25 : Saatnya menjauh (21+)

29.7K 2.2K 169
                                    

Flora meringis merasakan perubahan posisi ini. Tidak biasanya Ezra membiarkannya mengambil alih kendali permainan. Ezra selalu ingin mengatur. Sikap arogannya membuat pria itu selalu mendominasi. Ada kalanya Flora senang menjadi pihak yang pasrah, dicumbu seperti bunga, tapi digunakan seperti alat pemuas. Tapi ada kalanya ia ingin berada di posisi berkuasa, dan sekarang kesempatannya.

Sengaja tak ia benahi penampilannya yang berantakan agar Ezra dapat melihat hasil 'karya-nya' dan mungkin merasa bangga berhasil membuat Flora layaknya pelacur eksklusif hanya untuk memuaskan dirinya.

Ia menatap mata Ezra, hanya beberapa derajat di bawahnya karena pria itu tak sepenuhnya terlentang pasrah. Ia bersandar pada tumpukan bantal. Terasa jelas bahwa Ezra memang tidak bisa membiarkan dirinya dikuasai, bahkan setelah membiarkan Flora mengambil kendali, ia masih tetap mengawasi.

Kedua tangan Flora bertumpu di pundak Ezra. Membiarkan jari jemarinya menusuk kulit pria itu ketika ia menjatuhkan berat tubuhnya membuat gairah Ezra semakin dalam. Walau tak ingin menunjukan reaksinya tapi desah spontan nyaris tak mungkin ditahan. Pahanya menjadi sangat tegang menjepit pinggul Ezra dan kurang dari satu menit Flora luluh lantak.

Entah kenapa wanita itu justru terlihat kecewa dan malu. Ia diam, menunduk dalam, menolak membalas tatapan Ezra bahkan ketika pria itu menjepit dagunya, Flora melengos.

Ezra memindahkan kedua tangannya di pinggul Flora, ia tahu ini akan sulit. Perselisihan mereka sebelum ini bukan memicu gairah, tapi menimbulkan ketakutan satu sama lain.

"Gerak lagi, Flo!"

Wanita itu masih diam.

"Puasin aku, Flo!" geramnya sambil menggerakkan pinggul Flora di atas gairahnya dengan perlahan.

Flora menepis tangan Ezra dari pinggulnya sebagai perlawanan. Ia mendorong pundak pria itu hingga tenggelam dalam tumpukkan bantal sebelum mulai bergerak dengan liar. Ia menyingkirkan emosi dan rasa cintanya, memerintah otaknya agar tidak melibatkan perasaan. Walau ia tahu usahanya sia - sia.

Ezra menatap nyalang pada wanita yang sedang mengaduk - aduk gairahnya: berirama tapi lalu menyentak, membuat kejutan di saat pertahanan Ezra kendor. Membuat pria itu senantiasa waspada mempertahankan keperkasaannya. Ah, dasar jalang! Amatir jangan coba - coba deh.

Flora pun tak kalah tajam kala membalas tatapan marah Ezra. Ketika pria itu kembali meremas pinggulnya, menahan agar Flora tidak membuatnya tenggelam lebih dalam, tangannya ditepis—ah, bukan. Tapi dipukul!

Geram pelan menunjukkan bahwa pria itu protes tangannya dipukul. Dengan keras. Ia terkekeh jahat.

"Kita jadi masokis, Flo? Kamu mau aku pukul bokongmu, hah? Biar kamu tambah nakal?"

Flora mengacuhkannya dan terus bergerak apalagi ketika merasa dirinya semakin penuh. Ezra membesar tentu saja, dan pria itu sedang menahan diri. Sialan!

Bibir Ezra tersenyum miring, "keluarin aja, Flo. Aku tahu kamu udah pengen. Kamu nggak denger di bawah situ becek banget. Denger suaranya kan? Seksi ya."

Sialan! Kata - kata nakal Ezra berhasil membuatnya menjadi lebih nakal lagi. Ia memindahkan tangan bandel Ezra dari pinggul ke payudaranya, tak perlu provokasi tambahan tangan Ezra meremas kelenjar lentur itu layaknya Mikki yang sedang asyik dengan slime.

"Ah, Flora..." erang Ezra kali ini terasa jujur. Tidak arogan. "Sayang..." bibirnya berusaha menangkap puting Flora yang melonjak seiring dengan gerakan pinggulnya yang naik turun.

"Sayang!" pekik Flora itu tidak terprogram sebelumnya. Harusnya 'Ray!' sisi angkuh Flora memarahi sisi murahannya. Tapi persetanlah! Ia mendesah dan terbata - bata. Gerakannya semakin cepat begitu Ezra berhasil menemukan puncak payudaranya, diisap agar tak lolos dari mulutnya. Ia memeluk kepala Ezra di dadanya

Work from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang