Bab. VI - Tidak ada kabar dari Bima

45 7 0
                                    

Selepas Isya, Bima dan keluarganya bergegas bersiap-siap untuk bertolak ke Lampung selama 3 hari ke depan. Untuk menghadiri acara pemakaman almarhumah neneknya yang berada di sana esok hari.

Paling tidak mereka sudah sampai di sana tepat pukul 6 pagi atau lebih satu, dua detik, atau malah mungkin kurang dari itu. Entahlah.

Bima sibuk dengan apa-apa yang perlu dibawa dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil dibantu dengan dengan Angga abangnya. Sedangkan kakak perempuannya yang kerap disapa Arleen memanaskan mobil yang akan dibawa oleh Angga.

Di lain mobil, Ayahnya sedang sibuk mengecek kesiapan mobil yang akan ia kendarai sendiri ditemani Istri tercintanya.

Sedangkan Bima di mobil satunya bersama kakak-kakaknya.

Setelah semuanya telah siap, Bima meminta Angga untuk terlebih dahulu mampir ke rumah Tiar karena ingin menitipkan surat izin tidak masuk sekolah selama 3 hari ke depan.

"Bang, nanti ke rumah Tiar dulu, ya. Mau nitip surat izin," ujarnya di luar jendela mobil ke Angga yang sudah berada di tempat stir mobil.

"Iya. Bilang dulu sama Ayah,"

"Iyaa."

Bima menghampiri Ayahnya yang sudah berada di dalam mobil dan Bu Salsa istri tercinta Pak Juna yang duduk menemani di sebelah suaminya itu.

"Yah, Mah. Bima nanti mampir dulu ke rumah Tiar," ujar Bima. "Mau nitip surat izin yang tadi Mama bikin,"

"Ya udah, hati-hati. Ayah mau ke rumah nenekmu dulu, ya." katanya yang ingin ke rumah mertuanya yang berada di dekat Pasar Anyar Tangerang.

Waktu sore tadi, mamanya Bima memberitahukan bahwa ia telah mendapatkan info tentang kepulangan neneknya Bima dari saudara iparnya yang di Lampung sana, dan ibunya itu ingin sekali ikut melayat ke Lampung sana.

"Assalamu'alaikum." pamit ayahnya Bima.

"Iya"
"Wa'alaikumussalam,"

Pak Juna mulai menjalankan mobil sedan berwarna hitam yang ia bawa itu.

Bima kembali ke mobil yang ditempati kakak-kakaknya.

"Udah?" tanya Angga ke adiknya yang baru saja masuk dan duduk di sebelahnya.

"Udah," ujar Bima. "Tadi katanya Ayah ke rumah nenek yang di Pasar Anyar dulu."

"Lo udah? Lama amat." ujar Angga ke Arleen yang duduk di belakang sibuk dengan bedaknya.

"Baru juga beraksi."

"Caaelah beraksi!!" ledek Angga.

"Berisik lo!" mengganggu wanita menghias diri sama saja mengganggu Singa. Jadi, mending jangan cari mati, deh.

"Cepetan," ujar Angga. "Nanti kalo mobilnya gue jalanin muka lu berantakan lagi. Gua dah nanti yang kena omelan."

"Ya udah si, jalan aja, berisik banget lu kayak ikan lagi digoreng."

"Aneh kakak lu, Bim. Perjalanan masih jauh si pake dandan segala."
"Nanti juga kena iler pas dia tidur."

"Hahaha."

TAPPP !!!

"Ngomong sekali lagi gue make up in kayak donat ulang tahun lu, ya!" sewot Arleen menutup kencang tempat bedak yang ia pegang di tangan kirinya.

Oke, Angga sudah tidak berani menganggu kakaknya yang lahir kurang lebih beda setahun dengannya itu.

"Mau jalan biasa apa terbang, Bim." tanya Angga sambil bersiap menjalankan mobil yang barusan menyala olehnya.

Berpisah sebelum waktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang