Cake

12 2 0
                                    

"Bagaimana dengan Jisoo?"

Dalam sebuah ruangan sempit nan gelap, keempat pria berbadan besar dengan lencana kepolisiannya tampak menimang sebuah keputusan. Antara melepaskan dengan 4 juta won, atau memenjarakannya tanpa dapat apapun. "Bayangkan saja, kita dapat 4 juta won hanya dengan melepasnya, aku bisa mandi uang bro!"

Yang tiga lainnya tampak mengusap wajah pelan, kini keimanan mereka seakan terombang-ambing entah ke mana.

"Tapi aku takut dengan DNC beserta segala antek-anteknya, kau tahu?" cicit yang paling pendek.

"Tapi 4 juta wonㅡ"

"4 juta won apa? Aku ketinggalan sesuatu sepertinya," potong satu lagi bagian dari mereka, wajah dingin, bahu tegap, dan tatapan setajam silet seorang Min Yoongi mampu membuat mereka yang lebih tua darinya gegalapan, sepasang obsidian kecil beserta mulut pedasnya seakan siap membelah tubuh hingga bagian terkecil sekalipun jika mereka melakukan sesuatu yang keterlaluan bagi Pemuda Min itu.

Hwang Waeinㅡsatu-satunya orang yang sedari tadi tidak menyahuti tentang 4 juta won yang ditawarkan oleh manajer Jisoo berdiri, ia membisikkan sesuatu yang kemudian membuat Yoongi menggeram marah.

"Aku tidak percaya, kalian akan melepaskan seorang pembunuh hanya untuk 4 juta won? Akan kuurus pemecatan kalian secepatnya. Enyahlah dari hadapanku, sekarang!"

"Tapi kita tidak akan menerimanya, sungguh. Tolong jangan pecat kami!" mohonnya.

Yoongi tidak mendengar, ia langsung keluar dari ruangan tersebut diikuti Waein dan segera melaporkan hal ini pada kantor pusat, sebab ia tidak bekerja dengan orang gila uang seperti para lelaki tua berkumis yang kini menatap satu sama lain, bingung, menyesal dan takut.

"Aku paling malas mengurusi kasus-kasus para selebriti. Sial," keluhnya kesal, Waein mengangguk setuju.

"Benar, mereka pasti tidak akan menyerah begitu saja, persis seperti kasus ini," timpalnya, menyenderkan bahunya sedikit lelah, sebab dari dua bulan lalu hanya terus memeriksa Choi Jisoo yang membantah terus-terusan serta menantang pihak kepolisian untuk membawa bukti yang lebih akurat.

Lalu sekarang, bagian agensi aktris yang baru-baru ini jadi tren dengan akting antagonisnya di sebuah drama mencoba menyuap anggotanya. "Lalu bagaimana? Haruskah kita panggil Jaksa Kim lagi?"

Yoongi mengusak rambut kelamnya pelan, sedikit pusing juga lantaran kasus Jisoo selalu dihambat dengan puluhan alasan dan pihak meja hijau yang seakan tidak menganggap penting selepas Jisoo diserahkan ke pihak kepolisian. "Ia sedang sibuk dengan kasus barunya. Akan kutanyakan pada Bora nanti."

-extn

"Siapa mau kue?!"

Di ambang pintu, lelaki dengan mantel berbulu serta beberapa jinjingan di tangan bersorak riang seperti anak kecil yang dibelikan mainan baru oleh orang tuanya, Gangminㅡpemuda dengan piercing di cuping kirinya itu melangkah masuk dengan perasaan meledak-ledak.

Namun, tak sampai lima detik, perasaan berbunganya melebur begitu saja usai menyadari tidak ada seorangpun di rumahnya, sepi, dan semua lampu tampaknya padam. Ke mana semua orang pergi?

Jam tangannya menunjukkan angka lima sore, waktu yang tepat untuk bersantai di depan tv, menikmati suasana senja dengan camilan di genggaman serta gelak tawa yang terdengar saat Mr. Bean melakukan aksi konyolnya, ataupun menertawakan kebodohan Patrick Star.

Tapi hari ini tidak akan ada kejadian seperti itu, Gangmin mengembuskan napasnya, menaruh barang yang ia bawa di atas meja dan membuka mantel serta sweater hitamnya.

Niat hati ingin membanggakan diri atas skripsinya yang akhirnya diterima Pak Dosen, lalu mengejek saudari-saudarinya, dan terkahir, makan kue tar bersama yang ia beli di dekat Fakultas Hukum, kini hilang sudah moodnya untuk mengecoh panjang lebar di depan Goorae, Jeena, maupun Ibu, atau sekedar mengusili kakaknya.

Pemuda itu kini bersandar di sofa empuk kemudian merogoh saku, mencari-cari sesuatu di dalamnya, ponsel. Ia menyentuh satu nama dalam kontaknya, menunggu panggilan diterima, tiga, empat menit berlalu, tidak ada sahutan. Gangmin mendecak, memanggil kakaknya yang lain, namun tetap sama, tidak ada balasan.

Masih dalam temaramnya senja, si bungsu akhirnya menunggu, menunggu sambil membersihkan diri, makan kripik dengan kopi tanpa gula, dan menatap kosong tv yang memutar sebuah berita, berita tentang kasus kakaknya.

"Setelah lebih dari dua bulan, akhirnya Choi Jisoo ditangkap, tak hanya tentang pembunuhan, namun ternyata, usai diperiksa, hasil tes urine menunjukkan wanita duapuluh lima tahun itu positif mengonsumsi narkotika."

"Disinyalir dari beberapa bukti lain, Jisoo sudah megonsumsi obat terlarang ini dari tingkat SMA, yang menjadi dugaan kuat ia membunuh tanpa sadar karena fantasi-fantasinya yang ditimbulkan dari mengonsumsi narkotika. Sekali lagi, kasus serta dugaan ini terbukti benar dari investigasi pihak kepolisian beserta Jaksa Kim dan rekannya, Detektif Bora."

"Proses persidangan akan dilakukan lusa depan, pukul sepuluh pagi di Gedung Kejaksaan Seoul, Daebeobwon."

Usai mendengar berita tersebut, Gangmin hanya termangu, ia masih tidak tahu mengapa kakaknya rela menjadi kambing hitam dalam kasus ini, padahal Goorae bisa saja menentang dan membuktikan bahwa dirinya tak bersalah. "Cewek gila."

Tak berselang lama setelahnya, gebrakan pintu membuat pria yang hendak menyesap kopi panasnya terkejut bukan main, tak dapat dihindari secangkir kopi itu kemudian menumpahkan diri di atas kaus oblong polosnya, "panas, panas, sial!"

Agatha langsung mengunci pintu, melempar cengiran tak berdosa pada adiknya yang sibuk dengan kaus dan permukaan kulitnya yang memerah.

"Maaf, heheh."

Gangmin mendecak. "Kakak ini kenapa sih? Seperti dikejar hantu saja," protesnya.

"Memang. Kalau Taehyung mencariku, katakan aku tidak ada di rumah!"

Lagi, Agatha berjalan cepatㅡlebih tepatnya terbirit-biritㅡmenuju kamarnya begitu ketukan pintu terdengar. Sedang Gangmin membukakan pintu untuk Pria Kim, menawarkannya masuk terlebih dulu, "tidak, tidak usah. Goorae-nya ada?"

Gangmin mengangguk, namun sedetik kemudian ia menggeleng. "Ada apa memangnya, Kak?"

"Tidak begitu penting sih, tapi katakan saja padanya besok siang akan kujemput di Florist," balasnya, dengan senyum terpatri di wajahㅡ dari tadi tidak mau hilang.

"Woah. Kalian berkencan, ya?"

"Hehe."

-cont

Back In TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang