wan

76 7 8
                                    

ΠP R O L O GΠ
-°-°-°-°-

Seorang gadis kecil dengan rambut sepunggung bermain-main di dermaga kecil pesisir pantai dengan sebuah perahu milik nelayan yang diikat tali supaya tidak terlepas dan terombang-ambing ke tengah lautan. Tangannya berusaha meraih badan perahu dengan sekuat tenaga, kakinya dilangkahkan untuk dipijakkan kedalam badan perahu. Senyumnya kian merekah, peluh mengalir di pelipisnya. Mata besar warna coklatnya menyipit.

Kepalanya spontan menoleh ketika merasa ada orang lain di sebelahnya. Dilihatnya anak laki-laki yang seumuran dengannya dengan kedua tangan merengkuh bambu yang berdiri kokoh sebagai pegangan jembatan dermaga. Wajah polos tanpa ekspresinya menatap gadis kecil didepannya dengan lugu. Mata besar warna hitamnya menatap gadis kecil itu malu-malu.

Yang diperhatikan malah melengoskan wajahnya begitu saja. Memandang ke arah pantai yang dipenuhi pasir berwarna putih. Kaki-kaki kecilnya digoyang-goyangkan sesekali untuk menghilangkan rasa gugupnya. Sesekali juga, ia mainkan mimik wajahnya, dari mulai menggembungkan pipinya hingga mengekspresikan wajahnya seperti sedang berpikir. Lamunannya pecah seketika. Telinganya menangkap gema suara tawa lucu dari anak perempuan kecil yang bermain di perahu kecil tadi. Rupa-rupanya dia sudah berhasil menaikinya. Lelaki itu tersenyum simpul. Poni rambutnya tersapu angin, membuat dahi lebarnya tersingkap.

Dengan kaki kanan yang digerakkan menendang angin, ia mencoba membuka obrolan dengan si gadis. "Kamu nggak takut main-main di perahu itu?" tanyanya dengan suara yang lucu.

Yang merasa ditanya menolehkan kepalanya ke belakang dan menunjukkan cengiran lebarnya. "Nggak. Lagian ini seru, kamu kalau mau ikut naik juga nggak apa-apa kok," sahutnya dan kembali memutar kepalanya menatap hamparan laut luas berwarna kebiruan dihadapannya.

Lelaki itu menatap gadis berambut sebahu itu dengan tatapan aneh. Sesaat setelahnya, mereka kembali terdiam masing-masing. Si anak laki-laki mendongakkan kepalanya, menemukan gumpalan awan putih tebal diatas kepalanya. Langit mendung secara tiba-tiba, padahal terakhir ia menatap ke atas sana warna birunya masih berpendar mengindah.

Instingnya merasa ada yang tidak beres dengan hal yang akan segera terjadi. Terang saja, burung-burung diatas sana terbang ke arah daratan dengan suara kicauan yang memekakkan seolah memberi tanda bahaya. Kepalanya spontan menoleh. Matanya menatap nanar kearah ombak yang bergulung-gulung di kejauhan juga dengan gadis kecil seumuran dengannya di perahu kecil itu. Tawa bahagia dan tepukan tangannya seolah bagai petir di siang bolong yang menyambar. Menyambut datangnya ombak yang cukup besar.

Bodoh, apa dia tidak mengerti? Pikirnya. Kejadian yang terekam dimata onyx kelamnya membuat jantung anak laki-laki itu berdegup kencang. Dengan segera, ia mengambil langkah cepat dan berlari karena ketakutan kemudian melompat juga kedalam perahu kecil.

Setidaknya, gadis kecil yang baru saja ia temui tidak ketakutan sendirian—atau mungkin tidak tenggelam sendirian.

BYURRR
BLASH
...

blubup..

Mata bulatnya terbuka sebelah di kedalaman, kemudian memelotot lebat saat melihat bocah laki-laki seumurannya itu juga ikut tenggelam bersamanya dan dalam keadaan tak sadarkan diri. Dibuka mulutnya, berusaha memanggil bocah laki-laki itu dalam sebutan "HEI".

Tapi, sepertinya suaranya tidak terdengar. Malah air laut yang masuk kedalam mulutnya semakin banyak. Asin, batinnya.

blubup..

Si gadis kecil memutuskan untuk menggapai tangan si anak laki-laki dan menariknya kembali menuju daratan yang ia cari kemudian temukan.

Tubuh mungil lemahnya menggeret si anak laki-laki hingga ke pesisir. Tak sadar, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Di baringkannya dia dibawah teduhnya pohon kelapa yang amat tinggi.

"Hei,"

Tangan mungilnya digerakkan untuk memberikan sedikit guncangan di tubuh si anak laki-laki yang masih tak sadarkan diri. Isakkan kecil mulai lolos dari mulutnya, bagaimana kalau dia-meninggal?

"To—long..." ujarnya dengan suara bergetar sembari menyeka air mata yang mengalir di pipi tembem merah jambunya.

blubup..

"HUAH ..."

BLASH
...

"Ga, lo mau kemana?"

Gadis remaja yang merasa terpanggil itu menoleh setelah mengangkat tubuhnya keatas kolam renang.

"Udahan lo?"

Pertanyaan itu kembali bertambah.

Gadis remaja dengan rambut panjang sepunggung yang diikat itu tercengir. "Iya, gue mau ngebilas. Jam 10 mau ada eskul di club. Duluan ya, Kai!" ujarnya, kemudian berjalan menuju gazebo tempat tas nya berada.

Perempuan remaja berambut sebahu itu mengerucutkan bibirnya setelah mendengar kalau dia ditinggal Dermaga latihan eskul Karate di sekolah. Namanya, Sekainda Noura. Sekai adalah nama panggilannya.

"Mau kemana dia?" tanya perempuan lain saat datang menghampiri Sekai yang sendirian.

Wajah Sekai memelas. "Abis ambil nilai langsung udahan. Mau eskul katanya," sahutnya dan mendapat balas tawaan dari Rin yang ada disebelahnya.

Ya, siswa-siswi kelas X SMA Tigaraksa sedang berada di Olympic Park dalam hari pengambilan nilai ke-dua olahraga renang. Sudah pasti Dermaga cepat mengambil nilainya karena dia memang selalu unggul dalam bidang olahraga, terutama Karate.

Sekarang, dia sudah sampai didepan SMA Tigaraksa. Gadis yang sudah bersiap dengan Dogi [seragam Karate] nya yang terbalut jaket bomber warna hitam berkacak pinggang di parkiran setelah turun dari motornya. Senyuman miring dia hadiahkan sebagai pegangan kekuatan untuk dirinya sendiri.

Detik selanjutnya, kakinya melangkah menuju Aula A tempat dimana mereka biasanya melakukan eskul. Mungkin, Dermaga masih kelas X dan baru masuk eskul SMATISA KARATE CLUB, tetapi dia sudah lebih dulu mengikuti latihan Karate itu jauh sebelum ia masuk SMA. Jadi, bisa dibilang dia yang paling senior diantara teman-teman eskul sebayanya.

***

sampe ketemu lagi.

salam, mayones.

Ark and His PierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang