Part 29 : Akan ada cinta setelah kagum

73 9 0
                                    

      Neron membawa Callena dan Bizar ke sebuah jalan. Jalanan ini nampak sepi, sepertinya Neron berencana mengambil foto di Jalan ini. "Cepat rangkul dia!" perintah Neron.

"Apa kau benar-benar bisa Bizar?" tanya Callena khawatir.

"Demi Allah, aku berniat hanya untuk menyelamatkanmu dari pria dzalim sepertinya," Bizar bersumpah.

"Kalau begitu kau bisa menyentuh bajuku saja," ujar Callena. Bizar pun mengangguk setuju. Neron telah bersiap mengambil posisi dari kejauhan. Bizar pun mulai menyentuh pundak Callena, walau dengan tangan yang gemetaran.

"Okay cukup! Selanjutnya di Resto," Neron kembali memberi instruksi. Mereka pun berpindah lokasi ke Resto terdekat. Neron kembali menjadi sutradara atas drama ini. Sekarang Bizar dituntut untuk seolah-olah menyuapi Callena.

    Setelah semua drama ini selesai, Bizar dan Callena tinggal menunggu. Giliran Neron yang berakting ke keluarga dan pengadilan. Semua keluarga berkumpul, Neron drama dengan sangat baik. Akhirnya orang tua Neron setuju untuk memutuskan perjodohan ini. Callena ditampar ayahnya tepat di depan banyak orang.  Namun Callena menerimanya dengan lapang dada, ini adalah bagian dari perjuangan hijrahnya. Dasha bahkan telah mengalami hal yang lebih berat sebelumnya, itu yang selalu Callena tanamkan dalam pikirannya.

Pada kesempatan itu, Bizar menghampiri keluarga Callena dan menyatakan dengan serius akan menikahi Callena, "apakah Om dan Tante merestui pernikahan kami?"

"Nikahi saja wanita jalang itu, kami setuju. Karena aku sudah tidak sudi untuk mengurusnya lagi," ujar ayah Callena.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memenuhi amanah ini," ujar Bizar sembari menghentikan rekaman di ponselnya. Rekaman ini berguna sebagai bukti bahwa orang tua Callena telah menyerahkan putrinya pada Bizar.

   Bizar tinggal menanti proses perceraian Callena selesai. Setelah itu Bizar akan membawa Callena ke negaranya. Ia sudah tak sabar ingin segera pulang ke Indonesia. Rindu pada keluarganya telah menggebu-gebu. Terutama pada putri kecilnya yang baru saja lahir.

"Callena?" Bizar membuka pembicaraan. Hingga Callena pun menoleh ke arah Bizar.

"Aku tidak bisa disini terlalu lama," lanjut Bizar.

"Kenapa?" tanya Callena.

"Aku harus pulang ke Indonesia karena pekerjaanku. Kedatanganku kesini hanya untuk membantumu," jelas Bizar. Callena menundukkan kepalanya.

"Sebetulnya ada yang ingin kutanyakan," Callena memberanikan diri.

"Tanyakan saja," Bizar mengizinkan Callena bertanya.

"Kenapa kau mau menikahiku? Apa kau menikahiku atas dasar kasihan? Bukan karena cinta?" tanya Callena.

"Dulu ... Saat kita pertama kali bertemu, aku merasa kagum padamu. Kau adalah istri yang tegar, kau setia pada suamimu walaupun dia seorang bajingan. Kau tahan mengurus anakmu dengan siksaan batin dan fisik dari suamimu—"

"Dan jauh sebelum itu aku juga bertemu Dasha, aku sangat kagum padanya. Ia gadis yang berani mengambil resiko. Dia masuk islam dengan keinginannya sendiri. Rasaku padanya kala itu hanya sebatas kagum," lanjut Bizar.

"Jadi?" Callena mengernyitkan dahinya.

"Jadi saat kita menikah aku akan mencintaimu. Aku tidak ingin cinta kita tumbuh sebelum akad berlangsung. Sama seperti cintaku pada Dasha," jelas Bizar membuat Callena tersipu malu.

"Baiklah, aku akan menunggumu di Bandara saat masa iddahmu selesai," ucap Bizar sembari beranjak dari duduknya.

"Lalu bagaimana dengan Dasha? Apa dia tidak masalah dengan pernikahan kita?" tanya Callena.

"Dasha adalah wanita yang tegar," ujar Bizar. "Assalamu'alaikum," lanjutnya sembari pergi meninggalkan Callena.

"Waalaikumsallam," Callena terpaku pada punggung Bizar yang semakin menjauh.

      Bizar membaringkan tubuhnya di kasur. Bayangan wajah Callena bagai muncul di langit-langit kamarnya. Memori Bizar memutar pada kenangan masa lalunya bersama Callena. Mencintai seseorang untuk kedua kalinya itu tak mudah. Namun entah jalan apa yang Allah berikan ke depannya nanti. "Aku pernah terjatuh kagum pada Dasha, namun sepertinya cinta datang lebih dulu sebelum akad berlangsung. Aku tak bisa melihat Dasha menderita saat itu. Dasha benar-benar cinta pertamaku," gumam Bizar

"Hanya saja, rasaku pada Callena sedikit berbeda. Hanya kagum yang kurasakan, apa jalanku menikahinya benar? Apa kedepannya aku bisa mencintai Callena setulus hatiku? Semoga saja kagum adalah gejala awal jatuh cinta," lanjut Bizar.

    Adzan di ponselnya telah menyapa, ternyata Bizar tertidur di sofa. Bizar pun beranjak dari posisi awalnya. Badannya terasa sakit semua. Bizar segera berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh.

***

    Karena Bizar tak ada di sampingnya, Dasha terpaksa harus belanja sendiri ke supermarket. Walaupun sebenarnya ia tak sendirian, Faaz ikut menemaninya. Sementara Faiha, Dasha titipkan pada neneknya sebentar. Dasha tengah bingung memilih kaleng sarden yang berjejer dengan berbagai warna di hadapannya. "Umma!! Umma!! Faaz mau ini," Faaz berlari menghampiri Dasha sembari menggenggam sebuah chiki di tangan kanannya.

"Apa itu Faaz?" tanya Dasha.

"Ini chiki Umma, dalamnya ada coklat yang lumer di mulut," ujar Faaz dengan logatnya yang menggemaskan.

"Lumer di mulut? Faaz tau darimana?" tanya Dasha.

"Faaz liat di iklan Umma," jelas Faaz polos. Dasha pun terkekeh mendengar jawaban anaknya.

"Ya sudah kalau kamu mau coba chiki yang baru, kalau tidak suka jangan dibuang ya? Mubadzir," tutur Dasha. Faaz pun berhore-ria sembari melompat-lompat.

"Umma, Aba kapan pulang?" tanya Faaz. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sudah tak terhitung lagi semenjak Bizar pergi.

"Lusa nanti Sayang," jawab Dasha sembari memasukkan sekaleng sarden merah ke dalam keranjang belanjaannya.

"Umma, aku pengen Aba cepet pulang," ujar Faaz mengerucutkan bibirnya.

"Iya sayang, Umma juga." Dasha mengelus lembut rambut anaknya. Seketika perasaannya tidak enak. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Tapi ia tak tahu apa itu.
     
    Hari-hari Dasha terasa hampa tanpa kehadiran sosok suami. Kegiatannya seharian hanya mengurus anak dan rumah. Rasanya berat mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Ditambah lagi harus mengawasi anaknya yang masih kecil. Bekerja pun harus serba cepat sebelum anak bungsunya mulai menangis.

    Akhirnya Bizar telah sampai di Bandara, setelah Dasha menunggu selama dua hari. Sayangnya Dasha tak bisa menjemput karena lagi-lagi si Bungsu belum bisa keluar, ditambah lagi udara malam seperti ini. Tepat pukul 2 malam Bizar tiba di Indonesia. Mengetahui sang Istri tak bisa menjemput, Bizar pun langsung memesan taksi.

     Sepanjang perjalanan Bizar hanya memandang kosong jendela di sampingnya. Ia masih bimbang dengan pilihan yang akan ia ambil. Taksi berbelok ke komplek rumahnya. Pemandangan rumah Bizar yang jauh di depan mulai terlihat mendekat. Bizar menginstruksikan supir Taksi untuk berhenti.

     Supir Taksi itu pun membantu Bizar menurunkan kopernya di bagasi. "Alhamdulillah," Bizar mengucap syukur atas keselamatannya dalam perjalanan. Ia mulai menyeret kopernya dan mendekat ke arah pintu rumah. "Assalamu'alaikum," Bizar mengucap salam.

"Waalaikumsallam," jawab Dasha dari dalam rumah. Dasha pun membukakan pintunya. Ia segera mencium punggung tangan suaminya.

"Alhamdulillah, kamu kembali dengan selamat," Dasha mengucap syukur.

"Alhamdulillah, tapi Sayang—" Bizar memberi jeda pada ucapannya. Dasha pun mengernyitkan dahi, menanti Bizar melanjutkan pembicaraan.

"Ada yang harus aku bicarakan mengenai Callena," lanjut Bizar

Teman Dari Tuhan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang