sefen

42 4 0
                                    

ΠT A N D A T A N G A NΠ
°°°°°°°°°°°°°°°°°

S e n i n , 0 6 : 4 3

Artha memakai sepatunya di teras, disusul dengan Dermaga yang ikut duduk disebelahnya. Seperti biasa dengan hari Senin, hari yang membuat semua orang sibuk dengan hari pertama setelah rehat dari riuh sekolah dan pekerjaan. Walaupun tidak semuanya demikian. Tapi menurut Dermaga, di hari ini semua orang pasti berlomba supaya tidak ketelatan dan sekuat tenaga melawan rasa malas setelah liburan singkat. Keduanya berjalan keluar rumah. Tidak, ralat. Bintang terpontang-panting meraih sepeda motornya menyusul kedua adiknya yang sudah berada di pinggir jalanan rumahnya.

Sudah biasa, Bintang memang tidak bisa menjadi seorang kakak seperti yang diharapkan. Tapi jauh di dalam lubuk hati mereka, cinta mereka terhubung sebagai kakak beradik kandung. Dermaga berpamitan begitu juga dengan Artha, keduanya berpisah dari rumah menuju sekolah mereka yang lawan arah. Di perjalanan, Dermaga terus menggandeng tangan adiknya sampai sekolahnya. SD Tigaraksa. Selepas dari itu, dia berjalan sendirian menuju SMA nya.

Dermaga memasuki gerbang SMA Tigaraksa, matanya tidak henti-henti memandangi lapangan dan gedung sekolah yang luas. Terhitung baru 2 atau 3 bulan dia singgah disini. Tapi sudah lumayan dia mendapatkan banyak, mulai dari pertemanan, dan lain hal. Kalian tahu hari Senin identik dengan apa? Iya, upacara. Upacara hari Senin ini sungguh berbeda dari biasanya. Amat sangat lama, dan mungkin hari ini akan jadi hari libur belajar untuk SMA Tigaraksa. Kalau bukan karena siapa lagi? Sakha Bahtera.

Pak Saprudin yang menjadi pembina upacara hari itu pastilah membuat amanat yang panjang kali lebar kayak jalan tol yang sekarang sudah ada dimana-mana. Membuat kaki-kaki Dermaga yang menapaki aspal memanas. Ditambah lagi dengan ungkit-mengungkit kejadian hari Jum'at kemarin.

Banyak sekali tambahan di upacara hari Senin ini. Beliau bilang, upaya Bahtera harus diberi apresiasi dan penghargaan. Jadi, khusus hari ini mereka akan seperti demikian. Biarlah para guru mengurus yang lain. Toh, mereka juga sama-sama butuh rehat otak.

Sudah pasti mereka beriuh bahagia dan senang tidak karuan. Begitu juga dengan Dermaga, terlebih lagi Sekai yang katanya mau ikutan minta tanda tangan Si Ketos itu. Tentu saja Dermaga menolak saat dia mengajaknya. Dermaga bilang, cari saja teman lain yang mau diajaknya menemani dia meminta tanda tangan Bahtera. Lagipula, dari anak kelas X juga banyak yang sudah menentukan beberapa kelompok untuk kloter meminta tanda tangan.

Segitunya, ya? HAHAHAHA. Yah... menurut Dermaga, Bahtera tidak lebih dari sekedar biang keributan. Tidak berbeda, bukan dengan anak-anak yang bergerombol menjadi satu kelompok anak bandel di sekolahnya? Bedanya, Bahtera membuat kebisingan itu sendirian sedangkan mereka beramai-ramai.

Selepas upacara bubar, beberapa kelompok kaum hawa dari kelas 1 sampai 3 tidak henti-hentinya memberikan sepucuk surat, bahkan memberinya kotak hadiah atau hanya sekedar meminta tanda tangannya. Di pinggir lapangan, Sekai tengah sibuk membujuk dan menarik-narik paksa lengan Dermaga untuk juga meminta tanda tangan ke Bahtera. Tapi Dermaga tidak akan goyah semudah itu, bahkan dengan di sogok tiket pertandingan Karate di luar negri tetap dia tidak akan pernah mau kalau syaratnya harus juga meminta tanda tangan kepada Bahtera.

"Biar apa sih, Kai? Dia itu cuma orang biasa, bukan artis. Ngapain dimintain tanda tangan segala? Kurang kerjaan banget tau, nggak," gerutu Dermaga sambil tetap menahan badannya untuk tidak bergerak saat ditarik oleh Sekai.

Sekai merengek. "Heeh... Itung-itung balasan buat dia yang udah nyelametin sekolah kita, Ramzi, sama Mang Atang. Ayolah, Ga," ujarnya masih tetap mencoba meluluhkan hati Dermaga.

Ark and His PierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang