ROTASI BUMI

2.5K 418 16
                                    

Bumi selalu menampilkan dua sisi terang dan gelap saat berotasi. Di saat sisi lain terang dipastikan ada sisi lain yang sedang ditelan pekat malam.

Bumi sedang dalam keadaan gelap tak menemukan arah walaupun matahari masih begitu terang tak membiarkannya berkeluh kesah. Ucapan Bagus sepulangnya dari penampilannya semalam, membuat Bumi resah begitu saja.

"Tuan, Sarapan pagi. Semua orang sudah berada dimeja makan." Ujar Asisten rumah tangganya mengetuk pintu.

"Saya ke sana."

Bumi turun dari kamarnya. Melihat bahwasannya semua beredar mengelilingi seorang lelaki yang duduk angkuh dimeja makan. Tuan rumah, kakeknya sendiri.

"Kenapa lama sekali hanya untuk makan saja." Ujar Rawindra.

"Saya tidak lapar." Ujar Bumi menyeret kursi lalu duduk diam di sana.

"Waktu kakek seusiamu tidak ada itu namanya tidak lapar. Seorang lelaki itu harus selalu lapar akan hal apapun maka kamu bisa menggenggam apapun dalam kehidupan."

Rawindra menatap cucunya yang terlihat dingin. Gasendra yang duduk di hadapan putranya melihat kegusaran diwajah putranya itu.

"Sekarang hari minggu, ikut sama Papa jalan-jalan."

"Bumi, tidak ingin kemana-mana Pa, Hanya menyapa saja. Kalau begitu Bumi kembali ke kamar."

Bumi kembali keluar dari peredaran tak masuk akal itu. Rawindra menyedekapkan kedua tangannya. Melihat sikap tidak biasa cucunya pagi ini.

"Didik putramu, Gautama tidak butuh pewaris yang mudah baper atas segala hal."

"Dia masih mudah Pa, Wajar jika begitu."

"Wajar bagaimana, dia sekarang ingin kembali jadi Pianist. Kamu pikir Papa terima? Mana bisa dia bertingkah semaunya begitu."

"Nanti Gasendra akan bicara padanya."

Rawindra menghela nafas jengah.

"Papa tidak mau mentolelir apapun lagi sekarang." Tegasnya.

Dirinya berlalu dengan diikuti Bagus yang tetap tenang walaupun sudah membuka seluruhnya kepada Bumi semalam. Dia ingin Bumi paham, bersama Rawindra tidak ada yang namanya main-main.

"Saya ingin menghirup udara segar." Ujarnya.

Bagus mengiyakan, Rawindra duduk tenang dimobilnya. Bagus selalu gusar, entah apa yang dipikirkan lelaki tua ini kali ini.

Dikamarnya Bumi merasakan beban berat terasa menghimpitnya. Harus apa yang dia lakukan dan bagaimana.

"Saya harap tuan lupakan gadis itu, menjauhlah darinya. Saya hanya takut akan ada insiden mengerikan setelah Mama tuan."

Bumi terpekur, dia sendiri pun belum merasa Asteroid mengikatnya, tapi semua orang seolah mengerti gravitasi dirinya kepada Asteroid sangat kuat.

Gasendra duduk di sisi putranya yang membaca buku, tapi mungkin hanya raganya saja yang membaca. Pikirannya pergi entah kemana.

"Apa yang kamu pikirkan terlalu dalam, nak?"

"Hanya banyak pertanyaan dikepala Bumi, Menjadi apa yang aku mau adalah sebuah kesalahan?" Tanyanya.

"Tentu tidak salah, tapi Papa yang salah. Jika saja Papa kompeten mungkin kakekmu tidak akan mengharapkanmu begitu banyak."

Bumi menghela. Teringat ujaran Bagus semalam.

"Sampai detik ini, Gasendra tidak tahu jika isterinya meninggal akibat Ayahnya sendiri."

Bumi tidak mengerti, apa harus saling menghilangkan satu sama lain agar kekuasaan tetap dalam genggaman? Untuk apa? Yang Bumi mengerti bahwasannya semesta diciptakan pun tanpa tuntutan apa-apa dari penciptanya. Adapun kewajiban, itu nilai kebaikan untuk diri kita sendiri.

ASTEROIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang