Chapter 14

1.9K 120 5
                                    

Paginya. Mereka beras di ruang rawat Jimin.

Hari ini. Tanggal 13 Oktober 2018. Jimin nya berulang tahun.

Namun sang Empu tak kunjung bangun juga.

Jungkook bahkan sudah duduk di kasur rawat Jimin.

Ia memegang tangan Jimin. Yang lain hanya menatap Jungkook dan Jimin sendu.

Sudah terhitung 9 Jam Jungkook menatap Jimin.

Ia tak mengeluarkan air matanya. Ia hanya mengelus punggung tangan Jimin tanpa beranjak sekalipun.

Yang di sana sudah membujuk keras Jungkook untuk makan, istirahat, tidur.

Namun Jungkook menolak nya. Ia ingin bersama Hyung nya yang kini mungkin di ambang kematian.

"Eungh~"

Hingga suara lenguhan pun membuyarkan lamunan Jungkook.

Jungkook berdiri lalu menggenggam tangan Jimin. Yang lain di sana mengelilingi Jimin.

Jimin terbangun dan mulai membiasakan cahaya yang masuk ke retina nya.

"Hyungie~"

Panggil Jungkook. Jimin pun menatap ke arah Jungkook dan tersenyum lembut.

"Mianhae."

Ujar Jimin lirih.

Yang lain menatap Jimin berkaca kaca. Mereka saling membuang pandangan.

"Gwaenchana Hyung."

Jawab Jungkook lirih.

Jimin tersenyum. Lalu ia menatap Tn. Jeon.

"Bawa aku kesana saat sudah Jam 5. Aku ingin menikmati nya Samchon."

Ujar Jimin lirih.

Tn. Jeon hanya mengangguk.

"Istirahat dulu Hyung. Sebentar lagi Jam 3."

Ujar Jungkook.

Jimin pun mengangguk lalu menutup kembali matanya.


Mereka sedang menunggu waktu. Mereka membahas apa saja yang di lakukan di sana.

"Appa."

Panggil Jungkook.

Tn. Jeon pun menoleh.

"Nde?"

Tanya Tn. Jeon.

"Ani. Tapi mengapa firasat ku tak enak."

Ujar Jungkook.

Tn. Jeon pun membawa Jungkook kepelulan nya sambil mengelus pelan surai nya.

"Gwaenchana. Semua akan baik baik saja Kookie."

Ujar Tn. Jeon.

Jungkook hanya mengangguk lalu ia melepaskan pelukan nya.


Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, kini sudah pukul 5.

Jimin terbangun pukul setengah 5 tadi. Dan sekarang mereka di dalam Mobil.

Menuju tempat yang Jimin inginkan selama ini bersama dengan orang yang ia sayangi.


Kita tidak tahu kapan senja datang. Kita juga tidak tahu kapan cinta dan kasih sayang datang.

Takdir yang menentukan semuanya. Takdir yang mempertemukan. Hingga alunan senja yang menyemburatkan warna jingga menutupi semuanya.

Bukan dia yang lemah. Bukan dia juga yang kuat. Dia hanya malaikat yang lahir tanpa sayap di dunia yang membutuhkan kasih sayang.

Disinilah mereka. Di pantai yang sepi. Hanya ada mereka. Dan satu harapan yang akan menjadi keputusan.


Stop Please! [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang