Part 12 : Pergi

68 13 2
                                    

Dasha's POV

         Mataku berbinar memandang langit negeri ini. Ingatanku kembali memutar pada kenangan yang telah terkubur 3 tahun lalu. Jendela yang kini memandangku adalah jendela yang menyaksikan kelahiranku. Aku kembali pada Piraeus dengan kondisi yang berbeda. Jika dulu aku selalu memiliki sahabat di sampingku, sekarang ia telah enyah bersama lelaki pujaanku. Dia telah menikah dengan lelaki idamanku dan memiliki satu putra yang lucu.

        Tentu cerita pada part sebelumnya telah menceritakan kisah perjalanan rohaniku. Namun aku sendiri tenggelam dalam kebingungan. Siapa aku? Aku tidak tahu. Dasha Eleanor hanyalah seutas nama yang melekat padaku. Namun tidak dengan jati diriku.

     Kalian pasti pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan hak untuk memilih jalan sendiri, bukan? Apalagi orang yang melarang itu berpangkat sebagai orang tua. Aku bisa merasakan kesulitan seperti yang kalian rasakan. Karena aku sendiri seorang yang rapuh. Dan memilih untuk menyerah pada keinginan mereka.

    1095 hari hampa bersahabat denganku. Aku kehilangan sesuatu yang orang sebut dengan semangat. Setiap hariku hanya diisi oleh diam, makan, dan tidur tentunya. Rasa bosan telah lama menggerogoti. Aku bagai Rapunzel yang dikurung dalam menara.

       Mari kita bertanya pada sepi. Apakah ada namaku dalam datanya? Kudengar ia menjawab iya. Dasha orang yang kesepian. Sejauh aku hidup, sesakit apapun cobaan yang kualami, aku selalu kalah dengan sepi. Karena memang pada nyatanya tak ada manusia yang menang dengan rasa kesepian.

      Aku iba pada penulis yang merangkai ceritaku. Pada saat ini, tak ada yang spesial dalam hidupku. Semuanya telah lenyap. Kebahagiaan tak lagi berpihak padaku. Terakhir aku menyuarakan tawa adalah tiga tahun yang lalu. Saat kaki ini masih berpijak pada negeri tropis Indonesia. Aku rindu Hanum, aku rindu Bizar, dan tentunya ustad Zain. Aku rindu semua yang ada disana. Namun tak akan ada kesempatan lagi bagiku.

"DASHA!!!" suara Ayah membuat seluruh pasang mata tertuju padanya.

"Ayah?" aku membulatkan mataku.

"Apa yang kamu lakukan disini, Dasha?! Cepat pulang!" Ayah menarik tanganku dengan paksa.

"Ayah ... Aku—" bahkan Ayah tak mengizinkan aku mengeluarkan sepatah kata.

"Diam! Jika kau masih menganggap aku ini ayahmu! Ikutlah dan pulang denganku, kau tidak perlu menginjak tempat ini lagi selamanya!" bentakan demi bentakan Ayah lontarkan padaku. Namun bibir ini tak mampu lagi merangkai kata untuk mengelak. Yang bisa aku lakukan saat itu hanya pasrah membiarkan Ayah menyeret tubuhku keluar.

"Ayah datang jauh-jauh dari Yunani ke Indonesia itu mau menemuimu, sebenarnya kemarin Ayah sudah ada disini, tapi Ayah tak bilang. Dan sekarang perjuangan Ayah sia-sia, kamu mengkhianati Ayah, Dasha!" jelas Ayah masih dengan emosinya yang memburu.

"Ayah tak bisa menerima kamu sebagai pewaris keluarga ini jika kamu tetap menjerumuskan diri pada ajaran mereka! Atau apapun itu yang berbau agama, kamu mengerti?!" lanjutnya.

     Lamunanku buyar bersamaan dengan hembusan nafasku. Sebutir air mata selalu hadir ketika aku mengingat kejadian itu. Akankah Allah memaafkanku? Setelah apa yang aku pilih ini. Akankah Allah masih menerimaku? Setelah aku mementingkan keluargaku daripada-Nya. Sungguh, agama suci itu kurasa tak pantas melekat padaku.

      Langkah kakiku mengeluarkan bunyi. Hingga pasang mata indah itu melirikku. Walau mulutnya diam, tapi aku tahu wanita yang berstatus ibuku masih menyayangiku. Setelah puas memandangku ia membuang pandangannya ke arah lain. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut kami saat ini. Aku sangat kesepian, biasanya aku selalu mencurahkan isi hatiku pada Bizar. Ia selalu mendengarkanku dengan baik, dan memberi solusi setelahnya. Kira-kira apa yang sedang Bizar lakukan saat ini?

Teman Dari Tuhan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang