Siapa bilang dunia itu adil? Dunia itu tidak adil, salah satu contohnya adalah Cinta
.
.
.
{Helios Pov}
'Hei" sapaku
Cia melihat ke belakang dan menatap ku dengan senyumannya "ya?" ujarnya
"Kau memang suka cari perhatian ya?"
Senyumnya menghilang, apa aku salah bicara? Apa aku seharusnya tidak bicara seperti itu? Sudah ku duga, aku tidakk cocok bicara dengan wanita
"Apa kau iri? Mau ku ajarkan seperti ku juga? Cara yang pertama adalah berhentlah berbicara dengan menyakiti hati orang lain, apalagi kau lah yang memulai pembicaraan"
Senyumnya kembai mengembang, senyum yang sangat manis, lalu aku dan Cia terkejut
"Berani sekali kalian bicara saat jam pelajaran saya"
"Hehe" ujar Cia, cukup ku akui nyalinya besar juga dengan guru yang sedang dalam fase marah
"Berdiri"
Aku melihat Cia yang segera berdiri sabil tersenyum. Aku kagum dia masih tetap tenang walau sedang di marahi seperti itu, apa lagi dia di permalukan, apakah aku juga harus berdiri?
"Jangan marah – marah nanti cepat tua"
"Diam"
Dia berhenti tersenyum, tetapi bukan berarti berhenti menggoda. Dipasangnya raut wajah yang anak anak ilang "merajuk". Ketika mama pergi dia terus manatap lalu sunyum
'Buk'
Mama melihat ke arahnya "apa lagi?"
"Saya akan menang"
"Gak akan" ujar mama
Menang apa? Apa yang mereka taruhkan? Ku rasa itu sudah terjadi sangat lama, mama melirikku
"Siapa bilang kamu bleh duduk, berdiri"
Aku segera berdiri, ku tatap Cia yang mencoba menahan tawanya. Cia kini sudah melekat ke meja, saat ku lihat ternyata dia sudah duduk di meja. Sial itu curang, lalu dia berdiri dan berjalan ke loker
"Aaaaa" teriaknya tiba – tiba
Aku terkejut mendengar teriakan itu, seluruhnya melihat ke arah Cia, dia terdiam. Tiba – tiba ada yang keluar dari lloker dengan cara melompat. Dengan segera ku ambil Cia, ada ular di lokernya. Aku dapat merasakan karena aku menyentuh kedua engan atasnya, dan juga aku berdiri dekat dengannya.
Badannya gemetar, matanya merah dan lengannya panas. Rahangnya menegang, jelas sekali bahwa dia maah, siapa pun yang melakukan itu, dia sukses membuat Cia marah. Di lihat dari, cara dia tadi tetap tersenyum walau aku kata – katai, dia selalu menahan agar dia tidak terlihat marah, itu tandanya dia sangat marah.
Setelah ular itu menjauh, Cia mendekat ke loker itu lagi. Ada kertas berwarna disana, itu sticky notes bertulisan
"Hadiah spesial untuk si jalang"
Sejak kapan mama ada di sana? Cia segera menutup kertas itu dengan cara melipat – lipatnya, lalu menatap mama
"Suratnya pribadi tapi malah di umbar – umbar" ujar Cia
"Ya gak papa lah"
Cia menatap sinis mama lalu kembali ke tempat duduknya, aku ikut kembali ke kursiku
"kau duduk saja"
"Ceritanya khawatir?"
"Kalau gak mau yaudah"
Mama segera pergi dari sana, ku lihat Cia yang sudah mulai berlari ke arah mama
"Jangan ngambek dong"
"Saya tidak ngambek"
"Kalau gitu aku boleh duduk?"
"Gak"
Ini aneh, mama gak pernah bicara seperti itu biasanya, mereka terlalu santai untuk ukuran murid dan guru. Aku terus melihat Cia, dia tetap mengikuti mama
"Kenapa?" ujar mama
"Ibuk tau? Saya udah tidak membuka loker cukup lama, apa itu membuat ular berkembang? Saya rasa saya tidak menyipan telur ular di dalam sana, udah berapa lama dia di sana? Dia pasti lapar"
"Kamu sangat berisik Thalita, kembali lah ke tempat duduk mu"
"Gak mau, kalau berdiri capek, enakan jalan lebih sporty"
"Cepat ke sana"
"Cuma 2 pilihan, biarkan aku berkeliaran, atau biarkan aku duduk"
"Ck" ujar mama lalu diam
"Ibuk cantik deh"
"Sepertinya benar kalau kau itu jalang" ujar Mama
Cia melenyapkan senyuman di wajahnya sebentar, lalu mengubah ekspresinya menjadi ekspresi ingin tau
"Kau juga berpikir begitu?
K, kau?
"Ya benar"
Cia berlari ke arah tempat duduknya, tidak bukan aku salah, bukan tempat duduknya tetapi tempat dudukku
"Kau tampan, bagaimana menurutmu aku?"
Peranyaan apa itu? Dan kenapa harus aku? Dadaku berdetak cepat, aku tidak tau apakah karena takut, atau grogi. Dia tersenyum, saat dia tersenyum dia terlihat cantik dan sangat manis, tetapi saat dia diam, hanya aura imut yang terpancar di wajahnya.
"Hei kenapa kau ganggu dia?"
"Kau bilang aku jalang, jalang tidak mengenal orang, jika dia tampan dan kaya maka akan diambil" Cia tersenyum dan menatap ke temannya "benar kan Dasya?"
Temannya melihat Cia dengan tatapan tidak peduli "jangan bawa – bawa aku dalam apapun ke jahilan yang kau buat" ujarnya
Cia menampilkan wajah cemberutnya, oh sungguh, apakah dia hobi membuat wajah – wajah imut? Dia terlihat seperti anak – anak sekarang
"Cia ini kelas
"Aku tau, siapa bilang ini toilet?"
"Oh aku kehabisan kata – kata untuk menyuruhmu tidak berulah"
"Hehe"
"Ok kau bukan jalang"
Cia tersenyum jail dan kembali ke mama
"Dan kau boleh duduk" ujar mama "kenapa aku tidak pernah bisa menghukumnya?" gumam mama setelahnya
Cia brlari kembali ke mari, "dia?" tanyanya sambil menunjukku
"Tidak boleh"
"Kalau gitu aku tidak akan duduk"
"Terserah"
Cia berlari kembali ke arah mama dengan wajah jahilnya
"Ok dia boleh duduk, dan kau duduklah, agh"
Cia tersenyum penuh kemenangan, apakah sekarang Cia menang lagi?
Cia duduk di kursinya sambil menggoyang – goyangkan kaki, sudah hampir 1 jam pelajaran kami tidak belajar karena Cia. Orang yang di sebut sebut sebagai anak dari mama ini terus merusuh sepanjang waktu, jika di tanya kenapa dia bisa di panggil seperti itu aku tidak tau, karena aku taunya dari Daniel
"Buk mari berhitu bersama dari 1 sampai 10, 1... 2... 3... 4... 5... 6... 7... 8... 9... 10"
Bel berbunyi tepat setelah kata sepuluh diucapkan oleh Cia. Tatapan mata mama semakin tajam ke arah Cia. Mama berjalan ke meja nya dan mulai membereskan barang barangnya.
YOU ARE READING
Matahari Dan Hujan
Teen Fiction"Aku Cinta Kamu" Satu kata yang tak bisa mengacaukan perasaan Cia. Semua orang kecuali satu orang. Satu orang yang disukainya. Bagaimana bisa gadis yang selalu mengeluarkan keringat paling banyak ini menyukai pria yang bahkan tidak paling tam...