Bab. II - Tatapan dan Dekat

87 13 3
                                    

Tiar lupa, pagi itu, sebelum berangkat sekolah ia sarapan dengan yang pedas-pedas. Payah sekali, padahal dia sudah tahu akibatnya kalau makan yang pedas pagi-pagi buta. Syahdan, sakit perut pun singgah di perut malangnya itu.

"BIM, ANTERIN KE TOILET, YOK?!" ujar Tiar memasang wajah pucat.

Tahu, 'kan, bagaimana rasanya sakit perut di waktu pagi? Seperti di-bombardir abis-abisan seisi ruangan perut.

"Ya udah. Lu yang izinin, ya." sahut Bima tak mau tahu. Ada rencana lain di balik itu oleh Bima.

"IYA." ujar Tiar.

Mereka beranjak dari tempat duduk dan menghampiri kakak pembimbing.

"KAK, SAYA IZIN KE TOILET SAMA BIMA. UDAH NGGAK TAHAN NIH, KAK."

"Ya udah, jangan lama-lama." ucap salah satu kakak pembimbing perempuan.

Bergegas mereka keluar ruangan.

Dua ruang kelas sudah mereka lewati. Di tengah perjalanan menuju tempat paling nikmat setelah makan itu, iya, toilet yang dimaksud, Bima masih saja sempat-sempatnya menanyakan perihal gadis cantik yang ia lihat tadi di situasi yang genting bagi pertahanan perut Tiar yang makin goyah.

"Yar, gua masih kepikiran cewek yang tadi." ujarnya.

"NANTI AJA BAHASNYA, UDAH NGGAK TAHAN NIHH!"

Karena, mungkin, benar Tiar tahu tentang gadis itu. Walaupun tidak secara detail seperti cara mandinya, dan lain sahabatnya.

Ketika ingin melewati kelas berikutnya. Bima kedapatan sosok gadis itu yang sedang berdiri di depan dari balik jendela. Sekarang menjalankan misi.

"Yar, lo duluan aja." Tiar berada sekitar tiga meter di depan Bima dan tak sempat mendengar apa yang diucapkan temannya itu. Hanya fokus berjalan, pokoknya tugas utamanya sekarang adalah mencari toilet!

"Permisi." selonong Bima sampai tak jauh dari pintu bagian dalam.

Semua terdiam sejenak. Semua pandangan seisi ruangan tertuju padanya.

"Kak, toilet disebelah mana, ya?" ucapnya sok bertanya. Padahal, matanya melirik Nayla yang juga sedang memandangnya karena kehadirannya yang tiba-tiba.

"Lurus aja, beberapa kelas lagi, nanti di sebelah kiri." jelas Evi.

"Makasih." Bima perlahan berjalan mundur dengan tatapan yang masih saja mencuri pandangan dari Nayla. Bahkan, sampai pada luar ruangan.

Sampai luar ruangan, Bima kembali melangkahkan kakinya mencari toilet dan mencari temannya itu. Misinya sudah berhasil. Tak perduli akan temannya itu.

"Tiar kemana, ya? Lama amat." gerutunya.

"Ah, bodo lah." baru beberapa langkah, Bima membalikkan badannya dan bergegas kembali ke kelasnya. Lagi pula, pikirnya, tak apa jika Tiar sendirian, sudah besar ini.

Sesampai di ruang kelasnya, kakak pembimbingnya langsung menanyakan keberadaan Tiar dengan heran, "Lho, temanmu mana?"

"Tenggelam kali di gayung." jelas Bima seenak jidat.

"Lama dia, Kak."

"Gimana, sih, kamu."

"Tadi, kami pisah di tengah jalan. Biarin aja, Kak, udah gede. Nggak mungkin juga ada mister gepeng, itu cuma ada di toilet SD."

"Ya udah, duduk sana.

*****

"Hai." sapa Bima yang muncul dari arah belakang Nayla, sekarang sudah berada tepat di sampingnya.

Berpisah sebelum waktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang