"Sudah reservasi, Bapak?" tanya wanita bersanggul rapi, berseragam hijau gelap dengan senyum template menawan, membuat Davon tergoda untuk berbasa basi berkenalan. Tapi sayang, papan kecil di dadanya mengumumkan bahwa resepsionis itu bernama Sanny. Artinya, pertanyaan Davon hanya akan menunjukkan seberapa 'cerdas'-nya ia. Davon tidak jadi main lidah.
"Sudah. Atas nama Davon, yang satu lagi atas nama Flora."
Wanita itu sedang terpaku pada layar monitornya, memeriksa reservasi Davon sementara Davon terus menatap bibirnya.
"Atas nama Bapak Davon Giovanii-" akhirnya suara wanita itu berubah serak.
"Itu nama saya, Mba." Sahut Davon.
"dan Flora Stefany."
Flora mengalihkan perhatiannya dari Davon yang sedang bergenit ria di meja resepsionis ke arah Gita yang meneguk dua gelas welcome drink. Daerah pantai memang panas ataukah Gita yang kepanasan?
Lalu di mana Mikki?
Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling lobby yang luas dan menjulang hingga beberapa lantai. Pasti terpesona akan gaya arsitekturnya andai saja ia tidak mencemaskan Mikki.
Lobby hotel bintang lima ini di penuhi orang - orang yang sepertinya memang menginap untuk satu acara yang sama. Pernikahan putri profesor Ganesha yang bernama Arizona dengan entah siapa pria beruntung itu.
Arizona Miranda bisa dibilang maskotnya Fakultas Hukum. Selain cerdas, kecantikannya yang khas juga kerap mengundang masalah dari fakultas lain. Tidak ada pria yang cukup percaya diri mendekati gadis yang sehari - harinya mengendarai Mercy ke kampus. Kecuali pria itu mengendarai mobil sekelasnya, memiliki IPK setingkat dengannya, dan mempunyai ayah seorang dosen yang pelit nilai.
Tapi... dunia memang aneh. Davon hanya mengendarai motor gede keluaran lama, kemampuan menghafal pasal yang tidak terlalu sempurna, namun memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi menjadi satu - satunya pria yang direspon Arizona. Bahkan kali pertama Arizona dibonceng dengan motor itu sempat menjadi gosip panas di kampus dan masih belum hilang hingga satu minggu.
Setahu Flora, Davon dan Arizona memang dekat tapi tak satu pun dari mereka mengakui hubungan spesial itu.
"Aku ini siapa yang bisa mengencani seorang Arizona, Flo?" kata Davon pada suatu hari saat Flora mencoba klarifikasi gosip kakaknya yang sampai ke fakultasnya bahkan ke angkatannya.
Davon memang menyimpan rapat hubungan asmaranya, semua orang hanya bisa menerka, bahkan tak sedikit yang menjulukinya player. Ya, Davon muda memang suka berganti - ganti perempuan sebelum Arizona menanggapinya.
Setahun setelah wisuda, di saat teman - teman yang lain sibuk mencari informasi kantor magang dan ujian setifikasi advokat, Davon sibuk mencari pekerjaan dengan kualifikasi lulusan hukum.
Satu per satu teman - temannya sibuk dengan urusan studi lanjutan dan meninggalkan Davon yang sibuk mengurus adiknya. Tapi... Arizona tetap menjadi salah satu dari sedikit orang yang masih berhubungan dengan Davon.
Suatu malam, Flora yang sedang mual - mual mendengar pertengkaran Davon dan Arizona di ruang tamu rumah kontrakannya. Intinya Arizona ingin Davon peduli pada pendidikannya, sia - sia kuliah hukum jika tidak mengambil sertifikasi advokat. Ia juga ingin Davon mengambil gelar master agar pendidikan mereka nantinya setara.
"Aku nggak akan bisa imbangi kamu, Ri. Kamu dan kehidupanmu terlalu jauh untukku. Kamu hidup dan belajar nyaris tanpa beban, sedangkan aku punya segudang beban yang harus kutanggung. Aku nggak akan bisa penuhi kriteria menantu dosen Ganesh. Kamu... dengan yang lain saja."
Plak!!!
Flora terkesiap dari tempatnya mengintip. Arizona yang wajahnya merah dan basah karena air mata pun murka lantas menampar kakaknya. Davon hanya diam mendengar rentetan kekecewaan Arizona. Kakaknya terlihat kalah. Tidak biasanya Davon kalah tapi kali ini ia pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Work from Hell
RomanceGenre cerita ini contemporary romance & adult 21+ Pasti ada alasan mengapa seorang laki - laki menjadi playboy. Apakah gengsi, patah hati, atau sekedar pembuktian. Ezra menganggap dirinya adalah pria 'ramah', bukan playboy. Tapi tidak begitu di mata...