21.Can You Stay?

5K 798 129
                                    

"Akan selalu ada harapan setelah begitu banyak rasa putus asa datang. Ungkapan itu, benar adanya bukan?"

***************

Mobil Ardi dan juga Arini datang di waktu yang nyaris bersamaan. Ardi melangkah cepat lebih dulu, mengabaikan Arini yang berdebat hebat dengannya pagi ini.

Arini sedikit berlari untuk menyusul langkah Ardi, saat berhasil meraih lengan itu Arini menahan agar sang suami menghentikan langkahnya.

"Mas, jaga emosi kamu." Ardi menatap istrinya itu sembari tersenyum sinis.

"Kamu nggak berhak nasehatin aku kayak gini lagi Arini."

Ardi menghempas tangan istrinya itu kasar dan melangkah lebih cepat menuju ruang kedisiplinan.

Saat pintu terbuka, ia langsung bisa melihat 3 guru laki laki disana dengan Samudra yang duduk di sofa pojok ruangan terlihat tak peduli.

"Selamat datang Pak Ardi."

Arini masuk dengan nafas terengah setelahnya. "Dan Ibu Arini, silahkan duduk."

"Bisa langsung dijelaskan saja Pak, apa yang terjadi?"

Pak Dimas langsung maju dengan sebuah senyuman tipis. "Begini Pak Ardi, Bu Arini. Ada perkelahian buruk di sekolah hari ini, dan Samudra menjadi salah satu yang ada disana. Tapi yang menjadi masalah adalah, Cakra. Anak yang dipukuli oleh putra Bapak dan Ibu masuk rumah sakit karena menderita luka yang cukup serius."

Arini menutup mulutnya setengah tak percaya sementara pandangan mata Ardi semakin mengeras. Samudra masih disana, mendengarkan dengab baik tapi mencoba untuk tak perduli. Menatap ke arah dinding ruangan yang berwarna biru muda terasa menjadi pilihan paling baik saat ini.

"Kami akan menggelar sidang untuk menentukan hukuman bagi Samudra. Kecuali Bapak, dan Ibu bisa berdamai dengan orang tua dari Cakra."

Arini lekas lekas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. "Bisa beri tahu saya pak, di rumah sakit mana Cakra di rawat. Dan bisa saya mendapat kontak kedua orang tuanya?"

Ardi langsung merebut ponsel Arini bahkan tanpa menatap wanita itu.

"Mas!"

"Tentukan saja tanggal sidangnya, apa kami boleh membawa Samudra pulang?" Netra Ayah dua anak itu masih tertuju pada diam Samudra.

Ada emosi yang jelas terlihat di balik kedua tatap dan gerak geriknya. Pak Dimas maju selangkah. "Saya harap meskipun Bapak dan juga Ibu sudah berpisah, kalian bisa memberi perhatian yang cukup untuk Samudra. Hari ini Bapak dan Ibu juga saya harapkan bisa berbicara baik baik dengan Samudra."

"Baik Pak. Apa saya boleh membawa putra saya pulang?" ulang Ardi sekali lagi.

"Silahkan Pak."

Setelah kalimat itu terucap, Samudra langsung menatap ke arah para orang dewasa itu. Ardi melangkah cepat ke arahnya. Meraih lengan kiri Samudra dan menariknya keluar ruangan tanpa ada kata salam atau yang lainnya.

Cengkraman itu kuat tapi Samudra bahkan tak berniat untuk meringis, Arini berlari dibelakangnya kemudian menahan lengan kiri sang putra bungsu.

Samudra Sang Angkasa [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang