Bab. III - Lipatan Kertas

129 14 1
                                    

Sudah hari ke-3 selama masa pengenalan lingkungan sekolah, kemarin kakak pembimbing meminta agar semua siswa membuat sebuah surat masing-masing satu untuk kakak pembimbing.

Surat yang dibuat adalah harus murni sesuka hati para siswa, tetapi yang lebih baik adalah surat yang isinya positif dan membangun, kata kakak pembimbing. Semacam kritik atau saran untuk kakak pembimbing, atau bahkan boleh juga tentang curahan hati kepada kakak pembimbing, atau yang lebih berani adalah pengungkapan perasaan suka kepada kakak pembimbing dengan disertai nama penulis surat itu, itupun kalau ada yang punya nyali seribu milliar ke atas.

Nayla juga membuatnya, tetapi hanya membawa dua surat, untuk Evi dan Hani. Sebenarnya ia sudah membuat tiga surat, untuk Emil juga. Karena mungkin terburu-buru ketika ingin berangkat sekolah.

Memang hari itu sangat merepotkan sekali, setiap siswa juga dianjurkan membawa tiga buah balon yang akan digabungkan dan akan dilepaskan secara bersamaan dengan yang lainnya untuk penutupan masa pengenalan lingkungan sekolah di lapangan nanti.

Rencananya, hari itu semua siswa berkumpul di lapangan sekolah. Juga, selain pelepasan balon ada pula penampilan ekstrakulikuler.

Semuanya berkumpul di kelas terlebih dahulu seperti biasa sembari menunggu arahan dari guru untuk menuju ke lapangan.

"Ra, aku lupa bawa surat buat kak Emil, gimana dong?" ucap Nayla meminta pendapat dengan sedikit cemas ke Dara yang duduk bersebelahan dengannya.

"Kenapa bisa lupa, Nay?" sudah tertebak, rata-rata setiap orang jika di lontarkan pertanyaan seperti itu akan menanyakan balik. Ada dua tipe manusia ketika seseorang mencurahkan keluh kesahnya, ada yang memang betul-betul peduli dengan keluhan orang lain, adapula yang hanya penasaran. Semoga saja Dara dan teman-teman kalian tidak seperti itu.

"Aku tadi buru-buru, mungkin ketinggalan di kasur atau jatuh di ruang tamu,"

"Ya udah, gapapa. Tenang aja, nggak mungkin mereka nge-cek satu persatu suratnya sekarang." ucap Dara mencoba menenangkan Nayla. Betul juga yang dikatakan Dara, tidak mungkin surat sebanyak itu dicek satu persatu sekarang ini.

"Seperti yang kalian ketahui bahwa hari ini adalah hari terakhir kalian pada masa pengenalan lingkungan sekolah,"

"Menjadi hari terakhir juga untuk kita bisa berkumpul bersama seperti ini. Atau kalau mau merencanakan kumpul bareng kakak-kakak pembimbingnya di dalam atau di luar sekolah juga tidak apa-apa,"

"Setelah ini, kalau bertemu dengan kami, sapa aja, gapapa. Jangan malu menyapa orang yang dikenal. Budayakan senyum; sapa; salam; sopan; santun," jelas Evi panjang lebar.

"Oh, iya. Kemarin disuruh membuat surat untuk kakak pembimbing, kan?" ucap Hani.

"Kalau begitu, saya akan mengambil satu persatu ke tempat duduk kalian,"

Ia mengahampiri siswa satu persatu dan mengambil suratnya.

Dimulai dari sana, barisan dekat jendela.

Semua tersenyum ke Hani ketika hendak mengambil surat mereka. Terutama sekali si Rahmat, siswa kemarin yang sempat meminta nomor handphonenya Hani.

Sekarang sudah pada tahu namanya, karena sudah memperkenalkan diri kemarin. Bahkan ia juga menceritakan ketika masa pengenalan lingkungan sekolah/masa orientasi siswa SMP dulu ia pernah salah memakai atribut sekolah.

Ia bercerita, yang lain memakai seragam SMP dan hanya dia sendiri yang masih memakai seragam SD kebanggaannya, bahkan bagian yang paling menggelitik adalah ketika itu ia memakai celana pendek karena memang sewaktu SD dulu sekolahnya masih memakai celana pendek. Ada-ada saja Rahmat itu. Itupun teman-teman SMP nya baru mengetahui ketika dia izin keluar kelas dan semua tertawa melihat Rahmat memakai celana gemes SD nya itu. Hahaha...

Berpisah sebelum waktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang