24.Paralyzed

5K 772 189
                                    

"Berusaha sampai tak lagi bisa melakukan apaun adalah yang harus di lakukan. Terdengar sulit, tapi kau akan berterimakasih karenanya suatu saat nanti"

***************

Samudra sedikit mengernyit heran kala mendapati meja makan penuh dengan makanan. Angkasa ada disana, membuat segelas susu untuk adiknya tentu saja.

Samudra menimbang-nimbang, mungkinkah Angkasa sempat memasak semua ini? Kakaknya itu tidak tidur atau apa?

"Duduk Dra, lo sarapan sendiri nggak papa kan? Gue ada kelas pagi."

Samudra mengangguk sekali.

"Kalo bosen lo boleh jalan, tapi sama Jovan jangan sendirian." Samudra kembali mengangguk kemudian membiarkan sosok jangkung kakaknya itu menghilang di balik pintu.

Samudra mengeluarkan ponsel dari saku celananya, menghidupkan layar ponsel itu dan menampilkan walpaper yang belum digantinya sejak 1 tahun terakhir.

Potret keluarga mereka, ada banyak hal yang membuat Samudra diam akhir akhir ini. Pikirannya memang kacau, ia ingin menjauh dari semua orang. Tapi ia juga takut, ia membutuhkan Angkasa. Tapi ia tau dirinya hanya akan membawa warna hitam yang buruk bagi Angkasa.

Samudra menggelengkan kepala untuk kembali memfokuskan pikiran. Semenjak ia lepas dari obat penenang itu, rasa gelisahnya semakin memburuk. Ia berniat kembali mencari obat itu, tapi meminta pada Septian sama saja dengan mencari masalah.

Setelah menghela nafas kasar, Samudra mulai memakan sarapan yang di sediakan Angkasa. Baru satu kali suapan dan Samudra sudah menyadari sesuatu. Ini masakan ibunya.

Meskipun Arini terhitung jarang memasak di rumah, tapi masakan ibunya itu selalu bisa Samudra ingat dengan baik. Karena ia akan menyukainya sampai kapanpun.

Samudra menggigit bibir dalamnya kuat kuat, apa itu berarti Arini kembali datang kemari. Menemui Angkasa, tanpa menemui dirinya?

Anak itu mengusap matanya yang mulai memanas dengan gerakan kasar. Rumah itu, meskipun banyak membawa rasa sakit. Samudra akan tetap merindukannya.

Ia pernah memiliki keluarga disana, keluarga yang pernah di lihat sebagai keluarga sempurna di mata semua orang. Kesempurnaan semu yang menutupi semua kehancuran di dalamnya.

Samudra mengambil jaket berwarna hitam yang selalu ia pakai saat bepergian. Rencananya ia akan berkeliling kota tanpa memiliki tujuan. Sedikit menjernihkan pikiran sembari memikirkan secara matang, apakah ia harus pindah sekolah atau tidak.

Langkah pelannya tertuju pada sebuah tempat les piano yang pernah ia datangi saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Anak itu baru ingat kalau ia masih memiliki banyak kompetisi yang belum diselesaikan. Salah satunya, ia berperan sebagai sang pianis.

Ddrrt

Samudra mengernyit, Jovan menghubunginya.

"Apaan?"

"Gue liat lo."

Samudra menatap sekeliling dan mendapati Jovan melambai penuh semangat dari sebrang jalan.

Samudra Sang Angkasa [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang