Bagian 4

15K 355 25
                                    

Bara dan Bagas sudah berada di atas motor sekarang. Suara knalpot berdesing keras mengeluarkan asap yang mengepul berwarna putih kehitaman. Bara memasang wajah yang sangat serius, nasib sekolah bergantung pada kemenangannya saat ini. Berbeda dengan Bagas yang memasang wajah santai, seolah yakin jika hari ini akan menang.

Seorang gadis memakai celana kuning di atas lutut dan baju lengan pendek berwarna putih dengan membawa bendera masuk ke area balapan, tepat berdiri di tengah motor Bara dan Bagas.

Gadis itu tersenyum melirik Bara dan Bagas secara bergantian.
"Kalian sudah siap?" tanya Renata, nama gadis cantik itu.

Bara dan Bagas mengangguk bersamaan.

"Tiga ... dua ... satu ...." Renata mengibarkan benderanya berulang kali. Motor Bara dan Bagas melaju dengan kecepatan tinggi.

Bara memimpin di posisi depan sementara Bagas tepat di belakangnya. Para penonton bersorak meneriakkan jagoan mereka masing-masing, begitu juga Henna yang berharap Bara bisa mengalahkan Bagas. Henna yakin jika Bagas akan semena-mena kepadanya seandainya menang.

Memikirkannya saja membuat bulu kuduk Henna merinding.
"Bang Bara ... semangat!" teriaknya keras.

Mendengar teriakkan Henna malah membuat Bagas menambahkan lagi kecepatannya, menyusul Bara. Bagas tersenyum miring ketika berhasil melajukan motornya jauh meninggalkan Bara.

Bara tidak mengerti kenapa motornya sangat lambat, berbeda dari biasanya. Padahal ia yakin sekali, sore tadi motor kesayangannya itu masih baik-baik saja.

Citttt ....

Motor Bagas sampai dulu di depan garis finish. Henna dan Dennis saling pandang, tidak mungkin Bara kalah dari Bagas.

Henna cepat-cepat turun dari tribun penonton hendak menghampiri Bara namun tangannya lebih dulu di tahan oleh Bagas.
"Mau ke mana, Sayang?"

Henna melotot tegas.
"Lepasin gue!"

"Kalau gue nggak mau?"

"Lepas!" Dennis kini yang mencoba melawan Bagas.

"Okay, gue lepasin. See you tomorrow, Henna. Besok kita bakal senang-senang di toilet sekolah," ujar Bagas lalu tertawa keras sembari meninggalkan tempat balap motor.

Henna tidak peduli, gadis itu langsung menghampiri Bara.
"Bang, motor lo kenapa?"

"Gue rasa motor gue nggak seperti biasanya. Ada yang aneh sama motor gue."

"Jangan-jangan ada yang menyabotase motor lo, Bar. Gue yakin ini rencana Bagas dan gengnya itu, atau parahnya malah ada mata-mata di geng kita?"

"Gue juga kepikiran ke situ. Tapi untuk saat ini gue lebih khawatir tentang Henna. Besok lo jaga Henna terus, ya. Gue nggak mau Bagas apa-apain Henna."

Dennis tersenyum, lalu mengangguk yakin.
"Dengan segenap jiwa, raga. Gue bakal jaga Henna. Gue janji nggak bakal biarin Henna terluka sedikitpun," ucap Dennis yakin.

Pipi Henna terasa menghangat mendengar ucapan Dennis. Jika tidak sedang dalam keadaan seperti ini, mungkin Henna sudah berteriak kencang sambil loncat-loncat saking bahagianya.

"Jerry mana?" tanya Bara.

Dennis menggeleng sambil mengangkat bahu membuat Bara menghela napas. Mungkinkah Jerry mata-mata? Bara menggelengkan kepalanya, tidak baik menuduh orang tanpa bukti apapun.

"Lo antar Henna pulang, ya!"

Dennis memberi hormat pada Bara.
"Siap, Bos!"

"Lo mau ke mana, Bang?" Henna kini yang bertanya.

Bara tersenyum.
"Jemput pacar."

***

Bara sampai di pom bensin tempat Salju bekerja. Tidak sulit menemukannya karena memang dekat dengan Caffe Rivoli.

"Berapa, Mas?" tanya Salju saat mengisi bensin untuk motor Bara.

"Penuh, Mbak."

Salju mengisi tangki bensin motor Bara dengan penuh.

"47.500 rupiah, Mas."

Bara memberikan uang seratus ribuan pada Salju.
"Nggak usah kembali, Mbak. Kembaliannya pakai cinta dan kasih sayang aja," ujarnya.

Salju langsung tau, jika makhluk di depannya adalah Bara. Salju tetap mengembalikan uang milik Bara. Dengan yakin, Salju tidak akan mengambil uang yang bukan hak-nya.

"Udah malem, kenapa masih keluyuran? Cepat pulang dan tidur, besok lo harus sekolah."

Belum sempat Bara menjawab, tapi sudah ada motor yang mengantri di belakangnya, tentu saja Bara harus segera cepat pergi.

Lelaki itu menunggu di depan warung kopi sambil terus memperhatikan Salju yang tengah membaca buku ketika sepi. Bara salut dengan kekasihnya itu, pekerja keras dan rajin belajar.

"Lo bener-bener cewek limited edition, Sal" ucap Bara lirih.

***

"Makasih udah anterin gue," ujar Salju, "tapi besok nggak usah jemput gue lagi, ya."

Bara memicingkan matanya.

"Gue tau niat lo baik, tapi gue sama lo baru kenal hari ini ...."

"Gue bukan orang jahat, lagipula gue pacar lo."

"Tapi ini berlebihan, Bar."

Bara menggeleng tegas.
"Nggak ada yang berlebihan untuk lo. Sekarang masuk ke rumah, udaranya mulai dingin."

Salju berdecak sebal lalu berbalik arah cepat, tentu saja Bara menjadi gemas sendiri.
"Salju ...."

Salju kembali menoleh ke belakang memandang Bara.
"Apa?"

"Helm-nya balikin."

***

Bara & SaljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang