"Ray!" pekik nyaring seorang wanita yang tak dikenal mengejutkan Ezra dan Mikki saat mereka mampir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. Keduanya sedang serius meredakan dahaga di depan show case (belum dibayar tapi sudah diminum), Ezra meneguk isotonik dan Mikki menyedot Pororo dari botolnya. Keduanya lelah setelah menggotong mainan ke atas pick up.
Nalurinya sebagai pria 'ramah' menuntut agar ia berlaku 'sopan' saat wanita itu mendekat—tanpa sengaja bokong wanita itu mendorong Mikki ke samping—menyodorkan pipinya untuk cipika - cipiki akrab.
"Hey!" balas Ezra dengan senyum paling menawan padahal dalam benaknya ia sibuk memilah file tentang wanita yang wajahnya saja ia lupa, apalagi namanya.
"Anak kamu?" kuku panjang bercat merah berani itu menuding pada wajah Mikki yang kesal karena didorong menjauh tadi.
Ezra mengedikkan bahunya, "ponakan."
Wanita itu merunduk rendah hingga Mikki dapat melihat belahan payudaranya dari tepian garis tank topnya, dengan manis ia menyapa, "hai, nama kamu siapa?" tapi anak itu mundur ke balik tubuh Ezra dengan sorot mata yang menyatakan permusuhan.
"Kamu... sendirian?" tanya Ezra basa - basi sambil menarik Mikki kembali ke sisinya karena mengabaikan wanita bukan kebiasaan Ezra.
"Iya," jawab wanita itu, "oh iya, aku udah pindah dari kontrakan waktu itu. Sekarang aku di apartemen," ia menyebutkan alamatnya dengan jelas, "main aja, aku tunggu lho. Tapi jangan bawa anak ini, bisa ganggu ntar."
Ezra menanggapinya dengan gelak tawa, ia pun mengangguk hanya karena tidak ingin mencederai perasaan wanita over confident itu. "Okelah..."
"Alamat kamu di mana sih?" tanya wanita itu masih sok akrab.
"Ray, ayo pulang!" sela Mikki sambil menarik ujung kemeja Ezra, "ditungguin Onty."
Ezra hanya mengacuhkannya sekilas, "bentar ya, Mon. Ray ngobrol sama Onty dulu." Lantas ia memanfaatkan Mikki untuk mencaritahu nama wanita itu, "kenalan dong sama Onty." Ia mendorong anak itu ke arah si perempuan.
"Aku Gisela," katanya, "Onty Gisela temannya Om Ray-" wanita itu melirik genit penuh makna lalu menambahkan, "teman 'keringetan-nya' Om Ray."
Mikki jelas - jelas tidak suka, ia mengabaikan uluran tangan Gisela dan memilih pergi dari sana.
"Jangan keluar, Mon!" seru Ezra buru - buru. Ia sangat ingin mengejar anak itu, karena kalau sampai hilang, Flora akan mengiris kejantanannya sampai habis.
"Eh, minta alamat kamu dong."
Nah, bagaimana caranya menghindari godaan ini? Ia tidak ingin memberikan alamat rumahnya pada wanita itu tapi juga tidak ingin membuatnya malu karena penolakan, akhirnya ia menemukan cara,
"Minta nomor kamu deh, nanti aku kirim aja alamatnya. Aku harus kejar ponakanku. Suka ngilang soalnya," usul Ezra sambil mengulurkan ponselnya pada Gisela. Wanita itu mencatat nomor ponsel yang tidak akan pernah Ezra hubungi—kecuali hubungannya dengan Flora bubar jalan, entah kapan.
Di dalam mobil pick up yang pengap karena ternyata AC-nya rusak, Ezra menekuk masam wajahnya persis seperti wajah anak di sisinya yang jauh lebih masam lagi.
"Kamu kenapa kurang ajar gitu sih?" tanya Ezra, menuntut tapi tidak membentak.
"Aku nggak suka sama orang itu."
"Nggak suka bukan berarti nggak sopan, Mon. Onty Gisela kan nggak punya salah apa - apa sama kamu."
"Dia bukan Onty-ku," potong Mikki cepat dan agak menghardik pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Work from Hell
RomanceGenre cerita ini contemporary romance & adult 21+ Pasti ada alasan mengapa seorang laki - laki menjadi playboy. Apakah gengsi, patah hati, atau sekedar pembuktian. Ezra menganggap dirinya adalah pria 'ramah', bukan playboy. Tapi tidak begitu di mata...