13. Malam yang Dingin

3.1K 297 70
                                    

Gempa baru keluar dari gedung sekolahnya, ia menatap lurus ke depan nya, pikirannya kosong karena kelelahan. Ia berjalan dengan tak bergairah. Pasalnya dari matahari terbit sampai matahari sudah tidak kelihatan, ia baru keluar dari gedung sekolahnya. Mengikuti suatu organisasi dan menjadi ketua di organisasi itu, sangat melelahkan. Sebelum-sebelumnya sih, sekalinya diadakan rapat, ia akan pulang paling lambat sebelum matahari terbenam. Tapi kali ini ia malah pulang sangat terlambat.

"Gempa..." Panggil seorang gadis dengan jilbab pink, dari belakang.

Gempa, sang pemilik nama tersebut tidak menjawab panggilan temannya. Yang Gempa pikirkan sekarang adalah bagaimana keadaan saudara-saudaranya di rumah.

"Gempa!" Gadis berjilbab pink itu menepuk pundak nya, membuat Gempa baru tersadar.

"Ada apa Yaya, Ying?" Tanya Gempa kepada teman gadis berjilbab pink itu, yang ternyata ditemani oleh gadis berkacamata dengan rambut yang diikat menjadi dua.

"Kamu ini kenapa Gem? Dari tadi melamun aja." Tanya Yaya diselingi rasa khawatir kepada Gempa.

"Ah... Tidak apa-apa koq," jawab Gempa.

"Kamu yakin? Muka mu itu tidak menyakinkan sama sekali." Ucap Ying.

Gempa menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal, menandakan bahwa ia bingung harus berkata apa lagi kepada dua temannya itu. Rasa mustahil jika ia berbohong kepada kedua temannya itu. "Aku hanya kelelahan aja koq," jawabnya.

"Oh, gitu ya.." Yaya mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu langsung menonjok kepala temannya itu.

Membuat Gempa meringis kesakitan, "kenapa kau malah memukul ku?" Ucapnya, sambil mengusap-usap kepalanya sendiri.

"Itu salah mu sendiri! 'kan sudah ku bilang, bagi-bagi tugas supaya kamu ga kecapean! Aku ini wakil loh..." Ucap Yaya.

"Hm... Benar tuh. Aku juga sekretaris, kamu bisa mengandalkan ku." Timpal Ying.

"Loh... 'Kan aku sudah membagikan nya, ada yang salah?" Balas Gempa.

"YA SALAH LAH! KAMU MEMBAGINYA SECARA TIDAK ADIL! UNTUK KAMI, SEDIKIT. DAN UNTUKMU SENDIRI, BANYAK."

Teriak keduanya bersamaan, membuat kendang telinga Gempa hampir pecah. "Habisnya aku ini 'kan ketua," jawab Gempa.

"Karena kamu seorang ketua lah, kamu harus membagikannya dengan adil!" Balas Yaya kesal.

"Pokoknya tugas yang ini, biar kami berdua yang urus!" Ying langsung membuka tas Gempa, dan mengambil lima map yang ada didalamnya.

"Eh-eh.. tapi 'kan---"

"Tidak ada tapi-tapian! Kamu harus istirahat yang cukup dulu, baru boleh kembali bertugas!" Ucap Yaya tegas.

"Iya, benar. lagi pun Solar sedang sakit, dia butuh perhatian dari mu." sambung Ying.

Gempa terdiam sejenak, yang dikatakan temannya itu sangat benar.

"Dah... Kami duluan ya, Gem. Jaga kesehatan!" Ucap Yaya lalu berlari meninggalkannya.

"Sampaikan salam kami untuk Solar, ya!" Ying menepuk-nepuk bahunya sebelum ia pergi menyusul Yaya.

Gempa tersenyum bahagia, ia sangat bersyukur karena mendapatkan seorang teman yang pengertian seperti kedua temannya tadi.

Sesampainya Gempa di rumahnya, ia langsung pergi ke kamarnya dan langsung bersiap-siap untuk kembali ke rumah sakit. Tapi sebelum itu, Halilintar datang melarangnya.

"Kamu pulang telat, terus kamu mau langsung ke rumah sakit? Jangan terlalu memaksakan diri, Gem!" Ucap Halilintar yang bersender di dekat pintu.

"Aku tidak apa-apa Hali--"

The Smallest BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang