19. Menjelang Pertandingan

1.9K 273 73
                                    

Suara beberapa jam weker berdering nyaring untuk membangunkan majikannya. Seseorang dengan netra sewarna madu baru saja keluar dari kamar mandi, yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.

Tanpa mengeluh atau bergumam, ia berjalan mendekati peralatan masak. Tidak lupa ia mengenakan celemek agar seragam sekolahnya tidak kotor. Ia begitu tenang dengan aktifitas yang dilakukannya, hal itu karena sudah menjadi kebiasaannya di pagi hari. Netra sewarna madu itu mengalihkan pandangannya kearah seseorang yang baru saja menuruni anak tangga.

"Pagi, Halilintar." Sapanya, dengan suara yang begitu lembut.

"Pagi," balas Halilintar sambil mengukir senyum tipis.

"Apa yang lain sudah dibangunkan?" Tanyanya, yang kini pandangannya kembali ke aktifitasnya.

Halilintar mengangkat kedua tangannya ke atas untuk merenggangkan otot-ototnya. "Mereka sudah besar, Gem. Aku ingin mandi." Jawabnya, lalu pergi masuk kedalam kamar mandi.

"Dasar," gumam Gempa.

Selang beberapa detik kemudian, terdengarlah suara bising dari atas. Gempa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, karena mendengar pertengkaran kecil kedua saudaranya.

"Hey tunggu! Aku yang mandi duluan!" Teriak si netra berwarna oranye sambil mengejar sang kakak tertua darinya.

"Tidak, aku yang duluan!" Jawab si netra berwarna biru sapphire.

"Pokoknya aku yang duluan!" Mereka masih saling kejar-mengejar meskipun kini mereka menuruni anak tangga.

Setelah menuruni anak tangga, mereka berdua segera menuju ke kamar mandi. Yang tertua mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi, agar cepat terbuka. Di depan pintu kamar mandi, mereka berdua sama-sama menggerakkan kedua kakinya, seperti sedang berlari kecil ditempat.

"Pokoknya aku duluan, Kak Taufan!" Si netra oranye ini mencengkeram pundak Taufan.

"Enggak! Aku yang duluan, Blaze!" Balas Taufan.

"Plis Kak, aku sudah ga tahan!" Pinta Blaze memelas.

"Aku juga, Blaze. Mengertilah," jawab Taufan yang juga memasang wajah memelas.

"Yasudah, biar adil, kita barengan aja deh, kak." Saran Blaze.

"Ughh... Terserah deh," jawab Taufan pasrah. "Yang lebih penting, ini kenapa yang ada didalam lama banget si, keluarnya."

"Iya nih benar. Woy cepetan dong!" Teriak Blaze sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.

"Sabar kampret, belum juga ada se-jam!" Balas Halilintar yang masih didalam kamar mandi.

Taufan dan Blaze sama-sama menggigit bibir bawahnya setelah tahu bahwa yang ada di dalam kamar mandi adalah Halilintar.

"Hai Kak Gempa, sudah selesai masaknya?" Si netra berwarna hijau zamrud baru saja turun dari lantai dua.

"Hai juga, Thorn. Dikit lagi sudah selesai kok," jawab Gempa.

Setelah menyapa Gempa, kedua netra berwarna hijau zamrud itu beralih ke arah kedua saudaranya yang berada didepan pintu kamar mandi. Ia sedikit memiringkan kepalanya, karena bingung dengan tingkah kedua saudaranya yang sedang berlari-lari kecil ditempat.

"Kak Ufan dan Kak Blaze sedang ap—" Thorn menghentikan kalimatnya saat ia melihat cairan yang mengalir dari celana kedua kakaknya itu.

"Waw! Mengalir dengan sangat indah! Sudah seperti air terjun!" Ucap Thorn yang sepertinya sangat terpukau dengan pemandangan yang ia lihat itu.

"Pfftt..." Netra berwarna biru aquamarine yang berada di belakang Thorn, menahan tawanya karena pemandangan yang ia lihat bersama Thorn.

The Smallest BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang