eit

31 3 4
                                    

ΠR A M P O KΠ
__°°°°°°°°°°°°__

"DERMAGA, AYO BURUAN! Gue nggak mau dihukum Pak Gani!" seru Sekai dari ambang pintu yang tengah menunggu Dermaga menaruh baju seragam hari Selasa yang baru saja diganti dengan baju olahraga.

Sayup-sayup, dari luar terdengar suara priwitan yang di bunyikan serta ajakan seseorang untuk segera menuju ke lapangan dan berkumpul.

"Kai gue duluan, ya," ujar Rin setelah selesai memakai sepatunya di koridor.

Sekai hanya mengangguk sebagai jawabannya dan menghentak-hentakkan kakinya terlihat gelisah melihat Pak Gani yang sudah memandanginya awas di lapangan.

"Ga, ayo, buruan..." rengek Sekai pada akhirnya.

"Iya, Kai, sebentar! Udah lo duluan aja biar nggak kena hukum juga," sahut Dermaga dari dalam kelas yang masih berkutat dengan barang-barang yang ada didalam tas nya.

Setelah itu, suara Sekai tidak terdengar lagi. Mungkin, dia sudah beranjak ke lapangan.

Tuk.

Dermaga melongok ke bawah mejanya, dan mendapati secarik kertas persegi panjang dengan tulisan 'sama-sama' di belakangnya. Tangan kanannya terulur untuk meraih kertas itu. Kemudian setelah terambil, Dermaga tersenyum kecil tapi semburat ekspresi bahagianya terlukis jelas di raut wajahnya.

Heeh, kenapa gua senyam-senyum begini abis ngeliat ini kertas? Makin nggak ngerti gue sama diri sendiri. Makin hari makin aneh. Hih.: Gerutunya dalam hati dan segera memasukkan kertas itu kedalam tas nya dan segera meresletingnya.

Gadis berambut cokelat sepunggung itu berjalan menuju ambang pintu kelasnya. Dia pasti akan kena hukum lagi, tapi tiba-tiba.

BRUK.

"Kai, gua masih sayang sama lu. Jangan diemin gua gini, Kai. Gua minta maaf, karena udah selalu nggak pernah ngertiin lu, minta maaf karena gua nggak bisa lu andelin, gua minta maaf karena udah egois sama hubungan kita. Jangan tinggalin gua, Kai," ujarnya parau.

Tangan kiri Sekai terulur untuk menggenggam tangan Dermaga, dia tampak ketakutan akan Rian yang menghimpit dengan menyandarkan tubuhnya ke tembok kelas.

"Yan..." Sekai memanggil namanya lirih.

Rian mengguncang bahu Sekai dengan keras. "Jangan tinggalin gua, Kai!" gertaknya. Dia marah? Atau menyesal?

"Ga..." Sekai menolehkan wajahnya ke arah Dermaga sedikit, meminta jalan keluar dari temannya itu.

Dermaga yang mengerti maksud Sekai hanya mengangguk sebagai isyarat kalau dia harus melakukan apa yang dia bilang sewaktu di kantin kemarin. Detik selanjutnya, air mata Sekai malah turun.

"Gue juga minta maaf, Yan. Gue yang egois disini. Gue selalu minta apapun ke lo, dan lo selalu ngasih itu buat gue. Tapi sebaliknya, gue nggak pernah mau turutin apapun kesukaan lo, nggak pernah mau dengerin kesah lo—sampe akhirnya lo lebih sering main sama temen-temen lo karena disana lo dapet kenyamanan. Maaf udah bikin lo jadi nggak nyaman disini," sahut Sekai dengan segenap hatinya.

Dermaga yang melihat itu membuang wajahnya. Jadi gue yang malu sendiri, aduh.: Batinnya dengan tangan yang sambil menutup wajahnya yang memanas setelah melihat mereka berdua seperti demikian.

Ark and His PierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang