ASTEROID TERANCAM

2.4K 430 15
                                    

Asteroid memang ancaman bagi bumi, begitulah yang dikemukakan para peneliti. Bebatuan angkasa yang tidak memiliki keindahan, selain diameternya begitu besar lalu mendekat kepada planet yang memiliki keindahan, memiliki beragam kehidupan, dipastikan akan ada tindakan untuk mengancam Asteroid jika saja dia mengerti.

Malam ini terasa mencekik amarah Bumi saat Senja digiring masuk ke ruangan kakeknya. Bumi mengikutinya dengan menahan amarah.

"Apa yang kakek lakukan?" Pekik Bumi hampir hilang suaranya karena menahan kekesalan dalam dirinya.

"Siapa yang mengajarimu, berbicara tinggi di hadapan kakekmu sendiri. Selamat malam Senja Pratama." Ujarnya, menyambut dengan menyalami Senja, Senyum lebar terpampang diwajahnya.

Senja menyambut uluran tangan itu, ia duduk saat Rawindra mempersilahkannya duduk.

"Maaf, membuatmu tidak nyaman." Ujarnya.

Senja membingkai wajahnya dengan senyuman saat Rawindra memberikan intimidasinya.

"Bumi bersama keluarga saya seharian lalu saya mengantarnya pulang, saya sangat paham bagaimana berartinya pewaris untuk Gautama."

Rawindra tersenyum, senyuman yang memuakkan bagi siapa pun yang melihatnya.

"Tentu, tentu saja. Maka saya mengucapkan terimkasih untuk itu."

"Kalau begitu, saya pamit. Anak isteri saya menunggu dirumah."

"Silahkan, pengawal saya akan mengantarmu ke depan."

"Terimaksih."

"Semua keluarga memiliki tatanan hidup masing-masing, saya harap tidak ada yang mengangganggu anggota keluarga lain untuk merusak tatanan dan prinsip keluarga yang lain." Ujar Rawindra saat Senja akan meninggalkan ruangan.

Senja berlalu, setelah memberi senyuman hangat kepada Bumi yang terlihat marah saat ini. Sepeninggal Senja, Bumi menatap kakeknya marah.

"Redakan wajah penuh amarahmu, Kembali ke kamarmu. Mulai besok Bagus akan memperketat pengawasanmu di luar rumah."

Bumi berlalu dengan tangan yang mengepal, tinju yang siap dilayangkan.

Di kamarnya dia membanting apapun yang terjangkau oleh tangannya. Kamar itu seperti kapal pecah. Bumi rebah, dengan air mata mengalir di sudut matanya.

Bintang menunggu Senjanya pulang, kekhawatiran bergelayut diwajahya karena sudah hampir tengah malam. Kekhawatiran disambut senyum Senjanya yang menawan.

"Menungguku?" Tanyanya.

Bintang tentu mengangguk, memeluk suaminya yang pulang tanpa kekurangan sesuatu apapun.

"Anak-anak sudah tidur." Ujar Bintang.

"Aku pikir ada satu anak kita yang belum tidur. Aku menemuinya dulu."

Bintang mengiyakan, Senja mengerti sebuah ancaman dari tindakan Rawindra kepadanya tadi perihal kedekatan Bumi dan putrinya. Di kamarnya Asteroid melihat pesannya yang tidak dibaca oleh Bumi, kebahagiaan diwajahnya tadi, berubah Tanya. Apa benar dia pun memiliki harapan yang sama seperti dirinya?

"Kok, belum tidur?" Tanya Senja.

Aster, menatap senang Papanya yang duduk di sisi ranjang. Mengecup keningnya.

"Aster tidak bisa tidur."
Senja mengusap kepala puterinya itu.

Perihal kerunyaman ikatan, Senja sudah mengalaminya jauh-jauh hari, menghempaskan perasaannya sendiri sampai tak berbentuk pada saat itu.

"Papa mengantarkan Bumi dengan selamat jika itu yang membuatmu khawatir."

Puterinya itu tertunduk malu.

ASTEROIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang