14. Curhat

6 2 0
                                    

Benar terus lakukan, kau tau? Tanpa kau sadari aku sudah terjerat semakin dalam kedalam lingkupmu

.

.

.

Cia melemparkan mineral ke Rion "kalau gak mau kau boleh nolak, kan" ujar Cia. Rion melihat Cia dan tersenyum

"Gimana mau nolak kalau baru bicara aja udah kena marah" Cia tertawa "Yang itu beda" ujarnya. Rion membuka botol mineralnya, jarang - jarang Cia baik ke dia biasanya Cia selalu memukulnya walau itu tidak sakit.

Anak - anak dari tim inti kembali bermain, dan tim Cia menonton dengan fokus apalagi Helios. Cia sungguh berbeda saat bersama teman - temannya dengan saat latihan basket. Saat sedang bersama dengan teman - temannya Cia hanya terlihat seperti gadis yang tidak bisa apa - apa.

Selama pertandingan tim Cia sadar bahwa tim inti tidak akan dapat dikalahkan apalagi dengan Cia di genggaman mereka. Pertandingan sudah selesai, Cia mengacungkan jempol ke Felix dan dibalas senyuman.

Cia pergi dari lapangan, Rion melihat Felix dari atas sampai bawah. "Dia yang termasuk top 5 tertampan kan? Katanya gak bicara dengan murid, rupanya dia bicara dengan Cia ya?" batin Rion lalu ikut pergi dari sana

David menghentikan langkah Cia "Kenapa?" tanya Cia. David hanya menggeleng lalu tersenyum "aku sendirian temani dong"

Cia tersenyum menahan tawanya "aku dengan temanku kak"

"Aku mau curhat" ujar David lagi membujuk "sejak kapan aku jadi teman curhat kakak? Dan, aku baru tau kalau laki- laki juga curhat"

David mengisyaratkan untuk diam dan duduk di rumput jauh dari kerumunan orang, tapi masih di tempat yang sama. Cia mengikuti David dan duduk, "jadi" ujarnya

"Aku menyukai seseorang" ujar David memulai curhatnya "aku juga punya orang yang di sukai".

"Benarkah? apakah seangkatan denganmu?"

"Eum, ya" ujar Cia. Cia tersenyum dengan cantik "berarti bukan aku ya?". Lagi - lagi Cia berusaha menahan tawanya, tetapi tak sampai sedetik Cia sudah tertawa

"Kakak benar - benar berharap ke aku?" tanya Cia setelah taanya berhenti. "Gak Cuma, sedang cari tau sesuatu aja"

Cia mengangguk dan tersenyum, "kita tidak boleh terlalu percaya dengan orang lain, apalagi dengan orang yang mudah dipercaya karena dia bisa kapan – kapan berbohong"

"Maksudnya?" Cia menggeleng, tatapannya terus tertuju ke lapangan tanpa sedikitpun menoleh ke arah David "bukan apa – apa" ujarnya. David mengerucutkan bibirnya, dia sama sekali tidak tau apa tujuan Cia mengatakan itu.

"Lanjutkan saja apa yang ingin kau ceritakan"

"Baiklah, aku menyukai seseorang dan kurasa orang itu juga menyukaiku tapi entah kenapa aku merasa nyaman dengan orang yang berbeda" Cia menganggguk "kakak bingung?"

"Bingung soal apa?" Cia menarik nafas dan membuangnya pelan "soal perasaan kakak, kakak suka dengan dua orang yang berbeda secara bersamaan?"

"Bukan kok, aku gaksuka dengannya aku tau rasanya" 

"Oh, gak tau deh, emang siapa? Kak Lisa ya?" David melihat Cia tidak percaya "kau tau dari mana?"

"Beneran, wah padahal aku mau nebak orang yang di suka Helios tapi malah kakak yang ketebak" 

"Cia kau suka Helios?" 

"Gak, kenapa?" ujar Cia balik bertanya. Senyuman terus berkembang di wajahnya. Satu yang orang tau tentang Cia, dia tidak pernah membuat wajah serius, bahkan saat bermain basket biasanya dia akan menggembungkan pipinya sebelah atau kedua - duanya

"Cia" teriak Aldo dari tengah lapangan "ayo mulai lagi"

Cia berlari ke lapangan meninggalkan David sendirian. David mulai kembali memikirkan tentang pembicaraan aneh Cia tadi, "maksudnya jangan percaya dengan siapa?" batin David. David melihat mereka bermain, tapi fokusnya hanya tertuju pada gelang yang degunakan Cia

"Hah, walau begini aku tetap tidak tau titik lemah Cia, percuma saja aku akan pulang" David berdiri dan berjalan menuju motornya untuk pulang. Awalnya dia kesini hanya untuk tau apa kelemahan Cia dalam bermain basket. Tetapi ternyata Cia dapat menyembunyikannya dengan rapat, jadi tidak ada gunanya.

.

.

.

"Cia, kau mengajaknya melihat kelas kita main?" tanya Rani. Cia menggeleng heran bahkan dia mengira bahwa osis rapat lagi, tetapi dia tidak mengatakannya dan hanya tersenyum sambil berjalan ringan di trotoar 

"Oh iya Dasya, kita pisah di sini kan, kalau gitu dah" ujar Cia dan melambai - lambai bersama dengan Rani

Dasya berhenti dan tersenyum "ya, bye Cia, Rani" Dasya membalas lambaian Cia dan Rani lalu berbelok ke arah lain.

Cia dan Rani melanjutkan jalannya dengan diam, berbeda dengan Cia yang tetap riang bahkan walau sedang diam, Rani berjalan dengan santai di sampingnya sampai akhirnya Rani beralih arah karena perjalanan jalanannya dengan Cia berbeda di sana

"Dah Cia" Ujar Rani. Cia melambai dengan semangat dan tersenyum. Rani hampir saja tertawa melihat tingkahnya setiap kali mereka berpisah jalan, Rani dan Cia itu selalu awkward saat berdua karena perbedaan pemikiran mereka tetapi Cia selalu bertingkah aneh saat dengan Rani

Sesudah lama berjalan sendiri dengan riang bak orang tidak waras Cia akhirnya sampai di rumah. "Mama Cia pulang" ujarnya dengan riang meski dia tau tak ada orang di rumah. Saat jam segini rumahnya selalu sunyi karena mamanya sedang pergi ke rumah temannya.

Cia berjalan ke kamar untuk mandi dan beralih ke dapur. Ada benyak makanan di kulkas, itu karena Cia sangat suka makan tetapi kali ini bukan kulkas tujuan Cia tapi kompor. Seteah dia mengambil Mie instan dia memasaknya bersama dengan telur. Setelah seselesai masak Cia segera memakannya tanpa ragu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Matahari Dan HujanWhere stories live. Discover now