21. Dukungan Untuknya

1.9K 259 92
                                    

Karnaval Sekolah hari ini telah usai sejak jam tiga siang tadi, sedangkan sekarang sudah jam empat. Satu jam sudah Halilintar, Taufan, Blaze, Ice, dan Thorn masih berada di pintu gerbang sekolah, dikarenakan menunggu Sang Ketua OSIS keluar dari ruangannya.

"Hmm... Kayaknya bakal hujan deh," ucap Ice, memperhatikan langit yang mulai tertutupi oleh awan-awan berwarna abu-abu.

"Iya betul, padahal tadi masih cerah loh." Ucap Taufan yang ikut memperhatikan langit.

"Tapi, katanya kalau mendung belum tentu hujan." Ucap Thorn, Lalu diangguki oleh Ice dan Taufan.

"Sama halnya seperti, Kalau pacaran belum tentu jodoh! Hahahaha!" Ucap Blaze lalu tertawa sangat keras diantara kesepian ini.

"Blaze, kamu tidak boleh seperti itu tau!" Balas Taufan menasihati adiknya itu.

"Benar tuh kata kak Ufan! Lagian emang kak Blaze punya pacar?" Ucap Thorn lalu diselingi tawaan oleh Ice.

"Dasar jomblo." Kata Ice.

"Hey kalian jangan bawa-bawa jomblo dong, kasian para pembaca cerita ini!" Ucap Taufan.

Blaze terkekeh kecil sebelum ia berbicara, "aku Blaze, mewakili para jomblo di dunia ini. Bahwa, aku jomblo aku bangga!" Katanya, lalu ia mengedipkan mata sebelah kirinya.

Kedua mata Taufan dan Thorn langsung berbinar-binar setelah mendengar kata-kata tersebut. Sedangkan Ice hanya memasang wajah datarnya.

Halilintar menghela nafasnya, tidak mau ikutan dengan pembicaraan itu. Ia berniat untuk bangkit dari duduknya lalu pergi sebentar tetapi sebuah suara menghentikan aksinya.

"Duh... Kalian ini, 'kan sudah kubilang untuk pergi duluan saja. Kenapa masih di sini."

Mereka yang sedang asik dengan kegiatan masing-masing langsung mengalihkan pandangannya ke asal suara tersebut.

"Wah kak Gempa, sudah selesai kah kak?" Tanya Thorn.

"Ah, ya sudah." Jawabnya.

"Lebih cepat dari dugaan ku." Ucap Halilintar.

"Cepat apanya woy! Ini sudah satu jam lebih!" Batin para adik. 

Gempa menghela nafasnya, ia tidak bisa mencegah saudara-saudaranya untuk tidak menunggunya. Terlebih lagi, "kenapa kalian duduk di pinggir jalan seperti ini?! Kan kalian bisa tunggu di sekolah, disana banyak bangku." Ucap Gempa, yang tidak mengerti dengan yang dipikirkan oleh saudara-saudaranya itu.

Yap mereka duduk di pinggir jalan, di depan pintu gerbang SD. Karena yang ada dipikiran mereka itu, kalau mereka masih berada di lingkungan sekolah maupun di depan gerbang sekolah mereka, mereka pasti akan disuruh membantu OSIS untuk membersihkan bekas acara karnaval sekolah tadi. Karena itu mereka memilih untuk duduk dipinggir jalan di depan pintu gerbang SD, yang sudah tentu itu bukan sekolah mereka. Duh mereka ini, mencerminkan Sang penulis dan para pembaca sekali.

Tidak menunggu lama-lama lagi, mereka semua pun segera berangkat menuju ke Rumah Sakit. Pilihan mereka menunggu Gempa adalah karena akan lebih seru jika berangkat bareng-bareng. Apalagi Gempa masih sendiri, kasian kalau Gempa disuruh jalan sendiri. Tidak tega mereka.

"Oh iya, Yaya, Ying, Fang, Dan Gopal juga akan ikut ke Rumah Sakit. Kita tunggu sebentar lagi ya," ucap Gempa.

"Loh, sia-sia dong kita nungguin. Kalau ujung-ujungnya ada teman yang menemaninya!!!" Batin mereka greget.

.

.

.

.

The Smallest BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang