Bara menghampiri Salju yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dengan motor gede berwarna merah milik Jerry. Bara memang sudah menunggu Salju sejak tadi, ia benar-benar penasaran dengan gadis itu.
"Ayo, naik!" titah Bara.
Salju hanya diam membuat Bara menghela napas dan membuka helmnya.
"Ini gue," katanya."Bara," pekik Salju.
"Pakai helmnya!" Bara menyerahkan helm tapi tidak diambil oleh Salju.
"Kenapa?" tanya Bara.
"Gue nggak suka naik motor," jawab Salju, "gue lebih suka naik angkot."
Bara tidak mengerti jalan pikiran Salju, biasanya cewek normal itu lebih suka naik motor daripada harus desak-desakan di dalam angkutan umum. Tapi Salju memang bukan cewek normal, dia spesial.
"Kenapa?" tanya Bara penasaran.
"Kalau naik angkot, gue masih bisa fokus baca buku. Tapi kalau naik motor, gimana mau baca buku?"
Apa Bara bilang, Salju itu spesial. Jawaban Salju selalu cerdas bagi Bara. Sepertinya Bara harus berterimakasih pada Dennis yang sudah membuatnya mengenal Salju.
"Aku duluan, ya." Salju berlari menuju halte, menunggu angkutan umum.
Bara tersenyum lalu mengambil ponselnya dari dalam saku jaket dan menelepon Jerry agar mengeluarkan mobilnya dari area parkir sekolah.
Hanya butuh waktu satu menit, Jerry sudah keluar dari gerbang sekolah. Bara langsung mendekati mobil berwarna hitam itu.
"Keluar!"
"Loh kenapa? Apa salah gue, Bar?"
"Gue nggak jadi pakai motor lo, ini kuncinya." Bara menyerahkan kunci motor ke Jerry.
Jerry menghela napas pelan.
"Baru aja gue mau ngajak jalan adik kelas pakai mobil itu, eh ... gagal.""Next time, Bro."
Bara masuk ke dalam mobil menuju halte di mana Salju berada. Jujur saja, ia sendiri heran kenapa bisa sepenasaran ini kepada Salju.
Tepat di depan Halte, Bara langsung membuka kaca kirinya, menyuruh Salju untuk masuk. Namun gadis itu malah menggeleng. Entah karena jual mahal atau karena memang tidak mau naik mobilnya.
"Gue cuma mau nganterin lo doang."
Salju akhirnya mengangguk, membuka pintu mobil lalu duduk di samping Bara. Salju langsung membuka tasnya, mengambil buku dan membaca buku tanpa memperdulikan Bara yang masih menatapnya.
"Tempat kerja lo di mana?"
"Trivoli Cafe," jawab Salju tanpa mengalihkan pandangannya pada buku yang tengah di baca.
Bara mengangguk. Membiarkan Salju fokus membaca buku. Sejatuh cinta itukah Salju pada buku? Padahal menurut Bara, buku itu sangat membosankan terlebih bisa membuat sakit kepala jika terlalu lama.
Sekitar dua puluh menit diperjalanan, untung saja tidak macet, jadi Salju bisa datang ke kafe tepat waktu.
"Sudah sampai."
Salju memasukkan buku ke dalam tas kemudian menatap Bara.
"Terimakasih."Bara mengulurkan tangannya, membuat Salju mengernyit.
"Apa?""Cium tangan gue. Minta do'a restu ke gue biar kerjaan lo lancar."
Salju menerima uluran tangan Bara lalu mencium punggung tangan bara. Lagipula Salju selalu melakukan itu kepada kakeknya jika mau berangkat sekolah.
"Pulang kerja jam berapa, biar gue jemput."
Salju menggeleng cepat.
"Setelah pulang dari kafe, gue masih harus kerja di pom bensin. Nggak usah jemput gue." Salju memandang jam di lengannya. "Gue kerja dulu."Bara mengerjapkan matanya beberapa kali melihat Salju keluar dari mobil dan masuk ke dalam kafe. Apa hidup Salju sesusah itu sampai harus bekerja begitu keras?
Lelaki itu tersenyum, memakai kacamata. Dan berucap yakin, "Tenang Salju, ada Bara di sini. Gue janji bakal bikin lo bahagia."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara & Salju
Teen Fiction(18+) "Lo pacarnya Bara?" tanya Bagas sambil memperhatikan Salju dari ujung kaki sampai ujung rambut. "I ... iya, Kak," jawab Salju gugup. "Cantik." Bagas langsung menyeret Salju ke dalam toilet, tidak peduli jika Salju terus menjerit. Bagas membuka...