24. Perasaan yang Terhubung

1.8K 245 53
                                    

Thorn terlihat begitu lesu dibandingkan jam-jam sebelumnya. Setelah pergi ke lapangan SD, yaitu tempat diadakannya lomba 'Lari Gawang' Thorn langsung kembali ke kelasnya di gedung SMP seusai perlombaan disana berakhir. Kedua kelopak matanya terasa sangat berat untuk saat ini. Untungnya, kelas Thorn saat ini sedang tidak ada orang. Jadi, Thorn memanfaatkan waktu tersebut untuk tidur di kelas.

"Hoammm~ saking ngantuk nya, aku sampai lupa siapa juara pertama dalam lomba lari gawang." Katanya.

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Thorn langsung terlarut dalam mimpinya. Mimpi yang belum pernah ia rasakan. Mimpi yang begitu terasa aneh. Seperti dalam dunia nyata tapi ini sungguhan mimpi. Mimpi yang membuatnya ingin terus berada didalam sana. Di dalam mimpinya itu, ia sedang bersama keenam saudaranya bercanda dan tertawa bersama. Ah~ disana hangat sekali.

Tapi, roda selalu berputar. Dimana rasa 'Dingin' akan tergantikan oleh rasa 'Hangat' dan rasa 'Hangat' akan tergantikan dengan rasa 'Dingin'. Begitupun yang terjadi dalam mimpinya. Rasa 'Hangat' yang membuatnya ingin tetap berada disana, tiba-tiba berubah menjadi rasa 'Dingin' yang membuat dirinya berubah pikiran untuk segera kembali ke kehidupan nyata.

Siapapun, tolong bangunkan Thorn dari mimpinya. Dan katakan kepadanya, bahwa mimpi yang dialaminya hanyalah bunga tidur semata.

.

.

.

.

.

Untuk yang kesekian kalinya, Halilintar menghela nafasnya. Degup jantungnya kembali berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, setelah kejadian tadi pagi. Setelah menunggu lama, akhirnya waktu untuk dirinya tampil telah tiba. Seharusnya lomba 'Karate' yang diikuti Halilintar ini sudah selesai dari jam 10 siang. Tapi karena ada beberapa masalah, jadwal lomba 'Karate' harus diundur.

Sekarang ini waktunya Halilintar tampil. Halilintar segera pergi menuju arena pertandingan. Diwaktu yang bersamaan, Halilintar dan Lawannya itu sama-sama menginjakkan kakinya di matras. Pertama-tama, keduanya saling membungkukkan badannya untuk memberi salam penghormatan kepada lawan. Lalu setelah itu, baik Halilintar dan Si Lawan sama-sama mengambil posisi siap.

"Yo, Halilintar. Aku akan membalaskan dendam ku disini. Jadi, kerahkan seluruh kemampuan mu disini." Kata si Lawan.

Sepertinya lawannya Halilintar itu menyimpan dendam padanya. Tapi Halilintar tetap bersikap biasa, baginya ini sudah sering terjadi dalam kehidupannya.

"Aku tidak punya waktu untuk bermain-main dengan mu." Jawab Halilintar.

"Tch!" Sikap Halilintar yang seperti itu, membuat Si Lawan geram dan langsung menyerang Halilintar.

Seperti sebuah ilusi, tiba-tiba saja semua yang ada disekitar sana melambat. Halilintar dengan tenang, mengambil nafas dalam-dalam dan juga menutup kedua matanya. Ia menghembuskan nafasnya pelan-pelan sembari membuka kedua matanya kembali.

Netra berwarna merah ruby itu, dibuat terpana dengan pemandangan yang dilihatnya saat ini. Tetap saat ia membuka matanya, tiba-tiba saja pemandangan yang ada disekelilingnya berubah. Yang seharusnya didepannya adalah Lawan karate nya, kini berubah dengan pepohonan yang rindang. Pijakannya yang awalnya berupa matras, kini berubah menjadi rerumputan yang segar. Ini semua sudah seperti mimpi.

"Apa aku pingsan, sampai-sampai bermimpi seperti ini?" Monolognya.

"Bisa jadi seperti itu. Tapi tenang saja, kalian tidak pingsan kok."

Untuk kedua kalinya, netra sewarna merah ruby itu dibuat terkejut. Seseorang yang seharusnya sekarang berada di Rumah sakit dan menjalani operasi, sekarang malah ada di hadapannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Tunggu! Halilintar dibuat berfikir oleh orang tersebut. Tadi, orang itu mengatakan kata 'kalian' bukan? Apa maksudnya itu?

The Smallest BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang