"Baik anak-anak, karena kelompok sudah terbagi, kalian bisa mulai menelusuri hutan dan mencari kertas berbentuk bintang. Kelompok yang paling banyak menemukan bintang, akan menjadi pemenangnya."
Murid-murid mulai berbisik dan ribut dengan dunianya masing-masing. Semua kelompok juga mulai mengatur strategi agar kelompok mereka mendapat bintang paling banyak dan menjadi pemenangnya.
Zia menatap empat orang yang menjadi teman satu timnya, "Gimana kalau kita nyarinya mencar aja? Karena dengan gitu, kemungkinan besar kita bakalan dapetin bintang lebih banyak dari kelompok lain."
"Lo gimana sih, ini hutan Zi. Terlalu bahaya kalau kita jalannya sendiri-sendiri." Lio yang menjadi teman satu tim Zia tampak kurang setuju dengan usulan gadis tersebut.
"Ya tapi kita harus dapetin bintang paling banyak dari kelompok lain." Zia masih mempertahankan usulannya. Zia memang gadis yang pantang menyerah dan keras kepala. Dia akan terus mempertahankan usulannya agar semua anggota setuju padanya.
"Udahlah Zi, lo nggak usah terlalu berambisi. Toh ini juga cuma permainan doang. Dari pada kita jalan sendiri-sendiri terus nyasar gimana? Kan berabe urusannya." Lio juga tampak masih mempertahankan ketidak setujuannya dengan pendapat Zia.
"Iya Zi, lagian kan tujuan dibentuknya kelompok buat kerja sama. Kalo pada akhirnya kita jalan sendiri-sendiri, percuma dong pak botak mikir susah-susah demi bikinin anak-anak kelompok." Salah satu anggota lain juga tampak tidak setuju dengan pendapat Zia.
"Eh, yang nyuruh kalian jalan sendiri-sendiri siapa? Tujuan gue bukan gitu. Karena ada lima orang dikelompok kita, gue bagi dua-dua aja gimana? Biar kita lebih cepet dapet bintangnya." Kali ini Zia mengusulkan pendapat yang tampak disetujui oleh anggotanya.
"Heh bego! Anggota kita lima orang. Ya kali lo bagi dua-dua. Pastinya bakalan ada satu orang yang sendirian." ujar Lio ngegas.
"Ya udah si, biarin aja gue jalan sendiri. Udah biasa kok gue."
"Terserah lo, tapi kalau sampe lo kenapa-napa, kita nggak mau tanggung jawab ya."
"Iye." ujar gadis itu sambil memutar bola matanya malas.
Kelompok Zia mulai menulusuri hutan. Sesuai perintah Zia, mereka berjalan dengan berpasang-pasangan. Sikembar Lia dan Lio, Ara dan Ibnu, serta Zia yang akan berjalan seorang diri.
Zia mempercepat langkahnya. Ia tidak mau kelompok lain mendahuluinya dan mengambil bintang sebelum dirinya. Zia melihat satu bintang di antara semak-semak. Dengan bersemangat, gadis itu segera mengambil bintang tersebut.
Zia melanjutkan jalannya sambil mendengarkan lagu dari headset yang menyumpal telinganya.
"Woi Zia!"
Zia menoleh ketika ada suara berat yang memanggilnya, "Apaan?"
"Gak guna banget lo make headset. Lagunya kedengeran sampe luar." Zia meringis sambil melihat ujung kabel headsetnya yang belum ia sambungkan ke lubang HP kecil berbentuk bundar tersebut.
"Hehe sorry, gue gak nyadar kalau belum gue colokin."
Setelah menyambungkan kabel headsetnya, gadis itu bergegas pergi untuk melanjutkan perjalananya.
Zia berjalan terlalu cepat, hingga tak sadar kalau teman-teman yang lainnya tertinggal jauh di belakang. Zia celingak-celinguk ketika menyadarinya. Akan tetapi, gadis itu masih terlihat santai dan melenggang pergi tanpa melihat arah panah yang sudah disediakan.
Lama-lama, kaki Zia terasa pegal karena terlalu jauh berjalan. Gadis itu melihat banyak bintang yang sudah ia dapatkan. Senyum manis terbit ketika ia melihat kalau usahanya tidak sia-sia.
Karena sudah dirasa cukup, gadis itu memutar balik langkahnya dan mulai melangkah. Aneh, semakin lama gadis itu berjalan yang ditemui hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi dan tidak menemukan satu panah pun.
Zia mulai panik. Ia menatap matahari yang sudah hampir tenggelam. Sekarang gadis itu menyesal karena memilih untuk berjalan sendirian.
Zia semakin mempercepat langkahnya. Sesekali, ia juga berlari agar cepat sampai ketempat tujuan. Semakin lama, ia justru semakin tersesat di dalam hutan. Dan sialnya, HP gadis itu mati karena baterainya habis.
Karena terlalu lelah, Zia beristirahat. Gadis itu duduk sambil menyenderkan kepalanya di batang pohon yang sangat besar. Dia menatap langit yang mulai gelap. Gadis itu semakin panik karena sampai saat ini belum menemukan jalan keluar.
Zia memejamkan matanya. Bukan berniat tidur, tapi hanya ingin mengistirahatkan mata bulatnya. Hanya ada suara daun-daun gugur dan suara jangkrik yang menemani gadis itu.
Akan tetapi, dibalik kesunyiannya, gadis itu mendengar suara langkah. Dengan secepat kilat, gadis itu membuka mata lalu bangkit untuk mencari suara langkah tersebut.
"WOI! SIAPAPUN LO, TOLONGIN GUE! GUE TERSESAT!" Tidak ada jawaban atas teriakan nyaring gadis itu. Tetapi, dia melihat sekelebat bayangan yang berjalan didepannya.
Jujur, ia mulai merasakan hawa-hawa menyeramkan. Bulu kuduk gadis itu juga mulai meremang. Tapi demi kembali ke lokasi camping, ia harus memberanikan diri mengejar bayangan tersebut. Siapa tahu, bayangan itu adalah bayangan seseorang pangeran tampan yang bisa menyelamatkannya.
*Etdah halu banget nih bocah.
Zia mulai berlari mengejar bayangan itu. Meski sekujur kakinya semakin terasa pegal, gadis itu tetap memaksa kakinya melangkah semakin cepat.
Bayangan itu membawa Zia menuju sebuah gubuk tua. Bayangan itu lenyap ketika mata gadis itu menangkap objek lain. Didepannya, sebuah gubuk tua yang sudah reot mengambil alih perhatiannya dari bayangan yang telah hilang entah kemana.
Meski sedikit ragu, gadis itu terus melangkahkan kakinya masuk kedalam gubuk tua itu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang tercipta di dalamnya.
Ditatap bagian dalam gubuk itu yang dipenuhi oleh rumput-rumput liar. Tapi, ada satu benda yang menarik perhatian gadis itu.
Perlahan tapi pasti, gadis itu melangkah menuju benda tersebut. Gadis itu berhenti tepat di depan cermin usang yang dipenuhi oleh debu. Aneh, kenapa cermin ini ada disini?
Zia memandang keadaan disektairnya. Memastikan kalau tidak ada orang di dalam gubuk itu kecuali dirinya.
Dipandanginya bayangan dirinya sendiri di dalam cermin. Mata bulat, hidung yang mancung kedalam, bibir tipis yang hanya dibalut lip balm, serta rambut panjang yang berwarna hitam pekat.
Dengan ragu, gadis itu memegang permukaan cermin di depannya. Seketika gadis itu merasakan pusing dan mual secara bersamaan. Gadis itu memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit di kepala dan perutnya.
Zia merasa kalau badannya terpental jauh entah kemana. Perlahan, gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu sangat terkejut karena dia berada di suatu tempat yang sangat dikenalnya.
"Hai Kakak cantik! Akhirnya Kakak dateng juga." Zia terkejut karena melihat gadis kecil yang menyambutnya dengan senyum manis yang justru terlihat sangat mengerikan di mata Zia.
Aneh, kenapa tiba-tiba Zia bisa berada di tempat ini? Siapa gadis kecil yang menyapanya barusan? Sebenarnya, apa yang terjadi?
***
Jangan lupa vote sama comment ya guys:)

KAMU SEDANG MEMBACA
Cermin
Roman pour AdolescentsZia menemukan sebuah cermin tua saat gadis itu tersesat di hutan. Aneh, saat ia sedang bercermin, tubuhnya bagai terseret ke dimensi lain. Dari cermin itu ia bisa menatap masa depan, atau malah terseret ke masa lampau. Dan sepertinya, cermin ini bis...