8. Zidanio Alfarel

19 2 0
                                    

Perlahan, Zia membuka matanya. Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya agar pengelihatannya semakin jelas.

Saat menatap ke sekeliling, gadis itu bingung karena tak mengenali tempat  ini. Dinding bercat abu-abu dan putih, serta barang-barang yang tertata rapi. Jelas, itu bukan kamar Zia. Karena kamar Zia sebelas dua belas dengan kapal pecah.

"Eh udah bangun lo?" Seseorang muncul dari balik selimut. Agaknya, cowok itu sedari tadi tidur pulas di sofa karena wajahnya sangat khas seperti orang yang baru bangun tidur.

"Lo siapa?" tanya Zia.

"Gue Zidanio Alfarel, panggil aja Zidan. Kita satu sekolah," ujar Zidan dengan senyum ramahnya.

"Gue Zia. Tapi ... kenapa gue bisa ada di sini?" Zia bertanya sambil mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Waktu pulang sekolah tadi, gue di hukum buat bersihin kamar mandi cewek sama cowok. Terus gue liat lo pingsan di sana. Awalnya, gue mau nganterin lo pulang. Tapi karena gue gak tau rumah lo, ya gue bawa aja lo pulang ke rumah gue," jelas Zidan dan dibalas dengan anggukan oleh Zia.

"Makasih ya Dan. Gue nggak tau deh kalo gak ada lo gue gimana," ujar Zia sambil menampilkan senyum tulusnya.

Mereka bertatapan. Seakan-akan mereka berdua hanyut dalam tatapan masing-masing. Kalau dilihat-lihat, ternyata Zidan tidak kalah tampan dengan Elfan dan Saga. Hanya saja, mereka bertiga memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Saga dengan sikap menyebalkan, Elfan dengan sikap dingin, dan Zidan dengan sikap ramah.

Astaga, kenapa Zia malah teringat oleh Saga dan Elfan?

"Eh ... dia udah bangun Dan?" Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar dengan nampan berada di tangannya.

"Iya Ma," jawab Zidan sambil memutuskan kontak matanya dengan Zia.

"Kenalin ... nama Tante, Mira. Tadi kamu pingsan, terus Zidan bawa kamu ke sini deh. Nggak papa kan? Kamu udah izin ke orang tua kamu kan?" tanya Mira khawatir.

"I—iya Tan. Tadi aku udah chat Abang kok," jawab Zia kikuk.

"Yaudah ... kalau emang gitu, lebih baik kamu nginep aja di sini. Besok, biar Zidan yang nganterin kamu pulang. Kebetulan banget kan besok Minggu?" Zia hanya mengangguk ragu sebagai jawaban.

"Tante keluar dulu ya, jangan lupa itu susunya diminum," ujar Mira ramah lalu melenggang meninggalkan kamar Zidan.

"Nih Zi, minum susunya." Zidan mengambilkan susu di laci lalu menyodorkannya pada Zia.

"Makasih," ujar Zia sambil menerima susu dari Zidan.

"Lo beneran gak papa kalau nginep di sini?"

"Nggak papa kok, kebetulan juga abis Abang selesai ngsmpus, dia mau nginep di rumah temennya. Jadi dari pada gue di rumah sendiran, lebih baik gue di sini kan?" Zidan masih setia mendengarkan dan menatap wajah Zia.

"Yaudah kalo gitu, lo bisa mandi atau bersih-bersih. Abis ini, lo turun buat makan malem. Gue keluar ya," pamit Zidan lalu meninggalkan Zia sendiri di dalam kamar.

Sepeninggal Zidan dari kamarnya, Zia segera menghabiskan susu buatan Mira, lalu keluar menyusul Zidan untuk meminjam baju.

"Dan!"

Zidan yang sedang berjalan, sontak berhenti karena panggilan Zia. "Kenapa Zi?"

"Gue boleh minjem baju gak?" tanya Zia ragu.

"Boleh lah, bentar ya gue ambilin baju cewek," ujar Zidan diakhiri dengan senyum ramah andalannya.

Sekitar lima menit Zia menunggu di depan kamar Zidan, akhirnya Zidan kembali dengan kaos berwarna biru muda dan celana pendek selutut.

"Nih," ucap Zidan lalu menyodorkan baju tersebut pada Zia.

"Makasih ya Dan." Zia menerima baju tersebut lalu meletakkannya pada kasur kamar Zidan.

"Handuknya udah ada di kamar mandi. Kalo lo butuh apa-apa lagi, panggil gue aja." Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Zidan keluar dari kamarnya lalu menutup pintu.

Awalnya, Zia sedikit bertanya-tanya dari mana Zidan memiliki baju cewek seperti ini? Kalau dipikir-pikir, sepertinya ini bukan baju Mira karena kaos ini memiliki style remaja dan ukurannya lebih kecil dari tubuh Mira. Apakah ini baju milik saudara Zidan? Atau mungkin milik teman Zidan? Ah entahlah, Zia tidak ingin ambil pusing.

***

Usai Zia mengakhiri ritual mandinya, Zia segera turun ke dapur untuk membantu Mira menyiapkan makan malam.

"Tante ... Zia boleh bantu gak?" tanya Zia sambil memamerkan senyum manisnya.

"Boleh dong! Sini, kamu bantu Tante motong sayuran," jawab Mira yang membuat Zia mengangguk semangat.

Zia memotong sayur sesuai perintah Mira. Gadis itu sangat lihai memotong sayur karena lumayan sering membantu Bi Ijah di rumahnya.

Usai memotong sayur, Zia membantu Mira untuk menggoreng telur. Mereka berdua terlihat akrab meski baru pertama kali bertemu.

Melihat Zia membatunya, membuat Mira teringat pada seseorang. Seseorang yang sangat ia rindukan. Sayang, sekarang Mira tidak akan pernah bisa menemuinya lagi.

"Udah nih Tan. Aku harus ngapain lagi nih?" tanya Zia bersemangat.

"Kalau kamu capek, kamu istirahat aja. Biar Tante yang ngelanjutin. Kamu kan habis pingsan, takutnya kamu kecapekan terus pingsan lagi," ujar Mira sambil menatap Zia sendu.

"Nggak kok Tan, Zia kuat. Hehe."

"Yaudah kalau gitu, kamu bantuin Tante motong ayamnya ya."

Mereka terlihat seperti Ibu dan anak. Zidan yang kebetulan pergi ke dapur untuk mengambil minum, tersenyum melihatnya. Setidaknya, dengan hadirnya Zia disini, bisa mengurangi rasa rindu Mira pada seseorang.

"Wihhh enak banget nih baunya. Pasti rasanya enak." Zidan akhirnya nimbrung dengan mereka.

"Iya dong. Siapa dulu yang masak? Tante Mira gitu loh," seru Zia sambil terkekeh.

"Ini juga berkat bantuan Zia kok. Eh temen-temen kamu udah pada dateng? Mama kayak denger suara motor." Mira bertanya sambil terus membolak-balikkan ikan di penggorengan.

"Kayaknya sih itu suara motor mereka. Yaudah Zidan nyamperin mereka dulu ya Mah." Setelah mengambil minum, Zidan akhirnya melenggang pergi untuk menemui teman-temannya.

"Emang temen-temen Zidan mau kesini ya Tan?" tanya Zia setelah Zidan pergi meninggalkan dapur.

"Iya, mereka sering banget kesini. Hampir tiap hari. Kalau mereka datengnya malem gini nih, biasanya mau nginep," jelas Mira.

"Zia nggak ganggu mereka nih Tan?" tanya Zia takut.

"Enggak lah Zi. Mereka malah seneng kalau ada kamu di sini. Mereka semua anak baik. Jadi kamu nggak usah takut gitu." Penjelasan Mira membuat Zia tenang. Sebenarnya, Zia sedikit tidak enak karena takut mengganggu Zidan dan teman-temannya.

Zia hanya menghembuskan napas pasrah lalu kembali pada kegiatan memotong ayamnya.

Setelah beberapa menit mereka memasak, akhirnya masakan mereka selesai juga. Zia dan Mira saling melempar tatapan dan tersenyum puas melihat masakan mereka.

"Akhirnya selesai juga. Ayo, bantu Tante bawa makanan ini ke meja makan," ajak Mira lalu di balas anggukan oleh Zia.

Zia pergi menuju meja makan dengan piring berisi makanan di masing-masing tangannya. Tatapan cewek tersebut berhenti pada meja makan yang sudah diduduki oleh Zidan dan dua orang temannya.

"Jadi mereka bertiga temenan?"

***

Akhirnya up juga setelah hampir seminggu gak up wkwk.

Jangan lupa vote nya yaw.

CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang