Part 13 : Selamat datang di Negeri para dewa

63 12 0
                                    

     Kapal-kapal berjejer rapih. Burung pelican terbang singgah di sisi dermaga. Namun pupil mata Dasha seakan tak menikmati itu semua. Ia hanya memandang hamparan laut di depannya dengan tatapan kosong.

     Sepiring Mega Kebab Pheladelphia masih utuh tak Dasha sentuh, kecuali kentang goreng yang berserakan di sisinya. Hanya itu yang Dasha santap. Meja berjejer di hadapannya namun kosong. Pukul 13.00 memang jam yang sepi bagi Kali Pita, karena restoran ini baru saja buka. 

     Seseorang menduduki tempat di samping Dasha, namun Dasha tak menyadarinya. Dasha masih terpaku pada pemandangan laut di depannya. Dua orang pasangan beserta anak kecil itu menjatuhkan bokongnya di tempat masing-masing. Pandangan wanita beranak satu di samping tak sengaja melirik Dasha. "Dasha?" panggil wanita tadi.

Sontak Dasha melirik ke arah seseorang yang menyebut namanya. "Callena?" Dasha membulatkan mata.

"Dasha, aku gak nyangka bisa ketemu kamu—" belum selesai Callena berbicara, Dasha sudah beranjak dari duduknya. Tapi Neron—suami Callena—menghalangi langkah Dasha.

"Aku mohon duduklah sebentar," Neron berlutut.

"Neron, untuk apa kau berlutut?" Dasha terkejut dengan apa yang ia lihat.

"Aku mohon," Neron menggenggam tangan Dasha. Dengan cepat Dasha menarik lengannya kembali. Dan ia pun menyerah, lalu memilih menuruti kemauan Neron.

"Jadi? Kalian mau bicara apa?" Dasha membuka pembicaraan.

"Aku mau menceritakan semuanya, Sha. Soal pernikahanku dengan Neron," jelas Callena. Dasha pun tak merespon, hanya menyimak apa yang akan mereka bicarakan.

"Kamu tau kan? Ayahku pernah bercerita kalau aku telah dijodohkan dari kecil dengan sahabat ayahku," ujar Callena. Dasha masih diam enggan mengucapkan sepatah kata pun.

"Ternyata ayah Neron adalah sahabat ayahku," Callena tak kuasa menahan tangis.

"Kami menikah tapi tak saling mencintai Dasha," lanjut Callena semakin larut dalam tangisnya. Mata Callena membulat merasakan hangat yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Dasha tengah memeluknya erat.

"Aku sudah melupakan apa yang terjadi, maafkan aku karena tak mau mendengarkan penjelasanmu," ujar Dasha.

"Aku tidak bermaksud untuk merebut Neron darimu dan anak ini adalah anak yang orang tua kami inginkan sebagai pewaris," Callena mengusap jejak air mata yang membekas di pipinya.

"Aku sudah merelakan Neron, aku telah memiliki cinta yang lain," Dasha menyuguhkan sebuah senyum.

"Siapa?"

"Tapi aku harus merelakannya karena tak mungkin bagi kami untuk bertemu," lanjut Dasha.

     Transportasi udara itu melayang di langit. Kemudian ia bersiaga untuk landas. Roda kecil yang menyangkut di bawah sana telah menyentuh permukaan. Kemudian pesawat itu melaju di darat bak pesawat mainan Bizar semasa kecilnya.

     Pria berwajah khas Indonesia itu menyeret koper di tangannya. Matanya menjelajah sekeliling bandara ini. Ia terdampar di negara asing dengan bermodalkan bahasa Inggris. Seorang wanita sexy menghampirinya. Bajunya ketat dengan rok yang terbelah bagian sampingnya. "Tuan Bizar?" tanya wanita itu.

"Astagfirullah, mending gak usah pake baju Mbak," gumam Bizar dalam hati. "Bu Vion?" Bizar memastikan.

"Selamat datang di Yunani, Tuan." Vion mengulurkan tangannya. Jantung Bizar berdegup kencang, ia tak mungkin menyentuh tangan perempuan yang bukan mukhrimnya.

"Maaf," Bizar merapatkan kedua tangannya untuk mengisyaratkan ia tak ingin bersentuhan. Vion pun menarik kembali tangan yang ia ulurkan.

"Saya sangat baru di Yunani, mohon bantuannya untuk beberapa hari ke depan," Bizar menyuguhkan senyum.

"Baik, Tuan. Saya akan melakukan yang terbaik," ujar Vion.

     Hari ini adalah hari pertama kaki Bizar berpijak di negara Yunani. Salah satu tujuannya adalah untuk bertemu dengan Dasha sekali lagi. Ia menghabiskan seluruh isi tabungannya untuk perjalanan ke negeri para dewa itu. Bizar akan memulai hidup baru disini.

     Vion mempersilahkan Bizar masuk pada sebuah rumah sederhana di daerah Kallithea. Hanya rumah ini yang mampu Bizar sewa. Untungnya saja ustad Zain mau membantu menyewakan seorang tour guide untuk Bizar.

    Bizar memulai roomtour-nya dengan ruang tengah. Rumahnya memanglah sangat minimalis. Jadi ruang tengahnya pun tak begitu luas. Kemudian Bizar berlalu menuju kamar. Hanya ada satu kamar disini. Dan luas kamar itu cukup untuk Bizar seorang. Bizar menyudahi roomtour-nya dengan ruang terakhir yaitu balkon, karena kebetulan rumah Bizar berada di lantai kedua.

"Ma, Bizar udah sampai," ujar Bizar pada seseorang di sebrang telepon.

"Iya alhamdulillah, sampai kapan kamu disana? Mama sangat khawatir," ujar Ibu Bizar.

"Bizar akan kembali setelah menemukan Dasha," jawab Bizar dengan penuh keyakinan.

"Memangnya kau tau dimana alamat si Dasha Dasha itu? Lagipula hanya demi seorang teman, kau rela menyusulnya jauh-jauh tanpa mempersiapkan apapun," Ibu Bizar mulai mengomel.

"Mama, aku memang tidak tahu alamat rumahnya, tapi aku akan menemukannya cepat atau lambat, usaha yang kulakukan saat ini bukan hanya demi seorang teman, melainkan demi saudara seagama kita," jelas Bizar berusaha membuat ibunya mengerti. Namun ibunda Bizar hanya terdiam.

"Aku telah bersedia untuk membimbing Dasha, bahkan ustad Zain pun saksinya. Untuk itu, aku harus menuntaskan janjiku hingga akhir," lanjut Bizar.

    Usai saling melempar pendapat dengan bundanya, Bizar terduduk pada sebuah sofa. Ia hanya diam dengan pandangan yang kosong. Pikirannya tengah berkecamuk antara mencari Dasha dan usaha bertahan hidup di negeri orang. Pencarian ini pasti akan sangat sulit, karena Bizar tak memiliki informasi mengenai alamat rumah Dasha. Untuk itu Bizar harus memutar otaknya demi kelangsungan hidupnya di negeri para dewa ini. Ia harus mencari sebuah pekerjaan.

     Mencari sebuah pekerjaan di negeri asing pasti tidak mudah. Ditambah lagi Bizar tak menguasai bahasa sehari-hari yang mereka gunakan. Ia hanya mengandalkan Vion sebagai penerjemahnya sehari-hari. Itu pun dengan kontrak sebulan, setelah itu Vion tak bekerja lagi dengannya. "Vion? Percuma saja aku menghabiskan waktu untuk berkeliling dengannya, kenapa tidak aku memintanya saja untuk mengajarkanku bahasa Yunani?" gumam Bizar ketika ide briliannya muncul.

       Sementara di tempat yang lain, Dasha tengah melanjutkan rutinitas melamunnya di balkon kamar. Bintang di langit bertaburan indah. Dasha memandang kelipan-kelipan itu dengan matanya yang berada di bumi. Harapan muncul di benak Dasha. Ia menginginkan keajaiban datang, lalu ia terlepas dalam belengu kesesatan ini. Rasanya ia ingin kembali pada masa dimana ia dekat dengan islam. Padahal tinggal selangkah lagi ia akan menikmati hidupnya sebagai muslimah. Tapi semuanya justru hancur berantakan.

      Sesekali Dasha menyeruput teh lavender hangat kesukaannya. Aroma lavender menenangkan pikiran sekaligus hatinya yang tengah dilanda kehampaan. Hubungan Dasha dan Callena sudah jauh lebih baik. Namun tetap saja, Dasha tak seakrab dulu lagi. Pertengkaran yang terjadi membuat keretakan diantara hubungan mereka. Entah retak itu bisa pulih kembali atau tidak. Namun yang pasti, Dasha telah memaafkannya walaupun hatinya belum bertemu dengan sembuh.

+++

Teman Dari Tuhan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang