Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Bab 5 - Happy Burger

50.6K 7.5K 127
                                    

"Urusan bank kamu udah kelar?"

"Ya ampun, Bapak telepon saya cuma mau tanya ini?" keluh Luna seraya berjalan cepat keluar dari gedung bank.

Gara-gara utang ayahnya mendadak ditagih kemarin, Luna jadi mengaktifkan m-banking. Kapok mencari ATM kalau lagi di kawasan industri seperti kemarin. Ditambah, dia juga tidak mau mendengar Liam menawarkan bantuan.

Refleks, kepala Luna menggeleng-geleng. Liam tidak boleh tahu. Bisa repot kalau laki-laki itu sampai tahu, apalagi sampai terlibat dengan sisi hidupnya yang berantakan dan malu-maluin itu.

"Saya sekalian mau titip fish burger."

Langkah Luna mendadak terhenti di trotoar yang sedang ditelusurinya. Alis gadis itu menyatu heran. "Bapak minta saya beliin burger? Emangnya lagi nggak ada OB di kantor?" tanyanya.

"Kamu lagi di luar. Emang nggak bisa sekalian?" balas Liam enteng.

Mulut Luna megap-megap. Matanya juga berkedip cepat sementara tangannya yang terbebas berkacak di pinggangnya. "Pak, saya keluar kantor buat urusan sama perbankan. Bukan jalan—"

"Kan saya bilang 'sekalian', Rahajeng. French fries sama minumannya sekalian minta upgrade."

"Pak, saya nggak bilang setuju mau beliin—" Ya ampun, lagi-lagi Liam seenaknya memutuskan sambungan telepon! Luna pun memandang geram layar ponselnya. Gadis itu mencoba menghubungi Liam lagi. Sayangnya, laki-laki itu sengaja tidak mengangkat telepon.

Argh, gunung es sialan! Sejak kapan hubungan bos dan staf mereka berubah jadi majikan dan upik abu begini?

Seandainya bukan karena malas jadi omongan orang-orang kantor lagi, rasanya Luna ingin pindah divisi saja. Terus terang saja, gadis itu tidak nyaman disebut-sebut sebagai "tumbal kesayangan" Liam Adiguna.

Konon katanya, Liam tidak punya staf.

Saat open recruitment juga tidak ada permintaan staf baru dari Liam. Satu-satunya yang berani dekat-dekat dengan laki-laki itu hanya Marco. Namun, tidak ada yang tahu pastinya kenapa Liam tidak punya staf sampai tiba-tiba dia menerima Luna dan kelihatan sama sekali tidak keberatan dengan keberadaan gadis itu. Dulu boro-boro punya staf, Liam bahkan tidak mau menerima staf-staf Nusa di ruangannya selain jajaran manajer.

Kalau dipikir-pikir lagi, memang aneh. Dari yang tidak mau, tiba-tiba jadi mau. Apalagi Liam hobi memposisikan Luna sebagai ban serepnya di meeting tertentu. Luna tidak percaya kalau ini sekadar kebetulan "rekomendasi Tante Erni". Wanita itu tidak pernah tahu performa kerja Luna. Malah, adanya dikomentarin karena Luna kerja keras bagai kuda.

Liam naksir?

Luna mendadak tercenung sedetik, lalu berjengit ngeri. Kepalanya menggeleng-geleng untuk membuang pikirannya barusan. Tidak, itu terlalu konyol. Dan jangan sampai juga Luna head over heels sama laki-laki itu.

Tak berselang lama, Luna memasuki restoran fast food yang burgernya lagi diidam-idamkan Liam. Bahunya seketika merosot begitu melihat antrean di depan kasir. Saat memandangi seantero restoran itu, tidak ada meja kosong untuk dine-in saking membludaknya pengunjung.

Langsung saja, Luna menjepret antrean orang-orang dan mengirimnya ke Liam.

Luna Rahajeng

<sent picture>

Antreannya segini, Pak!

Liam Adiguna

Oke, ditunggu.

What the heck?

Refleks, tangan Luna menggenggam erat-erat ponselnya. Matanya memelotot ke arah layar. Omongan macam apaan itu? Memangnya laki-laki ini sedang chatting-an sama driver ojol? Luna benar-benar tak habis pikir!

PostscriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang