Dia atau Dia

51 4 0
                                    

Hari - hari terus berganti. Aku jalani semua beban di hidup ini. Aku terdiam tanpa banyak reaksi agar tidak terobsesi akan hidup ini.

Tak terasa semester ini sudah berada di ujung cerita. Dan tak terasa perpisahan pun sudah makin terasa. Mengapa tidak, hari ini adalah hari terakhir Kahfi mengajar menggantikan pak Lukman di kelasku.

"Assalamu'alaikum semuanya. Maaf hari ini saya datang terlambat untuk mengajar di kelas kalian, dikarenakan tadi ada sedikit kendala" begitulah Kahfi membuka pertemuan tatap muka terakhir dalam mata kuliah ini.
"Waalaikumusallam warohmatullahi wabarokatuh,". Jawab kami kompak.
"Berhubung hari ini, adalah pertemuan terakhir dengan saya dan saya rasa materi kuliah yang saya ajarkan juga sudah selesai. Maka perkuliahan kita pada hari ini hanya kita isi dengan bertukar pikiran satu sama lain.".

"Setuju dong, kahfi". Evita langsung menyambar perkataan Kahfi.

"Namun sebelum itu, saya mau nanya pada Andari selaku komti kelas, dan mewakili teman - temannya di kelas, apakah setuju". Kahfi bertanya padaku.

"Mmm...". Saat itu aku tidak fokus dengan yang mereka bahas masalah apa, yang terpikir di pikiranku adalah kalau Kahfi tidak mengajar di Kelasku lagi berarti pertemuanku dengan Kahfi bakal terbatas. Aku takut Kahfi tidak bisa mengajariku hijrah sepenuhnya.

"Woi, Kahfi nanya tuh,". Evita memanggil dari belakang.
"Eh, iya ada apa?". Tanyaku kembali pada Kahfi.
"Cie galau ni Andari, mentang - mentang bakal di tinggal sama Kahfi. Secara kan ini pertemuan terakhir". Evita mengambil kesempatan untuk mencairkan suasana di dalam kelas. Nampak Kahfi hanya tersenyum ketika mendengar Evita mengatakan hal tersebut. Pastinya aku malu dengan Kahfi dan di saksikan oleh teman - teman yang lain.

"Lah, kamu pikir saya akan pergi selamanya apa". Jawab Kahfi pada Evita. 
"Jadi begini Andari, tadi kan kami membahas masalah perkuliahan yang terakhir. Nah tadi saya ada usulan, gimana kalau perkuliahan terakhir ini kita ganti dengan saling bertukar pikiran. Teman - temanmu semuanya setuju. Nah kamu selaku komti kelas apakah  setuju dan sependapat dengan mereka,".

Oalah, jadi itu yang mereka bahas tadi. Ya ampun kenapa aku nggak fokus tadi. Bikin malu aja sama Kahfi dan teman - teman yang lain.

"Eh. Saya setuju Kahf. Soalnya materi perkuliahan kan juga sudah selesai". 
"Baiklah kalau begitu. Kita akan saling bertukar pikiran satu sama lain". Kata Kahfi sambil memantapkan dan memutuskan kesepakatan tadi.

Dalam tukar pikiran ini, Kahfi meminta kami untuk saling menyampaikan kesan dan pesan selama perkuliahan berlangsung. Dan berhubung mata kuliah tersebut hanya 3 sks, maka tidak semua yang di dalam kelas kebagian untuk menyampaikan pesan dan kesannya. Hanya 5 orang saja yang mendapat kesempatan untuk menyampaikan pesan dan kesannya. Dan 5 orang itu diacak menggunakan sistem sehingga siapa yang mendapatkan kesempatan tersebut belum diketahui. Satu persatu nama telah keluar. Tinggal 2 slot lagi yang tersisa.

"Tinggal 2 orang lagi yang akan beruntung untuk mendapatkan kesempatan. Kita acak..". Pengacakan nama yang ke empat pun dimulai. Dan tiba - tiba sistem tersebut berhenti. Aku kaget dan penasaran siapa selanjutnya. Jika namaku keluar, apa yang akan aku katakan. 

"Dan dia adalah... Evita, silahkan menyampaikan pesan dan kesannya". 

Alhamdulillah ternyata bukan namaku yang keluar. Tapi aku belum bisa tenang, lantaran ada 1 nama lagi yang belum keluar dan tentu itu membuat aku jadi penasaran kembali.

"Kalo kesan sih banyak Kahf, soalnya kamu sangat berkesan di dalam hatiku, udah tampan, baik, sholeh, pintar lagi. Kalo pesan nya sih semoga kamu menjadi miliku ". Begitulah kesan dan pesan Evita selama perkuliahan yang di ajarkan.

"Ya ampun Evita, bucinnya dirimu. Hehehe". Kataku sambil meledek Evita.
"Biar kan aku mengatakan apa yang sedang aku rasakan. Jiwa bucinku ini seakan - akan meronta - ronta". 
"Astaga, nampak banget bucinnya". Kataku membalas Evita. 

Menghapus Jejak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang