Setelah semalam baru sampai di rumah, esoknya Bima sudah harus berangkat ke sekolah.
Disertai badan yang masih pegal-pegal, Bima sampai di sekolah, lima menit sebelum bel masuk.
Terlihat ruang kelasnya telah penuh terisi oleh murid di kelas itu.
Ia memasuki kelasnya, duduk di kursinya.
Sebelum itu, ia meminta Tiar yang sedang berbincang dengan yang lain di barisan paling depan. Bima memintanya agar ke tempat duduknya yang kebetulan mereka satu meja, ada perihal yang ingin dibicarakan, katanya.
"Soal apa?" tanya Tiar, yang mereka langsung duduk di kursi mereka masing-masing.
"Soal Nayla yang kemarin gue kasih tau ke lu," jawab Bima.
"Gusti!"
"Lupa!!!"
"Kemarin gue sama yang lain, waktu jam istirahat, kita keluar," ujar Tiar
"Ngapain?!"
"Raka, Bim,"
"Kenapa?!"
"Dia nyari masalah lagi. Dia nantang Abay duel di luar sekolah, di Jl. Lapas Pemuda, Bim." ujar Tiar dengan nada suara yang memelan sedikit penyesalan.
Di sebelah Mall Balekota Tangerang, di situ terdapat tanah lapang cukup luas yang ilalangnya lumayan juga, yang sepertinya bekas bangunan tua, bersampingan dengan sawah warga.
"Terus kemarin ada sekolah lain tiba-tiba datang. Sebelum terjadi tawuran, ada 2 tentara yang tiba-tiba nembakin senjata ke arah langit," lanjutnya. "Pada bubar,"
"Aduh, lu lagian si pada. Jangan gampang kepancing!" ujar Bima dengan sedikit kesal.
Bel masuk tiba, Pak Imam yang mempunyai jadwal mengajar di kelasnya Bima datang bersama satu orang guru BK(Bimbingan konseling) yang katanya jarang sekali tersenyum.
Tercantum nama Agin di name tag yang ia kenakan.
Sesampainya mereka di depan pintu, Pak Imam masuk dan Pak Agin menunggu di depan kelas, entah apa yang direncakan guru BK itu pagi-pagi begini.
Yang jelas ia sama sekali tidak meninggalkan tempat ia berdiri sekarang dan masih memegang tongkat pusakanya seperti hari-hari biasa.
Pak Imam yang baru saja melewati pintu, memanggil Bima, Tiar, beserta Rian untuk menemui Pak Agin di depan.
Mereka bersedia. Menghampiri dan melihat sosok Pak Agin dengan tatapan sinisnya ke tiga siswa di depannya sekarang.
Guru BK itu mengintrogasi mereka terkait kejadian kemarin, karena ada seorang tentara di salah satu dari dua bapak-bapak itu yang kebetulan adalah temannya Pak Agin.
Mengabarkan berita murid sekolahnya terlibat tawuran, yang padahal belum sempat terlaksana.
Kok bapak-bapak tentara itu bisa tahu? Ada sebagian dari murid yang memakai almamater sekolah berwarna hitam serta terlihat jelas identitas sekolah melalui logo.
Mereka diboyong ke ruangan yang paling mengerikan di sekolah itu. Ah, biasa saja. Selama benar, tidak perlu takut.
*****
Terdapat lima orang di ruang BK, salah satunya si Raka.
Bima memandangnya yang duduk di lantai meski ada kursi kosong. Bima memandangi sebentar sebelum diminta duduk di kursi oleh Pak Agin untuk dimintai keterangan.
"Benar kamu terlibat dalam tawuran kemarin?!" sodor Pak Agin langsung saja yang baru duduk condong ke depan dengan serius.
"Tawuran apa, Pak?" jawab Bima. "Saya aja gak tau,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah sebelum waktunya
Teen Fiction( ISTIRAHAT ) (Sementara ini mampir ke lapak satunya aja dulu. Ini masih acak-acakan) Kamu tahu hari ini, hari apa? Aku rasa aku seharusnya tidak perlu terlalu memikirkan ini hari apa. Yang penting kau ada, tersenyum, dan bahagia. - Bima (Berpisah S...