghata memang hari ini sedang puasa senin-kamis. Alhamdullilah, ia sudah rutin menjalankannya bila tidak uzur. Karna, memang banyak pula keutamaan puasa senin-kamis.

"Ih! Mou ngeselin banget ih!" gerutu Haura yang baru datang lalu ikut duduk disamping sang kakak. Aghata menatap sang adik yang memasang wajah cemberut.

"Kenapa, dek?" Haura menoleh. Ia menghela napas pelan.

"Itu tuh si Mou. Sudah tua, ngeselin lagi. Tadi tuh dia nyakar-nyakar pintu kamar aku, kak," adu Haura pada sang kakak.

"Sama kucing saja segitunya. Lagi puasa jangan marah-marah, nanti puasanya sia-sia, cuma dapat laper sama hausnya saja."

Haura mendesah pelan , kakaknya ini suka sekali menasehatinya, bahkan hal kecil pun.

"Kak, kita buka puasa diluar yuk? Sehabis mahgrib," tawar Haura dengan mata berbinar-binar. Aghata nampak berpikir, seketika pikirannya melayang pada lelaki dikafe kemarin. Aghata bisa saja mengajak adiknya berbuka disana, sekalian membayar makanan yang kemarin.

"Iya, tapi kakak yang pilih tempatnya," Haura mengangguk.

***

Aghata, Haura, dan Rey kini sudah berada di El Fishawy Cafe. Haura dan abinya--Rey-- nampak takjub, tempatnya begitu aesthetic dan kekinian, bisa ditebak pemiliknya pasti masih muda, tahu sangat selera anak muda. Dari nama kafenya saja sudah menarik, apalagi tempatnya.

Tring...

Lonceng tanda ada yang masuk kafe berbunyi. Aghata, Haura, dan Abinya segera memilih tempat duduk. Setelah duduk rapi dimeja mereka, seorang pelayan menghampiri mereka.

Aghata memesan makanan yang sama seperti kemarin. Meski pun untuk berbuka, tetap saja ia memilih cake. Sedangkan Haura, gadis itu hanya memilih nasi kuning spesial ditambah dengan cappucino cincau. Favoritnya. Dan sang abi hanya ngikut Haura saja. Setelah itu sang pelayan pergi.

Haura mengedarkan matanya menelusuri. Banyak tempat yang bisa dijadikan spot foto. Sayangnya ada pemandangan yang tak ia suka, banyak orang berpacaran. Iri kah Haura? Ia yang sejak kecil dididik untuk tidak pacaran hanya bisa ndelosor melihat mereka-mereka yang berbuat dosa.

"Kak, kok nama cafe nya unik, aneh gitu sih?" tanya Haura melihat sang kakak yang sibuk dengan ponselnya. Abinya pun sama.

"Tanya saja sama yang punya," jawab Aghata tanpa menoleh pada Haura. Haura mengedarkan pandangannya, mencari sang pemilik tempat ini. Ketika matanya berkeliling, seorang pelayan datang membawa nampan.

"Mbak, pemilik kafe ini ada?" tanya Haura yang masih penasaran.

"Oh, ada mbak," jawab sang pelayan sembari menurunkan makanan.

"Tolong panggilkan kesini mbak," titah Haura seenaknya. Aghata menggeleng lalu menghela napas sejenak.

"Kamu nggak sopan banget sih. Yang butuhkan kamu, masa dia yang suruh kesini?" protes Aghata. Abi Rey hanya terkekeh.

"Tidak apa, mbak. Saya panggilkan sejenak," ucap sang pelayan membuat Haura berbinar senang, lalu pergi.

Karna azan mahgrib sudah berkumandang, mereka sudah melahap makanannya sembari menunggu sang pemilik kafe. Mungkin bukan hanya Haura yang penasaran, tapi juga Aghata.

Humaira Aghata Asilla[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang