PRAHARA 3

30 6 0
                                    

Marah, adalah suatu sikap wajar yang dimiliki oleh setiap orang. Begitu juga aku. Marahku bukan berarti aku benci pada Hanafi karena ulahnya. Namun ini ku lakukan karena aku peduli pada rumah tangga yang sudah kami jalin selama satu tahun ini. 

Genap sudah satu tahun, rumah tanggaku dengan Hanafi. Namun selama satu tahun ini sudah banyak hal yang mengombang ambing bahtera rumah tangga ini. Setelah Hanafi berjanji untuk menjauhi Sonya, rasa marah itu kembali sirna di dalam hati. Namun perasaan itu kembali mencekam lantaran aku takut ini hanya sandiwara belaka. 

Pagi itu, setelah ribut hebat antara aku dan Hanafi, entah kenapa aku sampai lupa untuk menjalankan sholat Subuh. Hal ini mungkin karena aku terlalu banyak pikiran dan terasa lelah dengan semua yang aku hadapi saat ini. 

"Dek.. bangun. Udah siang". Kata Hanafi sambil membangunkan ku.
"Udah siang bang??". Tanyaku sambil membuka mata. Aku lihat jam dinding sudah menunjukan pukul 06.30 Wib.
"Iya udah siang. Tadi pas waktu subuh, abang bangunkan adek tapi adek nampak kelelahan. Makanya abang nggak lanjutin bangunin nya. Abang tau mungkin adek kayak gini karena abang". Balas Hanafi.
"Ya Allah. Kenapa ini terjadi". Gumamku di dalam hati. Dan rasa menyesal lantaran aku tidak melaksanakan sholat subuh pada hari ini.
"Adek sarapan dulu, tadi abang sudah masak buat sarapan kita pagi ini. Kamu nampak lemas dek. Makan dulu". Ajak Hanafi.

Hanafi memang termasuk seorang suami yang sigap di dalam rumah tangga. Semua hal bisa ia lakukan termasuk memasak. Di saat aku sakit pasti dia secara sigap untuk ambil bagian memasak. 

Setelah itu, aku pergi ke ruang makan untuk sarapan.

"Kita sarapan dulu, tapi kamu nampak agak pucat deh. Abis ini abang antar ke klinik ya". Usul Hanafi padaku.
"Nggak usah bang. Aku nggak apa - apa kok. Cuman kelelahan aja". Ucapku.
"Tapi abang khawatir sama keadaan kamu dek". Jelas Hanafi.
"Kebetulan hari ini kan libur, nah abang bakal nemanin kamu seharian. Abang janji sama adek". Tambah Hanafi.
"Serius bang?? Alhamdulillah". Balasku .

Tak terasa waktu terus berjalan. Jam sudah menunjukan pukul 10.45 wib. Hanafi menepati janjinya untuk membawa aku ke klinik untuk cek kesehatan, lantaran akhir - akhir ini aku nampak pucat dan lemas. 

"Dek, ayo abang antar ke klinik. Abang tau keadaan adek sekarang kurang baik - baik aja kan". Hanafi mengingatkan.
"Nggak usah bang. Andari baik - baik aja kok". Tolakku lantaran aku udah bosan hari - hari harus makan obat.
"Abang khawatir dengan kesehatan kamu dek. Abang akan merasa sangat bersalah kalau terjadi apa - apa sama kamu". 
"Andari udah bosan kalo tiap hari harus minum obat bang". Jelasku.
"Dek. Sekali ini aja abang mau adek percaya akan rasa khawatir abang. Abang tau mungkin adek masih kepikiran dengan kejadian beberapa hari lalu. Tapi abang yakin, adek adalah perempuan yang tepat bagi abang. Makanya abang akan menyalahkan diri abang sendiri kalau ada yang terjadi sama adek". Jelas Hanafi padaku.
"Iya abang. Aku mau. Sebentar, aku siap - siap dulu". Balasku.
"Terima kasih dek. Kamu udah mau dengerin abang". Sahut Hanafi.

Tak lama setelah itu, aku dan Hanafi pergi ke klinik untuk cek kesehatan. Tapi aku masih penasaran bagaimana keadaan Sonya. Menurut terakhir informasi yang aku dengar dari Hanafi, keadaan Sonya udah mulai membaik. Setelah selesai cek kesehatan, aku beranikan untuk mengajak Hanafi menjenguk Sonya.

"Jadi bagaimana keadaan istri saya dok??". Tanya Hanafi penasaran pada dokter.
"Keadaan ibu Andari baik - baik saja pak. Cuman ibu Andari perlu istirahat dan refreshing agar keadaannya cepat kembali pulih. Nanti saya akan beri obat dan vitamin agar keadaanya lekas membaik". Jelas dokter pada kami.
"Baik kalo begitu, terima kasih dok". Balasku pada dokter.
"Nanti resep obatnya ambil sama  suster di depan pak". Tambah dokter.
"Iya dok".

Setelah itu, aku dan Hanafi pergi mengambil resep obat yang diberikan oleh dokter untuk Andari.

"Permisi sus, ini mau ngambil obat dari dokter Nadia untuk istri saya". Pinta Hanafi pada suster itu.
"Sebentar ya pak, bu. Atas nama siapa??". Tanya suster itu.
"Atas nama bapak Hanafi, sus". Jawab Hanafi.
"Untuk obatnya kebetulan stok di klinik ini kosong pak, jadi bapak bisa beli di apotek yang dekat dengan rumah sakit pak. Kira - kira 500 M dari sini, ini resep obatnya pak". Jelas suster itu.
"Baik sus. Terima  kasih". 

Menghapus Jejak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang