Part 4 : "Dia Abizar"

107 19 4
                                    

*
*
*

Suara adzan yang berkumandang merdu selalu dinantikan Abizar. Ia tengah khusyuk mendengarkan lantunan adzan yang dilantunkan oleh muadzin pesantren ini. Semakin ia memejamkan matanya, maka ia semakin menikmatinya. "What the meaning of Allahu akbar?! What the meaning of my dreaming about this sentence!" Abizar mendengar sayup-sayup suara itu dari luar.

Sesekali suara teriakan itu berhenti, kemudian muncul lagi. Abizar sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Apakah sedang ada orang gila di luar sana? Tapi kenapa orang gila itu fasih berbahasa Inggris? Abizar memutuskan beranjak dari duduknya. Ia berjalan mendekat menuju arah suara. "What the hell of this sentence! Why it come to my dream?" Suara itu semakin dekat. Abizar melihat seorang wanita cantik tengah berteriak sembari melompat-lompat kecil. Ia pun tak kuasa menahan tawa.

"Allahu Akbar is a great God," ujar Abizar. Gadis itu sontak menoleh padanya.

"Apa yang kau cari disini?" Ujar Abizar masih menggunakan bahasa Inggrisnya yang lumayan fasih.

"Aku mencari Allahu akbar," jawab Dasha dengan wajah polosnya.

"Jangan berteriak-teriak seperti itu, disini semua orang akan melaksanakan ibadah, kau akan mengganggu jika masih seperti itu," jelas Abizar dengan menggunakan tutur kata yang lembut. Dasha tak mampu menjawabnya, ia hanya diam tak bergeming. Sesekali Dasha melihat wajah Abizar, sepertinya wajah itu tak asing. Dasha berusaha mengingat-ingat siapa dia.

"Oh kalau tak salah, kau adalah orang yang ibadah di masjid dekat kantorku kan? Kau yang tidak menjawab pertanyaanku," ucap Dasha dengan menunjukkan telunjuknya. Abizar hanya mengernyitkan dahi.

"Oh iya aku ingat, kau gadis aneh yang mengganggu shalatku?" Abizar berhasil memutar memorinya pada waktu itu.

"Apa kau bilang?! Gadis aneh?!" Dasha geram dengan ucapannya.

Perdebatan antara Dasha dan Abizar terdengar jelas di dalam mesjid. Semua jamaah disana saling menatap satu sama lain dengan kebingungan. Akhirnya, ustad Zain yang akan menjadi imam pun beranjak dari tempat duduknya. "Biar aku periksa," ujarnya. Ustad muda itu memang selalu saja baik hati, ia bukan tipe orang yang suka memerintah. Walaupun ia guru disini, tapi ia memilih memeriksanya sendiri daripada meminta muridnya untuk melihat keadaan diluar sana.

"Lain kali jangan bersifat aneh seperti itu, hargailah orang yang sedang beribadah," Abizar tak mau kalah.

"Mana aku tahu kalau kau sedang beribadah, aku hanya mencari tahu kalimat itu tapi kau tak mau menjawab," Dasha mengerucutkan bibirnya.

"Ada apa ini?" Ustad Zain muncul secara tiba-tiba. Sontak Dasha dan Abizar berhenti berdebat. Pandangan mereka beralih pada ustad muda yang tampan itu.

"Begini Ustad, gadis ini berteriak sepanjang adzan-" Abizar berusaha menjelaskan.

"Bawa dia masuk," ustad Zain memotong pembicaraannya. "Kamu tamu kami, jadi kamu masuklah dulu ke dalam pesantren," lanjut ustad Zain dengan bahasa Inggrisnya yang tak kalah fasih dari Abizar.

Abizar hanya melongo, ia tak percaya dengan keputusan gurunya itu. Sementara Dasha, ia sedang berbinar-binar menatap ketampanan ustad Zain yang mirip sekali dengan aktor Hollywood.

***

Lorong apartemen ini selalu sepi, karena penghuni di lantai ini sedikit sekali. Apartemen ini hanya dihuni oleh orang kelas atas. Karena mustahil bagi karyawan dengan gaji biasa bisa membayar sewa bulanannya. Apalagi bagi Hanum, ia hanya bekerja sebagai karyawan di Perusahaan Eleanor. Tapi, entah dapat mimpi apa Hanum ditugaskan untuk mengurus Dasha dan tinggal bersamanya di apartemen mewah ini, ia sangat bersyukur karena ia bisa menghemat uang yang tadinya terpakai untuk sewa kos. Sebelum ditugaskan menjadi babysitter Dasha, Hanum hanya tinggal seorang diri di kosan yang sederhana. Hanum terpaksa harus merantau ke Jakarta dengan bermodalkan ijazah S1-nya demi menghidupi keluarga di kampung halaman.

Teman Dari Tuhan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang