Hari ke-8

9 3 0
                                    

Tak terasa, hari ini sudah hari ke-8 Vio memberikan Bunga-Bunga itu, lewat penyamarannya.
Vio tak tahu, akan berhenti sampai disini atau tidak.

Masalahnya, Vio antara siap, dan tak siap mengungkapkan mengapa ia harus melakukan penyamaran seperti ini.

Ditambah lagi, masalah kantor yang begitu berat.

"Hey, Vi! Lo bengongin apa sih!?" Tegur Nona pada Vio, yang terbengong di meja kasir.

"Pusing gue" Ketus Vio.

"Masalah kantor?" Tanya nya sembari duduk di sebelah Vio.

"Iya. Pak Ali belum juga hubungi gue"

"Kemarin kata Bokap gue gimana?? Biar anak buah nya yang mengurus masalah ini" Gerutu Nona.

Masalah di kantor Vio, sampai ke keluarga besarnya.Terutama Om Harry, Papahnya Nona.

Om Harry datang ke rumah Vio bersama 2 ajudan nya, lalu ia menanyakan awalnya bagaiman PT. NASYAM bisa bertingkah seperti itu.

Lalu Om Harry menyarankan, agar anak buah nya yang menyelesaikan masalah ini.

Vio menolaknya.
Mengapa ia menolak bantuan Om Harrry?? Karena ia tahu, bagaimana kelakuan anak buah Om Harry yang terus meneror orang-orang, jika orang itu bermasalah dengan Om Harry.

Pikir Vio, ia hanya manusia biasa, ia tak bisa melakukan apa-apa kecuali ia berbicara langsung kepada Nazar.
Allah yang berhak untuk menghukum dia.

"Non, lo ga denger apa kata gue kemarin? Gue kan tolak saran Om Harry, gue gamau dengan cara seperti itu agar mereka mundur. Gue mau dengan cara gue sendiri, membereskan masalah kantor, gue sendiri." Tegas Vio.

"Ya ya ya ya" Ucap Nona meremehkan.

"Gue mau beli Bunga" Ucap nya mengalihkan pembicaraan, agar tidak berkepanjangan.

Iish kenapa si!?
Kenapa lo menyamar kaya gini?!
Mau sampai kapan lo kaya gini terus?
Ya kalo lo masih ada rasa sama Ellen, bicara langsung aja, ga perlu seperti ini caranya.

Gue kasian sama lo, kalau tiba-tiba Ellen sama orang lain.

"Yang mana??" Tanya Nona.

Vio tiba-tiba tertuju pada Bunga yang ada di sebelah Bunga Matahari.

"Yang itu tuuh" Tunjuk Vio.

"Bunga matahari? Hahaha" Sindir Nona.

"Bukan, laaah. Itu tuuh Bunga mawar"

"Oohh itu. Itu tuh Bunga yang berisi 12 tangkai Mawar Merah. Yang biasa dipakai, sebagai kehormatan dan penghargaan untuk penerimanya" Jawab Nona dengan jelas.

Lalu Nona bertanya kembali. "Vi, lebih baik lo jujur deh. Ini Bunga untuk siapa?? Gue penasaran banget."

"Gue akan kasih tau lo. Tapi, hari ini, saat ini bukan waktu yang tepat untuk gue jelasin semuanya ke elo" Sembari melangkahkan kakinya ke tempat Bunga yang ia tunjuk.

"Vi, Vio!!" Nona mengejar Vio.

Vio lalu mengambil Bunga itu, dan melihat-lihat Bunganya.

Cantik juga. Dalam benak nya.

Dengan sengaja, Nona merebut Bunga itu dari genggaman Vio. "Bunga ini untuk Ellen kan!?" Bentak Nona.

"Kalau Bunga ini untuk Ellen kenapa??" Geram Vio.

Nona terdiam.

"Lalu! Jika Bunga ini bukan untuk Ellen, masalah buat lo!?" Murka Vio, sembari menekankan kata 'bukan'.

Kini Nona tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa melotot pada Vio dan menggepalkan tangannya.

"Dengerin gue ya, Vi! Lo itu cuma kasih Bunga buat orang yang lo cintai dan lo sayangi!." Sembari meunjuk-nunjuk dada Vio. "Pertama. Tante Dewi, Mami lo. Dan yang kedua, tidak lain tidak bukan, adalah Ellena!" Jari telunjuk Nona berhenti tepat di dada Vio.

"Banyak omong lo!" Seraya melepaskan tangan Nona dari dadanya. Dan berjalan menuju kasir dengan gaya ala-ala cool boy.

"Susah banget yaa! Tinggal bilang Ellena aja susah!" Bentak Nona .

Ketika mendengar ucapan Nona. Vio menghentikan langkahnya dan menengok ke arah Nona, sembari tersenyum licik.

***

Ellen menyiram seluruh Bunga yang ada di rumahnya.
Termasuk, ke-7 Bunga yang dikirimkan oleh orang misterius itu.
Ketika melewati atau menyiram ke-7 Bunga itu, Ellen terus memandanginya.
Setiap hari juga, ia selalu berbicara pada ke-7 Bunga itu.

Heii, Bunga-Bunga yang indah nan cantik jelita. Aku penasaran sekali dengan orang yang mengirim kalian ke rumah ku.
Begitulah perkataan Ellen.

Kini, Ellen sedang bersantai di kursi kolam yang berpayung. Tepatnya di halaman belakang, yang terdapat banyak Bunga-Bunga yang di tanam di pot, mau pun di taruh di dinding.

"El, kamu beneran ga akan ikut ke kota??" Tanya Mami yang berada di belakang, sembari memegang kedua pundak Ellen.

"Iyaa, Ma. Ellen diam di rumah saja" Jawabnya.

"Yaudah, Mama dan Papah berangkat sekarang ya. Jaga rumah ini, terutama kamu." Ellen pun membalikkan badannya.

"Assalamu'alikum" Pamit Mama.

Ellen mencium tangannya ."Wa'alaikumussalam. Hati-hati ya, Ma"

"Iya sayang..."

Waktu berlalu, sekarang jam menunjukkan pukul 11.00 WIB.

Ellen yang sekarang berada di hadapan ke-7 Bunga itu, terus-menerus memandangi Bunga-Bunga nya.

Tiba-tiba, Ellen di kejutkan dengan suara orang yang beberapa hari ia kenal.

"Assalamu'alaikum... Pakeeet"

"Huh! Orang itu mau apa sih?! Kenapa sampai saat ini, ia terus-terusan mengirim Bunga-Bunga itu. Ga bisa di biarin." Marah Ellen.

Bunga di hari ke-8 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang