15 : "doakan aku hidup sampai hari itu, Flo!"

24.1K 2.7K 324
                                    

"Aku yang jemput Mikki!"

Ezra menahan seringai ketika melihat wajah cantik Flora tercengang, walau mulutnya tidak menganga tapi kedipan matanya menyiratkan bahwa ia terkejut. Wajar, sebab Ezra pun tak percaya dengan idenya yang muncul secara impulsif di suatu pagi menjelang siang.

Sebenarnya Flora sudah meminta ijin lebih dulu saat sarapan pagi tadi, ia harus menjemput Mikki pukul sepuluh dan membawanya ke rumah Ezra sebab Davon dan Gita pergi ke luar kota sementara Indi sedang sakit.

Wanita itu menggeleng, "nggak perlu, Ray. Aku cepet aja kok. Kerjaannya aku lanjut setelah dari sekolah."

Flora meringis ketika Ezra meremas lembut lengannya, "lebih baik kamu fokus kerjakan ini, jangan sampai buyer menunggu. Mikki-mon biar aku yang jemput. Lagian dia pasti senang."

Mengulas senyum, Flora menyerah, "dia bakal senang banget. Kamu kan idolanya Mikki."

Pria itu pura - pura menimbang, "Em... bangga nggak ya? Aku berangkat!" Ezra kembali meremas lengan Flora dengan gemas sebelum meninggalkan gadis itu, dan ketika Flora mengaduh ia pun curiga.

"Kamu gapapa, Flo? Coba kulihat lengannya!"

Wanita itu seketika gugup dan menghindari Ezra, "gapapa, Ray. Pegel aja."

Enggan percaya begitu saja, Ezra memicingkan mata sambil menutup jarak. "Biar aku lihat!"

Flora terkekeh geli untuk menutupi tingkah gugupnya, "kamu apaan sih, Ray. Minggir!"

Flora terhimpit di meja, kedua tangannya menopang ke belakang saat lengan kiri Ezra melingkari pinggangnya. Satu lutut pria itu membelah paha Flora membuat ujung roknya sedikit terangkat naik. Di posisi yang amat rentan, fokus Flora terbagi antara melindungi kewanitaan atau lengannya.

"Ini pelecehan, Pak Ezra!" Flora mengingatkan walau dengan suara bergetar.

"Tujuan WFH akal - akalan ini memang saya buat supaya bisa melecehkan kamu." Ezra berharap tampang dan suaranya terdengar seperti gombalan murah alih - alih niat yang sebenarnya. "Aku lihat lengan kamu ya."

Flora pasrah ketika Ezra menarik kepalanya bersandar di dada, seakan menyiratkan pada Flora untuk pasrah. Tangan kanan Flora meremas kemeja di pinggang Ezra, tangan kirinya bergelayut di pundak. Ia dapat merasakan degup jantung Flora ketika menyibak lengan bajunya dan melihat lebam samar melingkari satu titik di lengannya. Bekas tusukan jarum suntik.

"Ini apa?"

Wanita itu bergeming, merasa aman bersembunyi di dada Ezra. Yah, Ezra sudah bisa menebak jawabannya, hanya saja ia ingin mendengar pengakuan langsung dari wanita itu jadi ia rendahkan bibirnya di telinga Flora lalu mengulang pertanyaan yang sama namun berupa bisikan, "ini... apa, Sayang?"

Sungguh ia merasakan tubuh ringkih Flora bergetar hebat dalam pelukannya, ketika wanita itu menggeliat, Ezra meninggikan lututnya hingga mendekati selangkangan Flora dan wanita itu terkesiap walau tetap enggan menjawab.

Sembari menahan napas, Ezra menerka, "Kontrasepsi suntik?"

Walau berat Flora mengakui dengan anggukan malu di dada Ezra.

Ia terkesima dengan jawaban samar itu, tadinya ia berharap Flora suntik tetanus atau rabies atau vaksin Covid kalau ada. "Buat aku?"

"Buat kita," suara serak Flora mengoreksi, "kita nggak mau ulang kesalahan yang sama-, maksud aku," wanita itu buru - buru membenahi, "aku nggak mau ada di posisi Ine yang cemas berhari - hari karena telat datang bulan. Aku juga nggak mau buat kamu stres sampai muntah - muntah seperti dulu karena memikirkan kemungkinan aku hamil."

Work from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang